Selamatkan Lingkungan, Berbagi Kebahagiaan
Akhir-akhir ini gerakan sosial untuk melestarikan lingkungan banyak bermunculan. Salah satunya dilakukan Komunitas Daur Bunga dengan melakukan hal yang sederhana. Mereka memanfaatkan bunga-bunga alami yang masih segar untuk dirangkai lagi menjadi lebih cantik.
Kegiatan komunitas berawal dari keisengan Mutia Hapsari dan Talisa Dwiyani pada sebuah pesta pernikahan kawan kampusnya, menjelang akhir tahun 2016. Pesta pernikahan digelar siang. Kebetulan saja, malamnya mereka akan menggelar pesta perpisahan untuk seorang teman yang melanjutkan studi ke luar negeri.
Mutia dan Talisa melihat sejumlah ibu memetik bunga-bunga yang menghiasi pesta pernikahan itu. Lalu, mereka meminta izin kepada pengantin untuk mengambil sejumlah bunga tangkai di ruang pernikahan tersebut. Kemudian, mereka mengumpulkan bunga yang masih segar.
Sepulang ke rumah sambil membawa beberapa tangkai bunga, mereka merangkai kembali bunga-bunga itu sebagai dekorasi pesta perpisahan itu. Tak dinyana, temannya menyatakan rasa senangnya.
”Bisik-bisik, saya bilang ke dia, jangan ge-er dulu ya tentang keindahan bunga-bunga ini. Bunga-bunga ini sebetulnya bekas lho dari pernikahan kawan saya. Eh, responsnya malah dia bilang, ’Bagus banget bunganya. Bagusnya lagi, enggak cepat-cepat terbuang dan menjadi tumpukan sampah’,” tutur Mutia yang ditemui di Jakarta, Jumat (8/6/2018).
Bagi mereka, keindahan bunga-bunga hidup yang menghiasi ruang hajatan, ulang tahun, atau pesta lain acap kali hanya berumur pendek. Bunga-bunga tersebut mempercantik pelaminan, standing party sepanjang karpet merah, meja makan prasmanan, atau meja makan keluarga pengantin, bahkan bunga papan pernikahan yang terkadang berderet-deret menghiasi gedung acaranya. Bisa jadi, bunga tersebut hanya terpakai dalam hitungan jam.
Setelah acara usai, rangkaian bunga-bunga itu pun akhirnya ditumpuk bersama material non-organik lain, seperti styrofoam, potongan bambu, dan gabus oase guna menancapkan bunga-bunga untuk membentuk rangkaian bunga. Untuk itulah, Mutia dan Talisa merasa sayang apabila bunga yang masih indah dibuang begitu saja.
Menurut Mutia, manajemen pengolahan sampah memang menjadi cikal bakalnya. Bayangkan saja, bunga-bunga ini akhirnya dibuang bersamaan dengan sampah non-organik, tidak dipilah lagi. Akibatnya begitu mengerikan. Kalau diingat, dahulu pernah ada tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Bandung yang tiba-tiba meledak yang disebabkan pemanasan dan menimbulkan korban jiwa.
Membagi kebahagiaan
Pengembangan gerakan komunitas ini pun berlanjut. Dari lima orang penggerak, kini sudah memiliki 25 anggota tetap komunitas. Tak terhitung relawan yang selalu saja datang silih berganti. Seiring dengan berjalannya waktu, komunitas ini tidak ingin masuk pada gerakan memilah limbah bunga pesta dan melakukan proses kompos, tetapi lebih memilih memanfaatkan bunga-bunga tersebut untuk memberikan senyum bagi orang lain. Keduanya sepakat untuk memulai gerakan komunitas daur ulang bunga.
Pada awal Januari 2017, ada lagi undangan pernikahan kawan mereka. Sepekan sebelum pernikahan, mereka meminta izin untuk mengambil beberapa tangkai bunga apabila pernikahan sudah selesai digelar. Kali ini, bunga-bunga itu direncanakan untuk kegiatan donasi.
Malam hari, mereka datang kembali ke ruang pernikahan itu. Mengumpulkan beberapa tangkai bunga hingga mencapai dua ember besar, lalu membawanya pulang. Lewat pengalaman mencoba-coba merangkai bunga yang telah dipakai, beberapa rangkai bunga baru akhirnya bisa diciptakan. Ternyata, tidak mudah menghasilkan bunga daur ulang yang indah. Sebab, rangkaian bunga baru tersebut baru didonasikan pada keesokan sorenya.
Mereka memilih panti wreda di kawasan Radio Dalam, Jakarta Selatan, untuk diberi bunga. Bunga dirangkai dalam buket-buket kecil agar semua mendapatkan secara rata. Ada 30 rangkaian bunga yang akan didonasikan ke panti wreda. Rupanya, bunga-bunga itu bukanlah sekadar bentuk donasinya, melainkan justru menjadi cikal bakal terjadinya komunikasi antara anggota komunitas dengan oma dan opa penerima donasi bunga.
Gagasan komunitas ini untuk menggerakkan lebih banyak relawan tidaklah mudah. Begitu masuk menjadi bagian indorelawan.org, memang begitu banyak anak muda yang ingin menjadi relawan. Entah sekadar memperoleh sertifikat untuk syarat kegiatan kampus atau benar-benar membantu dalam gerakan sosial, semua memperoleh pelajaran berharga.
Terlebih lagi, semakin banyak permintaan agar gerakan ini melebarkan sayap. Tidak hanya di sekitar Jabodetabek, tetapi juga ada permintaan dari sejumlah kota. Terlebih bukan hanya kepada panti-panti wreda, sasaran donasi juga ditujukan ke panti perlindungan anak, taman bacaan, hingga Happiness Festival untuk membangun kesadaran publik.
Dalam setiap gerakan, komunitas ini selalu membagi menjadi tim petik dan tim rangkai. Tantangan tersendiri dihadapi komunitas ini. Tim petik, misalnya, bergerak seusai acara pesta digelar. Biasanya, waktu pemetikan dilakukan malam. Tak jarang, begitu sampai di lokasi pesta, bunga-bunga sudah habis dibereskan oleh panitia pesta.
Koordinasi dengan panitia pesta dan pekerja di lapangan terkadang menimbulkan konflik dengan tim petik. Bahkan, panitia menganggap tim petik tak ubahnya pekerja pemungut sampah sehingga tidak hanya bunga yang diberikan, tetapi juga oase atau styrofoam. ”Kami dianggap TPA (tempat pembuangan akhir),” ujar Raisa, mahasiswi yang sering mengikuti kegiatan komunitas tersebut.
Raisa mengatakan, sebagai tim rangkai, perlakuan terhadap bunga-bunga itu pun menjadi pelajaran berharga. Tak ada keterampilan memadai yang dimiliki relawan sehingga semua mencari tahu bagaimana bunga tangkai bisa awet. Mulai dari memotong daun hingga merendam tangkai bunga di dalam air yang sudah diberikan cairan tertentu untuk menjaga kesegarannya.
Kisah unik
Tantangan tersendiri dihadapi anggota komunitas manakala harus mengantarkan bunga-bunga itu kepada penerima donasi. Saat memberikan donasi ke panti wreda, misalnya, ada relawan yang pernah diusir. Biasanya penghuni panti wreda mendapat aneka bingkisan seperti biskuit, sedangkan komunitas ini membawa rangkaian bunga.
Tak terbayangkan, lanjut Raisa, hanya dengan serangkai bunga yang diberikan dengan penuh keikhlasan, justru para anggota memperoleh kisah-kisah unik yang dialami penghuni panti. Dengan serangkai bunga kecil, misalnya, seorang kakek begitu terbuka menceritakan pengalaman hidup di panti hingga menunjukkan sejumlah foto kenangan bersama cucu-cucunya.
”Pengalaman si kakek ini pernah membuat seorang relawan teringat akan kakeknya sendiri,” ucap Raisa.
Kini, pendonasi bunga juga diambil gambarnya dalam sebuah video. Di hadapan penerima bunga, rekaman video itu ditunjukkan agar penerima donasi merasakan kebahagiaan.
Serangkaian bunga meski merupakan daur ulang tetap saja dapat memberikan sebuah kebahagiaan. Sapaan yang diberikan oleh relawan membuka banyak kisah gembira ataupun mengharukan. (OSA)