Tambang emas ilegal yang telah merenggut tujuh nyawa akhirnya ditutup permanen. Langkah ini untuk mencegah peristiwa serupa terulang kembali.
MATARAM, KOMPAS Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, menutup secara permanen aktivitas penambangan emas di Desa Buwun Mas, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat. Alasannya, penambangan itu dinilai ilegal dan berada di dalam kawasan hutan.
”Tidak ada lagi penambangan di sana, yang berlaku sejak jatuhya korban meninggal. Tidak dibuka lagi,” ujar Saswadi, Pelaksana Tugas Bupati Lombok Barat, di sela-sela kunjungan Menteri Sosial Idrus Marham di Desa Sekotong Tengah, Lombok Barat, Kamis (21/6/2018).
Menteri Sosial menyerahkan bantuan masing-masing Rp 15 juta bagi korban meninggal dan Rp 2,5 juta per kepala keluarga bagi korban yang luka-luka di Kantor Camat Sekotong, Desa Sekotong Tengah, atas perintah Presiden Joko Widodo.
”Presiden menugaskan kepada saya untuk memberikan bantuan sekaligus menyampaikan turut berdukacita dan prihatin atas peristiwa ini,” ujar Mensos.
Pada Selasa (19/6) tujuh orang meninggal dalam lubang tambang emas ilegal di Desa Buwun Mas, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat. Para korban yang berada dalam lubang sepanjang 200 meter diduga keracunan gas dan kekurangan oksigen. Enam penambang lain selamat.
Menurut Kepala Dinas Kehutanan NTB Madani Mukarom lokasi penambangan ilegal itu berada di kawasan hutan produksi terbatas Kelompok Hutan Pelangan (RK 7). Daerah seluas 4.628 hektar itu mendapat izin pakai yang diberikan kepada Indotan Lombok Barat Bangkit untuk eksplorasi bahan galian emas pada 2012. Izin eksploitasinya masih dalam proses usulan.
Ditahan polisi
Di Meulaboh, Aceh, dalam kasus berbeda, setelah buron selama tiga bulan, dua tersangka pelaku penambangan emas tanpa izin di kawasan hutan lindung di Kecamatan Pante Ceureumen, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, yakni DW (44) dan TH (34), menyerahkan diri kepada polisi. Kedua tersangka itu adalah warga Pante Ceureumen.
Kepala Polisi Resor Aceh Barat Ajun Komisaris Besar Raden Bobby Aria Prakasa, Kamis kemarin, mengatakan, DW menyerahkan diri pada Kamis (14/6) dan TH pada Minggu (17/6). Mereka mendatangi kantor polisi setempat.
Kedua tersangka ditetapkan sebagai tersangka karena melakukan penambangan emas tanpa izin di kawasan hutan lindung. Pada Februari 2018, polisi melakukan patroli dan menemukan kedua tersangka sedang menambang. Namun, mereka dapat melarikan diri.
Dalam kasus lain, berkas lima tersangka pelaku tambang ilegal yang ditangani Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh telah dilimpahkan ke kejaksaan. Kelima tersangka tersebut adalah ES, FR, AR, NR, dan FY.
Mereka melakukan penggalian kategori C di kawasan hutan konservasi Taman Buru Lingga Isaq, Aceh Tengah, tanpa izin Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh Komisaris Besar Erwin Zadma mengatakan, penindakan hukum terhadap kejahatan lingkungan menjadi salah satu prioritas aparat saat ini.