JAKARTA, KOMPAS--Seratus hari jelang Asian Para Games, masalah aksesibilitas difabel belum terselesaikan. Panitia Penyelenggara Asian Para Games Indonesia (Inapgoc) perlu membenahi aksesibilitas di arena pertandingan, wisma atlet, dan Bandara Internasional Soekarno Hatta.
Ketua Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Senny Marbun mengatakan, aksesibilitas harus menjadi perhatian utama penyelenggara. Kunci kesuksesan penyelenggaraan ajang multicabang olahraga difabel adalah kenyamanan aksesibilitas untuk atlet, ofisial, dan penonton difabel.
Karena itu, masalah tersebut harus selesai sebelum Asian Para Games 2018 dibuka, 6 Oktober. ”Jika masih ada yang kekurangan dan belum sempurna bisa segera diperbaiki. Termasuk evaluasi hasil uji coba Asian Para Games ini,” kata Senny, Kamis (28/6/2018), di Jakarta.
Persoalan yang ada misalnya terkait aksesibilitas atlet dan ofisial negara peserta saat tiba di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang. Terminal itu hanya memiliki dua lift untuk pengguna kursi roda. Dalam simulasi terakhir Inapgoc, Juni, kondisi itu membuat atlet kursi roda harus menunggu antrean untuk turun. Hal itu akan mengganggu jadwal atlet.
Catatan ketidaknyamanan aksesibilitas juga terdapat pada uji coba Asian Para Games. Dari uji coba pertama, cabang para badminton, atlet belum puas dengan wisma atlet di Kemayoran.
Atlet para badminton kelas kursi roda 1 (WH1) Agung Widodo mengatakan, sempat kesulitan mengakses lift karena macet akibat antrean atlet. Menurut dia, hanya ada satu lift yang dapat memuat kursi roda, dan hanya berkapasitas lima orang.
Atlet WH1 Sri Maryati mengeluhkan jarak yang jauh antara wisma dengan terminal bus. Dengan kursi roda, jarak dari wisma ke bus mencapai 10 menit. ”Kasihan yang jalan, apalagi yang menggunakan kruk, akan lebih lama lagi,” katanya.
Di arena uji coba, Istora Senayan, jalur khusus kursi roda terlalu curam. Posisi penonton khusus kursi roda terlalu tinggi, dan belum ada akses bagi pengguna kursi roda ke tribun VIP.
Hal ini perlu menjadi catatan Inapgoc karena hanya lima dari 18 cabang olahraga yang beruji coba. Sisa cabang lainnya hanya akan mengikuti evaluasi, padahal aksesibilitas tiap cabang mesti menyesuaikan jenis dan kontur gedung.
Segera dibenahi
Ketua Inapgoc Raja Sapta Oktohari menjelaskan, pekerjaan rumah ini akan dikerjakan dalam 100 hari. Uji coba kejuaraan ini adalah bahan evaluasi besar nagi penyelenggara. ”Ini contoh untuk mencoba penyelenggaraan. Setelah ini akan kami perbaiki lagi. Kalau sudah beres akan kami jadikan referensi untuk cabang lainnya yang tidak diuji coba,” kata Okto di Istora.
Untuk wisma atlet, Inapgoc bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyediakan 6 lift umum dan 8 lift kursi roda di setiap gedung, yang selesai sekitar September 2018.
Adapaun aksesibilitas di bandara perlu dikoordinasikan dengan Angkasa Pura II terkait opsi khusus untuk akses atlet dengan kursi roda.
Deputi I Inapgoc Taufik Yudi mengatakan, pengerjaan aksesibilitas untuk difabel memang baru ditujukan untuk cabang yang diuji coba, yakni bulu tangkis, atletik, renang, tenis meja, dan bola basket.
Menurut Taufik, cabang lain belum dikerjakan karena menunggu Asian Games selesai. “Itu kan pengaturan aksesibilitasnya harus dicopot ketika Asian Games, jadi sekalian saja setelah itu baru kita pasang semua. Tidak lama pengerjaannya, hanya sekitar satu minggu,” katanya.