Kesepakatan Nuklir, Iran Berharap Dukungan Indonesia
›
Kesepakatan Nuklir, Iran...
Iklan
Kesepakatan Nuklir, Iran Berharap Dukungan Indonesia
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
Jakarta, Kompas – Tak lama setelah Amerika Serikat menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran, Wakil Presiden Iran untuk Urusan Perempuan dan Keluarga Masoumeh Ebtekar menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres, Jakarta, Rabu (11/7/2018). Iran berharap kesepakatan non-proliferasi yang sudah ada dipertahankan untuk melindungi perdamaian dan keamanan dunia. Pertemuan berlangsung tertutup sekitar 30 menit. Wapres Kalla menerima kunjungan kehormatan ini didampingi Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Seusai pertemuan, Wapres Ebtekar mengatakan kunjungannya untuk menyampaikan pesan Presiden Iran Hassan Rouhani mengenai posisi Iran terkait perkembangan terakhir kesepakatan nuklir khususnya penarikan diri Amerika Serikat. Untuk itu, diperlukan upaya-upaya lain yang harus dilakukan untuk mempertahankan kesepakatan nonproliferasi yang sudah dicapai pada Juli 2015 tersebut. Sebab, perjanjian ini adalah kesepakatan internasional yang berdasarkan pada resolusi Dewan Keamanan PBB untuk melindungi perdamaian dan keamanan dunia.
Kesepakatan nuklir Iran (Joint Comprehensice Plan of Action/JCPOA) disepakati Iran, lima negara yaitu Inggris, Perancis, Amerika Serikat, China, dan ditambah Jerman (P5+1) pada 14 Juli 2015 di Vienna, Austria. Dalam kesepakatan tersebut, Iran akan membatasi produksi bahan-bahan terkait nuklir.
Kompensasi dari pembatasan ini, sanksi ekonomi dari AS, Uni Eropa, dan DK PBB dihentikan. Namun, pada Mei lalu, Presiden AS Donald Trump mengumumkan pembatalan sepihak kesepakatan tersebut.
Trump ingin kembali menjatuhkan sanksi seberat-beratnya kepada Teheran serta menghentikan ekspor minyak Iran. Untuk menutup produksi minyak Iran dan mencegah kenaikan harga, Trump meminta Arab Saudi menambah produksi minyak sebanyak dua juta barrel per hari.
Tak hanya itu, Trump juga menginginkan semua negara menghentikan semua impor migas asal Iran hingga batas waktu 4 November 2018. Ancaman sanksi bisnis dengan AS diberikan untuk negara-negara yang tak patuh.
Iran pun bereaksi keras dan mengancam akan mengacaukan lalu lintas migas di Selat Hormuz. Hal ini akan menghalangi negara-negara di kawasan menggunakan selat strategis tersebut sebagai jalur ekspor migas.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan, Indonesia adalah negara yang selalu menghormati multilateralisme dan memercayai kekuatan negosiasi. Segala masalah yang dinegosiasikan akan memberi hasil yang sama-sama menguntungkan.
“Dalam konteks JCPOA, kita menghormati hasil dari negosiasi yang cukup panjang itu. Kita tahu ada satu pihak yang sudah menarik diri dari JCPOA dan kita menyesalkan penarikan diri itu. Tapi kita tetap berharap agar pihak-pihak lain yang ada di JCPOA terus melanjutkan kesepakatan yang sudah ada di dalam JCPOA itu,” tutur Retno seusai pertemuan.
Dalam pertemuan tingkat menteri untuk komisi bersama JCPOA 6 Juli kemarin di Vienn, Austria, menurut Retno, ada harapan baru bahwa JCPOA tetap dilanjutkan. Indonesia pun mendukung hasil pertemuan tersebut dapat diimplementasikan sepenuhnya. Pertemuan tingkat menteri tersebut dihadiri menteri-menteri dari Perancis, Jerman, Rusia, Inggris, Iran, dan China.
Pemerintah Indonesia pun, tambah Retno, akan terus berkomunikasi terutama dengan Uni Eropa.
Penguatan kerja sama
Kunjungan Wapres Iran ini juga sekaligus mendorong penguatan kerja sama Indonesia-Iran yang sudah terjalin cukup lama. Kerja sama yang sudah ada antara kedua negara ini tersebar di bidang ekonomi, politik, sosial, pengetahuan, dan pemberdayaan perempuan.
Dalam kunjungannya ke Jakarta tiga bulan lalu, Wapres Ebtekar juga sempat menemui Presiden Joko Widodo dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani. Saat itu, Wapres Ebtekar juga mengundang Menko Puan untuk hadir dalam konferensi internasional di Iran terkait peran teknologi komunikasi dan informasi dalam menguatkan usaha perempuan. Di Iran pun, sebanyak 75 persen usaha kecil menengah kerajinan tangan dijalankan perempuan. Untuk itu, perdagangan elektronik menjadi penting dibahas.
Di sisi lain, kerja sama minyak gas dengan perusahaan Indonesia juga dijajaki. “Kita punya sejarah panjang di bidang ini dan kami menunggu kerja sama yang lebih optimistis lagi dengan perusahaan-perusahaan Indonesia,” tutur Wapres Ebtekar.
Wapres Kalla menambahkan, penjajakan saat ini memasuki wilayah yang lebih teknis. “Sudah sejak lama sebenarnya. Dulu masih zamannya (Presiden) Ahmadinejad (2005-2013), sekarang juga masih dijajaki lagi secara teknis,” ujarnya.