Buah Bahagia dari Belajar Bersama
TBM Sukamulya Cerdas berupaya membuat membaca jadi kegiatan menarik. Dibuat pula pelatihan keterampilan, didukung sejumlah pihak, untuk memberdayakan warga. Dengan begitu, tujuan mencerdaskan dan menyejahterakan warga pun tercapai.
Membumikan gerakan literasi tidak semudah mengapungkan jargon manisnya di angkasa. Di tengah minimnya minat baca, butuh inovasi menjadikan literasi jadi sumber sejahtera sekaligus bahagia. Dari labirin gang sempit Kota Bandung, tantangan itu dijawab Taman Baca Masyarakat (TBM) Sukamulya Cerdas, Kecamatan Cinambo.
Senin (9/7/2018) siang, keceriaan anak-anak kembali hadir di TBM Sukamulya Cerdas. Sejumlah anak sibuk memilah buku kesukaan masing-masing. Salah satunya Nabila (5). Dia datang bersama ibunya, Erin (35). Walaupun belum lancar membaca, Nabila antusias mengeja kata demi kata pada cerita bergambar buku pilihannya.
Berselang 15 menit, Nabila menghampiri Rd Nonih Suarsih (52), yang duduk tidak jauh darinya. Nonih adalah ketua penyelenggara TBM Sukamulya Cerdas.
”Bu, boleh pakai komputer?” tanya Nabila. Nonih mengizinkannya asal Nabila didampingi ibunya. Di TBM Sukamulya, komputer baru bisa digunakan setelah pemakainya membaca buku.
Tak sulit bagi Nabila menggunakan komputer itu. Dia lancar menggerakkan tetikus memilih aplikasi permainan petualangan Putri Duyung. Tak sekadar bermain, aplikasi itu juga memperkenalkan ragam makhluk hidup di laut bagi Nabila yang tinggal di dataran tinggi.
”Penting mengenalkan hobi membaca sejak dini. Namun, anak-anak juga harus diizinkan bermain supaya tak lekas bosan belajar,” ujar Nonih.
Permainan dalam komputer ditawarkan TBM Sukamulya Cerdas, berjarak 15 kilometer dari pusat kota Bandung, untuk menarik minat baca masyarakat. TBM itu didirikan Nonih di bekas pabrik roti milik keluarganya tahun 2005. Programnya mulai dari pendampingan program pendidikan kesetaraan, pelatihan internet sehat serta membuat film pendek.
Pelatihan keterampilan
Ajakan membaca buku juga diiringi berbagai pelatihan keterampilan yang bermanfaat untuk pengembangan ekonomi. Di antaranya tata boga, kerajinan tangan, dan desain grafis. Bekerja sama dengan lembaga penerbit, perbankan, perguruan tinggi, dan pemerintah Kecamatan Cinambo, kegiatan yang dilakukan Nonih tak menarik biaya. Hal ini membuat warga antusias ikut serta. Masyarakat menyadari, pelatihan itu berpeluang memberikan mereka keahlian memulai usaha.
”Dulu, membaca bukan kebiasaan warga. Bahkan, kesadaran menyekolahkan anak sangat minim. Sekarang, membaca memberikan pilihan lain. Selain banyak yang melanjutkan sekolah, membaca jadi inspirasi usaha katering, berdagang kue, hingga jasa pembuatan desain grafis,” ujar Nonih.
Yadi Iman Irawan (25), warga Arcamanik, Kota Bandung, adalah salah satu peserta pelatihan desain grafis di TBM Sukamulya Cerdas, tahun 2015. Dua tahun terakhir, dia menikmati buah dari pelatihan itu dengan menerima jasa pembuatan beragam logo dan desain.
Dalam sebulan, Yadi memperoleh pemasukan Rp 1,5 juta-Rp 2 juta dari usaha desain grafis. Penghasilan itu menyokong pendapatan utamanya, hasil bekerja di bidang pemasaran produk farmasi. ”Penghasilan tambahan ini sangat membantu ekonomi keluarga,” ujarnya.
Buku-buku di TBM Sukamulya Cerdas sangat membantu Yadi dalam mempelajari ilmu desain grafis. Apalagi, awalnya dia tidak pernah mendapatkan pendidikan formal di bidang itu. Pendidikan terakhir Yadi adalah SMK bidang otomotif.
”Awalnya saya tidak kenal CorelDraw dan Photoshop. Modal utamanya hanya hobi menggambar. Saya belajar dari buku-buku di taman bacaan. Kini, selain dapat ilmu baru, membaca jadi keharusan agar ide desain saya tak mandek,” ujarnya.
Kisah Yadi dan ratusan peserta lain ikut mengantarkan TBM Sukamulya Cerdas meraih banyak penghargaan. Tahun 2009, taman bacaan ini meraih Juara 1 Pengelola TBM Tingkat Kota Bandung. Setahun kemudian, TBM Sukamulya Cerdas menjadi juara se-Jabar.
Masih rendah
Namun, Nonih tak lekas puas. Menurut dia, tingkat literasi masyarakat di Kota Bandung masih rendah. Salah satu buktinya, banyak taman bacaan di Bandung hidup kembang kempis. Dari 146 TBM, hanya 56 unit yang aktif mencerdaskan masyarakat. Minim inovasi jadi salah satu penyebabnya.
Kepala Bidang Pengembangan Perpustakaan dan Kearsipan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung Neti Supriati mengatakan, TBM Sukamulya Cerdas menjadi ujung tombak menggalakkan gerakan literasi di ”Kota Kembang” itu. TBM ini, kata Neti, kreatif mempromosikan literasi. Tak sekadar mengajak membaca, tapi penuh inovasi yang membuat warga berdaya.
Nonih terus berinovasi. Dua tahun terakhir, ia dan relawan TBM Sukamulya Cerdas rajin menjadikan literasi jadi benteng bagi beragam kabar bohong di media sosial. Tahun politik 2018-2019 jadi ladang ujian terdekatnya.
Hesti Setiani (30), salah seorang relawan, mengatakan, sejak beberapa bulan terakhir ia rajin mempromosikan kepada warga agar memilih pemimpin amanah dalam pemilihan kepala daerah Jabar dan presiden. Tahun ini, ia lebih leluasa menyuarakan hal itu karena terpilih jadi anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Cirengot, Cinambo.
”Saat menyebar formulir C6 dan mengirimkan surat undangan mencoblos, saya selalu titip pesan pada warga. Hindari kabar bohong. Jangan gandakan informasi tertentu jika sumber datanya tidak pasti. Sembarangan buat status saja sekarang bisa dipenjara,” kata Hesti.
Baik Hesti maupun Nonih tak bisa menjamin hasil dari kegiatan antihoaks itu. Namun, di tengah pesatnya teknologi penyebar kebencian, mereka percaya ada banyak pilihan baik yang bisa diambil warga.
Dari gang sempit di Cinambo, rendahnya minat membaca dilawan dengan gagah berani. Literasi tak hanya menawarkan pintar membaca, tapi peka pada masalah di sekitarnya sembari menikmati sejahtera hasil belajar bersama. (Cornelius Helmy)