Jalur Nonformal Dapat Bantuan Operasional
PONTIANAK, KOMPAS - Layanan pendidikan nonformal untuk jenjang pendidikan anak usia dini dan pendidikan kesetaraan berjalan atas inisiatif dan komitmen masyarakat. Namun, layanan pendidikan nonformal masih berjalan ala kadarnya karena mengutamakan membuka akses pendidikan bagi warga yang terkendala masuk dalam sistem persekolahan.
Padahal, pendidikan nonformal juga punya peran dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik anak usia dini, anak usia sekolah, hingga orang dewasa.
" Pendidikan nonformal juga jadi bagian penting dalam sistem pendidikan. Pemerintah secara bertahap menyediakan bantuan operasional pendidikan atau BOP untuk pendidikan nonformal," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Didik Suhardi di acara Penganugerahan Apresiasi Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat (Dikmas) Berprestasi dan Berdedikasi Tahun 2018 di Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat (13/7/2018).
Menurut Didik, sebagian besar lembaga PAUD dan Dikmas (keaksaraan untuk pemberantasan buta aksara, kesetaraan Paket A/SD, B/SMP dan C/SMA, taman bacaan, hingga kursus dan pelatihan) didirikan atas inisiatif masyarakat secara swadaya. Layanannya hingga ke pelosok daerah, bahkan ke daerah yang tidak terlayani persekolahan.
"Pemerintah pusat menggelar Apresiasi Guru dan Tenaga Kependidikan PAUD dan Dikmas setiap tahun selama 12 tahun ini untuk memotivasi mereka yang melakukan aksi nyata dalam melayani pendidikan masyarakat. Apresiasi ini kiranya membuat GTK PAUD dan Dikmas juga termotivasi untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan dan berinovasi dalam pembelajaran," kata Didik.
Dukungan pemerintah untuk PAUD, ujar Didik, sejak 2016 mengucurkan BOP PAUD. Anak didik di lembaga PAUD mendapatkan BOP sebesar Rp 600.000/tahun untuk mendukung pembelajaran. Jumlahnya dibatasi maksimal 120 siswa per lembaga.
"PAUD berkembang prsat. Jangan sampai layanan PAUD bagi anak-anak usia emas ini salah. Dukungan BOP dalam upaya membantu penyelengaraan PAUD yang baik, yang lebih berfokus pada bermain sambil belajar. Bukan fokus pada membaca, menulis, dan menghitung," kata Didik.
Menurut Didik, pendidikan kesetaraan untuk Paket A, B, dan C juga akan dosediakan BOP kesetaraan. Kebutuhannya mencapai Rp 470 miliar. "Sudah ada dana Rp 70 miliar dari Ditjen PAUD dan Dikmas. Nanti, sisanya masih dicarikan oleh Kementerian Keuangan," ujar Didik.
Secara terpisah, Direktur Jenderal PAUD dan Dikmas, Kemdikbud, Harris Iskandar menyebutkan alokasi dana BOP untuk pendidikan kesetaraan sedang berproses. Direncanakan BOP untuk warga belajar Paket A besaranya Rp 1 juta per tahun, Paket B Rp 1,5 juta, serta Paket C Rp 1,75 juta.
Direktur Pembinaan GTK PAUD dan Dikmas, Kemdikbud, Abdoellah, mengatakan dari peningkatan kualitas pembelajaran dari para tutor/pamong belajar kesetaraan terus didukung. Pembelajaran bisa dilaksanakan secara fleksibel, namun materi setara pendidikan formal juga mengacu pada Kurikulum 2013.
"Pelaksanaan ujian nasional kesetaraan juga sudah berbasis komputer. Lulusan Paket C juga mampu berkompetisi di ujian tulis perguruan tinggi negeri. Semakin bnyak yang diterima di PTN," kata Abdoellah.
Peserta UN kesetaraan Paket B dan C tahun ini sebanyak 327.233 orang. Sekitar 97 peserta mengikuti ujian berbasis komputer.
Salah satu lulusan Paket C adalah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang tahun ini ikut ujian di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Ijazah formal Susi hanya SMP. Dia mendapat gelar doktor honoris causa dari perguruan tinggi. Namun, Susi mengikuti ujian nasional kesetaraan Paket C agar punya ijazah setara SMA.
Pengelola dan tutor di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Wefo di Manokwari, Papua Barat Aksamina Kambuaya, mengatakan lembaga ini melayani warga belajar yang buta aksara dan yang putus sekolah. Usia peserta berkisar 18-45 tahun. Selain itu juga, menyediakan taman bacaan untuk masyarakat dan pelatihan keterampilan.
"Awalnya, karena prihatin dengan banyaknya warga yang buta aksara dan tidak sekolah. Akhirnya, kami dapat dukungan dari pemerintah daerah. Namun, kami perlu terus meningkatkan inovasi pembelajaran dan pelatihan untuk mengangkat mutu SDM Papua," kata Aksamina yang sehari-hari guru SMP.
Menurut Aksamina, kebutuhan pendidikan kesetaraan mulai dirasakan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi membuat peluang kerja terbuka. "Para ibu butuh ijazah untuh bisa melamar jadi cleaning service di perusahaan. Para bapak butuh ijazah untuk kerja satpam," kata Aksamina.
Sementara itu, Pengelola Kelompok Bermain (KB) Mekar dari Kabupaten Bolaang Mangondow, Sulawesi Utara, Siti Hanifa Gonibala, mengatakan dirinya mendirikan KB sejak 2011 untuk melayani anak-anak usia 3-5 tahun. Lembaga didirikan secara gratis supaya anak usia dini mendapatkan stimulus yang baik. Ada 41 anak yang belajar di KB selama tiga kali seminggu.
"Kami dapat bantuan dari desa untuk menggaji guru. Besarnya Rp 300.000/bulan. Saya merasa ingin membantu masyarakat supaya anak-anak usia dini di desa bisa diasuh dengan baik," ujar Siti.