Penembakan Pelaku Kejahatan Meningkat Jelang Asian Games 2018
›
Penembakan Pelaku Kejahatan...
Iklan
Penembakan Pelaku Kejahatan Meningkat Jelang Asian Games 2018
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Jumlah terduga pelaku kriminal yang ditembak di tempat oleh polisi meningkat dalam dua tahun terakhir. Tindakan tersebut perlu dievaluasi karena masih ada kasus salah sasaran tembak.
Peneliti Amnesty International Bramantya Basuki di Jakarta, Minggu (22/7/2018), mengatakan, pada periode Januari-Juli 2018, jumlah penjahat yang ditembak di tempat oleh polisi adalah 71 orang. Jumlah tersebut meningkat dari periode yang sama pada 2017, yaitu 38 orang.
Peningkatan penembakan juga terjadi selama dua bulan terakhir, yaitu dari 9 orang pada Juni menjadi 13 orang pada Juli. Menurut Bramantya, peningkatan tersebut dipengaruhi oleh pelaksanaan Operasi Cipta Kondisi yang digelar Polda Metro Jaya selama 3 Juli-3 Agustus. Operasi tersebut digelar untuk memberantas begal dan jambret, serta pengamanan menjelang Asian Games 2018.
“Pola pengamanan yang diterapkan di DKI Jakarta cenderung serupa dengan di Rio de Janeiro, Brasil, ketika menjadi tuan rumah Olimpiade Brazil 2016,” kata Bramantya dalam jumpa pers yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil bertajuk Usut Tuntas Extra Judicial Killing dalam Operasi Kewilayahan Mandiri 2018 Polda Metro Jaya. Dalam konferensi tersebut, hadir perwakilan dari beberapa lembaga swadaya masyarakat, yaitu Amnesty International Indonesia, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Imparsial, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Perkumpulan LBH Masyarakat, dan Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI).
Bramantya menambahkan, di Rio de Janeiro, polisi setempat melaksanakan operasi keamanan di wilayah padat dan rawan kriminal menjelang Olimpiade Brazil yang dilaksanakan pada Agustus 2016. Berdasarkan hasil operasi keamanan tersebut pada Mei 2016, 40 penjahat tewas karena ditembak di tempat oleh polisi. Jumlah tersebut meningkat 135 persen dari Mei 2015, yaitu terdapat 17 orang tewas ditembak.
Pengacara publik LBH Jakarta Arif Maulana mengatakan, penembakan terhadap pelaku kriminal perlu ditinjau kembali. Sebab, tindakan tersebut berpotensi salah sasaran. Pada 2013, LBH Jakarta mendampingi korban dari 37 kasus yang antara lain terdiri dari kasus salah sasaran tembak.
Penembakan juga tidak boleh keluar dari koridor ketentuan dalam Peraturan Kepala Polri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Selain itu, penembakan diatur dalam Peraturan Kepala Polri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dalam kedua aturan tersebut, dijelaskan bahwa penembakan hanya boleh dilakukan jika tidak ada alternatif lain untuk menghentikan pelaku kriminal. Penembakan pun dilakukan untuk melumpuhkan pelaku, bukan untuk mematikan.
Berdasarkan catatan Polda Metro Jaya, selama dua pekan awal Operasi Cipta Kondisi, 52 pelaku kejahatan jalanan ditembak. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono menjelaskan, tindakan tegas dan terukur dilakukan terhadap penjahat yang melawan petugas atau membahayakan masyarakat (Kompas, 17/7/2018).
Evaluasi
Peneliti ICJR Sustira Dirga mengatakan, dari 52 pelaku kejahatan jalanan yang ditembak, 11 orang di antaranya tewas. Penembakan yang menyebabkan kematian itu termasuk dalam kategori extra judicial killing atau pembunuhan di luar putusan pengadilan.
Tindakan tersebut perlu dievaluasi karena berdasarkan UUD 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), dan ketentuan HAM internasional, setiap warga memiliki hak untuk hidup dan mendapatkan pengadilan yang adil dan berimbang. “Pembunuhan di luar putusan pengadilan juga menunjukkan penegak hukum menggunakan jalan pintas dalam menanggulangi suatu kejahatan,” kata Dirga.
Berdasarkan jajak pendapat Litbang Kompas, seiring dengan maraknya kejahatan jalanan selama dua bulan terakhir, mayoritas responden yang disurvei Juli lalu menginginkan upaya pencegahan. Sebanyak 23 persen warga jajak pendapat berharap ada penambahan pemasangan kamera pemantau. Sebanyak 21,4 persen warga ingin polisi menambah petugas dan meningkatkan patroli.
Meski demikian, 85 persen responden sepakat jika polisi menembak penjahat yang melawan. Mereka berharap, tindakan tersebut dapat membuat pelaku jera (Kompas, 15/7/2018).