JERUSALEM, KAMIS -- Pemerintah Israel kembali memberlakukan larangan pengiriman minyak ke Jalur Gaza. Larangan itu sebagai balasan atas bom layang-layang dan balon yang dikirimkan oleh penduduk Gaza.
Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman mengatakan, pintu perlintasan Kerem Shalom akan ditutup sampai pemberitahuan lebih lanjut. "Keputusan itu dibuat untuk menanggapi teror berkesinambungan lewat bom molotov dan perusakan pagar (pembatas Gaza dengan Israel)," ujarnya seraya merujuk pada bentrokan berbulan-bulan antara tentara Israel dan pengunjuk rasa Palestina.
Pada 9-17 Juli 2018, Israel melarang pasokan minyak ke Gaza, sementara barang-barang lain tetap boleh masuk ke wilayah itu. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengecamnya dan menyebut pelarangan itu berdampak pada pelayanan kesehatan serta bisa mengganggu sistem sanitasi.
Minyak dibutuhkan, terutama untuk pembangkit listrik. Tanpa pembatasan pun, operasional pembangkit listrik sudah terbatas sehingga kebutuhan listrik di rumah sakit dan tempat pengolahan air terganggu. Karena itu, PBB menegur keras pembatasan pasokan minyak ke Gaza. Teguran PBB membuat Israel mencabut larangan tersebut. Kini, Israel kembali memberlakukan larangan serupa.
Tanpa pembatasan pun, operasional pembangkit listrik sudah terbatas sehingga kebutuhan listrik di rumah sakit dan tempat pengolahan air terganggu.
Bom molotov yang diikatkan pada layang-layang dan bom menjadi senjata baru penduduk Gaza. Layang-layang dapat diterbangkan dari tempat yang jauh dari pagar perbatasan Gaza-Israel. Setelah berada di atas wilayah Israel, bom jatuh. Dalam beberapa serangan, bom mengenai ladang-ladang warga Israel. Pemerintah Israel menyebut serangan layang-layang itu menimbulkan kerugian ribuan dollar AS.
Penduduk Gaza menggunakan bom layang-layang sebagai balasan atas serangan dan kebrutalan tentara Israel beberapa bulan terakhir. Secara rutin, tentara Israel mengerahkan serangan udara ke Gaza dengan alasan mencari teroris.
Tentara Israel juga terlibat bentrokan dengan penduduk Gaza sejak April 2018. Bentrokan itu merupakan dampak dari unjuk rasa yang bertujuan menyuarakan keinginan warga Palestina kembali ke tanah mereka yang dirampas oleh Israel selama puluhan tahun.
Lebih dari 100 penduduk Gaza tewas ditembak tentara Israel yang beralasan sedang mencegah unjuk rasa. Selain itu, ratusan lain cedera karena tembakan peluru karet, gas air mata, hingga pukulan tentara Israel.
Sebelum ada larangan pasokan minyak, Gaza sudah terisolasi. Seluruh perbatasan Gaza hanya bisa dilewati dari Israel atau Mesir. Pemerintah Mesir sudah bertahun-tahun menutup pintu perbatasan Rafah yang menghubungkan Gaza dengan Mesir. Adapun Israel memberlakukan kebijakan buka tutup untuk sejumlah pintu perbatasan wilayahnya dengan Gaza.
PBB berulang kali mendesak pintu-pintu perlintasan itu dibuka agar bantuan mudah masuk. Menurut PBB, 80 persen dari 2 juta penduduk Gaza amat tergantung pada bantuan. (AFP)