Trauma Korban Pemerkosaan Harus Menjadi Pertimbangan
JAKARTA, KOMPAS — Kalangan aktivis perempuan dan anak mendukung upaya banding oleh korban pemerkosaan, WA (15), menyusul putusan hakim Pengadilan Negeri Muara Bulian yang memvonisnya 6 bulan penjara. Faktor psikologis WA yang mengalami trauma akibat kekerasan seksual mesti menjadi pertimbangan hukum.Aliansi Keadilan untuk Korban Perkosaan di Jakarta, Minggu (5/8/2018), mengecam penjatuhan pidana 6 bulan penjara pada WA, anak korban pemerkosaan yang menggugurkan kandungan. Selain memeriksa secara hati-hati perkara itu, majelis hakim tingkat banding juga diharapkan tak memperkuat putusan pengadilan pertama dengan membebaskan WA. Harapan itu disampaikan Adriana Venny (Komisioner Komnas Perempuan), Livia Iskandar (psikolog Yayasan Pulih), Maidina Rahmawati (peneliti Institute for Criminal Justice Reform/ICJR), dan Veni Siregar (Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan Jakarta)."Kami berharap Pengadilan Tinggi Jambi menggelar sidang terbuka. Selama persidangan di pengadilan negeri (PN), beberapa hal diabaikan," ujar Maidina.Dari kajian yang dilakukan ICJR dan kalangan aktivis perempuan dan anak, WA seharusnya dibebaskan majelis hakim karena unsur tindak pidana dituntut pada WA tak terbukti. Sebab, tak ada pembuktian di persidangan bahwa bayi ditemukan warga adalah anak korban pemerkosaan itu. Dalam visum et repertum pada bayi, tak diketahui penyebab kematian bayi.Selain itu, penuntut umum dan majelis hakim PN tak menggali aspek psikologis anak yang jadi korban pemerkosaan yang didakwa melakukan aborsi. Padahal, hakim terikat Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum, yang mewajibkan hakim menggali rasa keadilan agar putusan berkeadilan bagi perempuan. "Fakta anak adalah korban pemerkosaan yang trauma diabaikan. Padahal, korban pemerkosaan boleh aborsi," kata Veni."Perlu pemeriksaan psikologis dan keterangan psikolog atau psikiatri di pengadilan. Apalagi pelakunya adalah kakaknya," kata Livia. (SON)