JAKARTA, KOMPAS - Indonesia belum menggali pasar Selandia Baru sebagai tujuan ekspor yang strategis. Selama ini, Indonesia selalu defisit dalam transaksi perdagangan dengan Selandia Baru.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seusai pembukaan New Zealand Tech di Jakarta, Kamis (4/10/2018), mengatakan, Indonesia belum mengekspor komoditas nonmigas unggulan ke Selandia Baru. Padahal, jarak kedua negara tidak begitu jauh.
“Kita lebih dekat dengan Selandia Baru dan Australia. Sedangkan Indonesia sudah mengekspor ke banyak negara, termasuk Timur Tengah dan Amerika Latin,” kata Airlangga.
Indonesia belum mengekspor komoditas nonmigas unggulan ke Selandia Baru
Pemerintah berkomitmen meningkatkan nilai transaksi perdagangan antara kedua negara. Pada 2017, nilai transaksi perdagangan Indonesia-Selandia Baru sebesar Rp 17,6 triliun. Pemerintah ingin meningkatkan hingga Rp 40 triliun pada 2024.
Airlangga menyebutkan, Indonesia selalu defisit dalam transaksi perdagangan tersebut. Ini karena Indonesia masih mengimpor banyak produk turunan pertanian dari Selandia Baru, seperti susu dan keju.
Indonesia melihat ada peluang ekspor bagi komoditas otomotif dan alat perkakas hasil karya bangsa. Ia telah mendiskusikan hal tersebut dengan Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Selandia Baru Winston Peters yang sedang berkunjung ke Indonesia.
Indonesia melihat ada peluang ekspor bagi komoditas otomotif dan alat perkakas hasil karya bangsa.
Selain rencana peningkatan ekspor, investasi perusahaan Selandia Baru di Indonesia juga akan ditingkatkan. Saat ini, perusahaan Fonterra yang bergerak di bidang pengolahan susu telah berinvestasi di Tanah Air.
“Kita bisa dorong mereka untuk mengembangkan dairy product di Indonesia. Kalau bisa, trade dan services kita akan meningkat,” tuturnya.
Peters menambahkan, masih banyak ruang kerja sama bagi kedua negara untuk dikembangkan. Selandia Baru memiliki banyak inovasi teknologi yang dapat membantu pengembangan industri manufaktur dan energi terbarukan di Indonesia. “Teknologi akan menciptakan sumber pendapatan dan pasar yang baru,” ujarnya.
Duta Besar Selandia Baru untuk Indonesia Trevor Matheson menyampaikan, Selandia Baru sedang menerapkan solusi inovatif di sektor manufaktur fast-moving consumer goods (FMCG) yang dapat meningkatkan produktivitas dan efektivitas perusahaan.
Selandia Baru sedang menerapkan solusi inovatif di sektor manufaktur fast-moving consumer goods (FMCG) yang dapat meningkatkan produktivitas dan efektivitas perusahaan
Komisioner Perdagangan Selandia Baru untuk Indonesia Diana Permana, mengatakan, penerapan teknologi sejalan dengan proyek Making Indonesia 4.0. Proyek itu bertujuan meningkatkan daya saing industri manufaktur melalui aplikasi teknologi.