Mereka yang Diselamatkan dan Selamat...
Kisah nyata tentang cinta kasih dan semangat untuk bertahan hidup hadir dalam insiden penyerangan kelompok kriminal bersenjata Egianus Kogoya terhadap puluhan pekerja PT Istaka Karya di puncak Bukit Kabo, Minggu (2/12/2018).
Sehari sebelumnya, Sabtu (1/12), Endinus Tabuni, salah seorang mantri di puskesmas setempat, memilih tak beraktivitas di luar rumah di Kampung Yigi, Kabupaten Nduga, Papua. ”Saat itu ada perayaan bakar batu untuk memperingati kemerdekaan Papua oleh kelompok kriminal bersenjata Egianus Kogoya yang berjumlah sekitar 50 orang sejak pukul 09.00 WIT,” ujar Endinus kepada Kompas saat ditemui di Timika, Minggu (9/12).
Acara bakar batu itu berupa kegiatan memasak daging babi, ubi jalar, dan sayur-sayuran dengan cara diasapi dengan batu yang telah dipanaskan di dalam sebuah lubang. Bakar batu biasanya dilaksanakan untuk acara perayaan syukuran, pernikahan, ataupun kedukaan di kalangan masyarakat pegunungan Papua. Kegiatan tersebut diwariskan turun-temurun di wilayah pegunungan tengah Papua.
Sore hari sekitar pukul 17.00, Endinus dari depan rumahnya tiba-tiba melihat kelompok Egianus membawa puluhan pekerja PT Istaka Karya tanpa baju dan hanya menggunakan celana. Tangan mereka diikat dengan tali berbahan kulit kayu. Mereka dibawa kelompok Egianus ke arah Sungai Karunggame yang dekat dengan puncak Bukit Kabo.
Ternyata, kelompok Egianus tidak hanya berniat mengeksekusi pekerja PT Istaka, tetapi juga para pekerja yang berada di Yigi. Kebetulan saat itu Endinus menampung dua pekerja yang sedan membangun rumah dinas dokter di Yigi. Kedua pekerja asal Toraja, Sulawesi Selatan, itu adalah Diro Rombe dan Tono.
Selang beberapa menit, dua anggota Egianus sambil membawa parang mendatangi rumah Endinus. Dengan nada suara kasar, mereka menanyakan keberadaan Diro dan Tono. Endinus, juga sambil memegang parang, mengatakan kedua pekerja telah berangkat ke Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, sejak Sabtu pagi. Padahal, Endinus dengan mempertaruhkan nyawanya menyembunyikan kedua pekerja itu di dalam kamar.
”Saya mengunci pintu kamar dan menyuruh keduanya untuk tidak berbicara atau bergerak hingga situasi di Yigi aman. Kedua pekerja ini tidak bersalah. Saya tidak akan membiarkan kelompok itu membunuh mereka,” tuturnya.
Endinus pun kemudian mengantarkan kedua pekerja ke hutan pada Minggu malam untuk mengungsi ke Mbua. Setelah itu dia menjemput anaknya, Krisna Tabuni (3), di rumah dan turut menyusul kedua pekerja itu untuk membantu menyelamatkan diri dari serangan kelompok Egianus.
Perjalanan Endinus bersama anak dan dua pekerja itu ke Mbua butuh waktu dua jam. Untuk menghindari kelompok Egianus, keempatnya tidak melewati jalur Trans-Papua yang sedang dibangun. Mereka justru memilih melewati bukit yang terjal dan sungai agar selamat.
Sedianya mereka hendak melarikan diri ke pos pengamanan TNI di Distrik Mbua. Ternyata, kelompok Egianus juga menyerang pos tersebut pada Senin (3/12) sekitar pukul 05.00 hingga pukul 21.00. Dalam penyerangan ke pos itu, Sersan Satu Anumerta Handoko gugur akibat kehabisan darah karena terkena tembakan di punggung. Demikian juga Prajurit Satu Sugeng Sugiono mengalami luka tembak di lengan saat akan meninggalkan pos.
Akhirnya Endinus beserta anak dan dua pekerja itu memilih bersembunyi di kampung halamannya yang berdekatan dengan Mbua, yakni Distrik Mbulmu Yalma. ”Kami baru mendatangi pos di Mbua setelah kedatangan tim gabungan TNI dan Polri pada Selasa (4/12),” ujarnya. Akhirnya dia bersama anaknya dan Diro dievakuasi dengan helikopter ke Timika pada Kamis (6/12), sementara Tono dibawa ke Wamena.
Diro saat dihubungi mengaku dirinya dan Tono sangat yakin sang mantri Endinus akan menyelamatkan nyawa mereka walaupun dia warga setempat. ”Sehari-hari beliau begitu perhatian dengan kami. Berkat dia, kami berhasil selamat dari pembunuhan,” ucap pria berusia 34 tahun ini.
Dikira mati
Kalau Diro dan Tono diselamatkan warga setempat, Martinus Sampe Pongliling justru selamat setelah dikira tewas oleh anggota kelompok kriminal bersenjata. Sabtu pekan lalu menjadi momen tak terlupakan bagi Martinus, salah seorang pekerja PT Istaka Karya yang berhasil selamat dari eksekusi kelompok Egianus. Pria asal Toraja ini bersama 24 rekannya disandera kelompok tersebut di Kali Karunggame sejak pukul 17.00 hingga Minggu pukul 06.00.
Dengan tangan terikat, Martinus bersama rekan-rekannya dipaksa berjalan ke lereng Bukit Kabo. Perjalanan ke sana memakan waktu sekitar tiga jam. Kemudian anggota kelompok Egianus menyuruh mereka membuat lima barisan dan berjongkok.
”Mereka langsung menembaki kami. Saya terkena dua tembakan di kaki dan langsung jatuh ke tanah. Teman di samping saya meninggal terkena tembakan di kepala. Darahnya mengenai mulut dan wajah saya,” ungkap pemuda berusia 23 tahun ini dengan tegar saat ditemui di Rumah Sakit Mitra Masyarakat Timika, Minggu siang lalu.
Kelompok Egianus pun mengira Martinus meninggal karena melihat darah di sekitar wajahnya. Kelompok itu meninggalkan lokasi kejadian sambil menari dan menyanyikan yel-yel. Tiga puluh menit kemudian, Martinus beserta lima pekerja yang dianggap telah meninggal segera melarikan diri.
Enam pekerja ini tak melarikan diri secara bersama-sama. Martinus bersama seorang rekannya bernama Jefri (20) yang terkena tembakan di tangan. Mereka pun meninggalkan puncak Bukit Kabo dengan jalan pintas, yakni melompat dari jurang dengan tinggi sekitar 10 meter. Ajaibnya, Martinus dan Jefri tak mengalami patah kaki. Martinus kemudian menggigit tali yang mengikat tangan Jefri hingga putus. Setelah itu barulah Jefri membuka ikatan tali yang mengikat tangan Martinus.
”Sepanjang perjalanan, saya bersama Jefri sambil menahan sakit melintasi sungai dan hutan hingga tiba di pos TNI di Mbua pada Minggu malam. Kami tidak melewati jalan Trans-Papua untuk menghindari kelompok tersebut,” tutur Martinus.
Di pos, Martinus menjumpai dua rekannya, Jimy Aritonang (31) dan Ayub (21), yang terkena tembakan di tangan. Ternyata, kelompok Egianus mengejar mereka hingga ke pos tersebut. Terjadi kontak senjata di pos hingga 16 jam.
Setelah kondisi cukup kondusif, dalam kondisi terluka, keempatnya nekat berjalan kaki dari Mbua ke Wamena yang berjarak sekitar 90 kilometer, Selasa pagi. Tim gabungan TNI dan Polri pun menemukan empat pekerja ini di Kilometer 53. Mereka dievakuasi dengan helikopter ke Wamena pada sore harinya.
”Sebenarnya warga setempat di Yigi telah memohon ke kelompok itu agar melepaskan kami. Namun, mereka tetap menyandera hingga menembak kami di Bukit Kabo. Kejadian ini jadi momen terberat dalam hidup saya. Mudah-mudahan saya bisa secepatnya sembuh dan melupakan rasa trauma ini,” tutur sulung dari empat bersaudara ini.
Dari insiden di Yigi, sebanyak 16 pekerja meninggal dan 7 pekerja lainnya berhasil selamat. Kini masih ada lima pekerja yang masih terus dicari, hidup atau mati.