Peluang Galangan Kapal Besar
JAKARTA, KOMPAS
Peluang mengembangkan industri galangan kapal besar. Namun, peluang itu mesti diikuti dengan peningkatan kapasitas galangan kapal. Peningkatan kapasitas galangan kapal membutuhkan dukungan pemerintah.
"Keberadan galangan kapal untuk negara maritim seperti Indonesia adalah kebutuhan mutlak untuk kemandirian dan kedaulatan negara. Tidak banyak yang tahu, saat ini dari sekitar 250 galangan kapal yang ada di Indonesia, hanya sekitar 30 persen diantaranya yang dapat bertahan dan beroperasi. Selebihnya mati suri dan sebagian sudah tutup," kata Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Eddy K Logam saat dihubungi Kompas di Jakarta, Minggu (16/12/2018).
Menurut Eddy, sebenarnya pemerintah sudah memberi dukungan berupa kebijakan bahwa BUMN dan kapal-kapal SKK Migas diminta untuk membuat kapal di dalam negeri, bukan membeli dari luar negeri. Namun, hal itu belum sepenuhnya terealisasi.
"Padahal, keberadaan dan kemandirian industri galangan kapal nasional akan memberikan banyak manfaat bagi Indonesia. Mulai dari penciptaan lapangan pekerjaan dalam industri galangan kapal, kontribusi industri galangan kapal kepada penerimaan negara, serta hasil produksi industri galangan kapal yang akan menyumbang terhadap perekonomian nasional secara berkesinambungan," kata Eddy.
Industri galangan kapal, tambah dia, juga berpotensi besar memicu eksistensi dan mendukung program Tingkat Komponen Dalam Negeri atau TKDN serta membuka lapangan-lapangan pekerjaan baru pada segmen komponen kapal.
"Sayangnya, sampai saat ini dukungan nyata dari pemerintah belum terealisasi. Masih banyak pelayaran yang membeli kapal dan memperbaikinya di luar negeri. Ketergantungan industri pelayaran terhadap galangan di luar negeri secara langsung menjadikan trend negatif untuk cita cita negara menjadi Poros Maritim Dunia. Devisa negara juga mengalir ke luar negeri, sehingga tidak menguntungkan mata uang rupiah," jelas Eddy.
Saat ini galangan kapal menghadapi tantangan berupa masih banyaknya komponen pembangunan maupun perbaikan kapal yang diimpor. Hal tersebut kadang kala membuat penyelesaian pekerjaan kemudian membutuhkan waktu yang lebih panjang dari perkiraan awal.
"Kami berharap Pemerintah, BUMN, Kementerian, dan Lembaga agar tidak serta-merta mengenakan denda atas kapal-kapal yang terlambat diserahkan, mulai dari kapal perintis, kapal kenavigasian, kapal penyeberangan, kapal patroli, kapal pesanan Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP), hingga kapal-kapal pesanan BUMN," kata Eddy.
Anggota Iperindo Goh Darmadi menambahkan, seperti industri lain, galangan kapal juga membutuhkan toleransi, baik dari sisi waktu, permodalan, dan kapasitas. "Tahun 2005, jumlah kapal berbendera Indonesia hanya 5.000 kapal yang ukurannya kecil. Saat ini kapal Indonesia sudah mencapai 21.000 dengan berbagai ukuran dan banyak yang besar. Jadi industri galangan juga harus meningkatkan kapasitasnya," kata Darmadi.
Untuk meningkatkan kapasitasnya itu, galangan kapal membutuhkan waktu dan permodalan. "Seperti juga di China dan Korea, sebelum menjadi raksasa industri galangan kapal dunia mereka harus belajar dulu. Dan investasi untuk belajar ini tidak murah dan tidak sebentar," tegas Darmadi. (ARN)