Zaiwan, Penjaga Hutan Pelawan
Kecintaannya pada Hutan Pelawan, Provinsi Bangka Belitung, membuat Zaiwan (39) mengabdikan diri sepenuh menjadi pelestari hutan itu. Tawaran untuk menjual lahan dengan harga menggiurkan dari para pengusaha timah terus berdatangan, namun semua itu ditolaknya demi mempertahankan warisan leluhur. Dan terbukti, pengelolaan hutan lestari mampu menghasilkan kesejahteraan masyarakat.
Hutan Pelawan berada di Desa Namang, Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung. Disebut Hutan Pelawan karena sebagian besar tanaman di hutan seluas 350 hektar itu adalah pohon pelawan (Tristaniopsis Merguensis Griff). Pohon lainnya adalah tanaman leting, rempodong, mesirah, lada, dan karet. Lahan hutan sebagian milik warga, sebagian lagi milik Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah.
Di hutan itu, Zaiwan kecil bermain. Dia mendapat banyak pengetahuan kala mengeksplorasi hutan, termasuk manfaat pohon pelawan. Selain berfungsi sebagai tanaman peneduh setiap bagian dari pohon pelawan, memiliki khasiat kesehatan.
Daun dan kulit pohon pelawan bisa dijadikan obat herbal untuk menurunkan darah tinggi dan kolestrol. “Namun, biasanya yang digunakan masyarakat hanya daun, kalau kulitnya dimanfaatkan dikhawatirkan akan merusak pohon,” katanya.
“Namun, biasanya yang digunakan masyarakat hanya daun, kalau kulitnya dimanfaatkan dikhawatirkan akan merusak pohon,” katanya.
Dengan memiliki banyak pengetahuan tentang pohon pelawan itulah, niat Zaiwan mempertahankan hutan semakin besar. Perjuangan itu terjadi saat ia menjabat sebagai Kepala Desa Namang 2008-2014. Banyak tawaran dari sejumlah perusahaan tambang untuk menjual kawasan hutan untuk dieksplorasi. Ketertarikan perusahaan itu muncul karena lahan yang ditumbuhi tanaman pelawan kaya akan kandungan timah.
Untuk mendapatkan tanda tangannya, beberapa perusahaan tambang pernah menawarinya sejumlah uang. Tidak tanggung-tanggung, nilainya sampai puluhan miliar. Sejumlah warga pun sempat merayunya. Namun Zaiwan tetap pada pendiriannya. Ia akan selalu mempertahankan hutan pelawan tetap lestari.
Ketegasannya itu berujung pada diterimanya label “orang gila” oleh sejumlah warga yang menyayangkan sikap Zaiwan tersebut. “Bagi saya, kelestarian lingkungan lebih besar dibanding uang,” katanya. Saat sebuah kawasan hutan diubah menjadi kawasan eksplorasi timah, kondisinya tidak akan bisa kembali seperti sedia kala.
Jamur dan madu
Lalu, dia mengajak warga desa yang memiliki lahan di area Hutan Pelawan melestarikan hutan. “Saya yakin jika dikelola dengan benar, maka Hutan Pelawan akan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat,” ujarnya.
Ia yakin karena Hutan Pelawan juga menghasilkan sejumlah komoditas bernilai ekonomi tinggi, yakni jamur dan madu. Jamur pelawan tumbuh setiap pergantian musim dari musim panas ke musim hujan. "Pertumbuhannya tidak menentu, kadang panen dua kali setahun, terkadang lima kali setahun. Tergantung dari jumlah pergantian musim,” ujar Zaiwan.
Ada cerita menarik yang muncul dan berkembang di masyarakat terkait jamur pelawan. Jamur dulunya adalah pengawal raja yang ada di kayangan. Namun, karena ingin melihat kilatan petir di bumi tanda pergantian musim, mereka turun ke bumi. Tindakan tersebut diketahui raja yang akhirnya mengutuk mereka menjadi jamur.
Dalam satu kali panen, hutan menyediakan 30-50 kilogram jamur. Adapun satu kilogram jamur dihargai Rp 2,5 juta. Mahalnya harga jamur tersebut lantaran kandungan gizi yang ada di dalam jamur palawan sangat tinggi. Jamur mengandung antioksidan dan kandungan protein yang lebih tinggi dari protein yang ada di daging merah dan daging ayam.
Kandungan ini ditemukan oleh tim peneliti Institut Pertanian Bogor saat meneliti jamur ini tahun 2008-2012. "Bahkan sejumlah peneliti dari luar negeri juga pernah berkunjung untuk melihat khasiat jamur tersebut," ujar Zaiwan.
"Bahkan, sejumlah peneliti dari luar negeri juga pernah berkunjung untuk melihat khasiat jamur tersebut," ujar Zaiwan.
Bagi masyarakat setempat, jamur ini digunakan sebagai bahan baku olahan makanan khas yakni lempah. Lempah adalah campuran bumbu rempah yang dilarutkan dalam santan dengan jamur sebagai bahan utamannya.
Adapun madu yang dihasilkan dari Hutan Pelawan terasa ada pahitnya. Madu diperoleh dari sarang lebah yang dipanen setiap tiga minggu sekali. Dalam sekali panen ada sekitar 50 sarang yang dipanen. Satu sarang menghasilkan 200 mililiter-300 mililiter. Madu dijual Rp 200.000 per 300 cc. “Madu ini menjadi salah satu produk khas dari Hutan Pelawan. Rasa madu Pelawan khas, ada campuran rasa pahit dan manis di dalamnya,” jelas Zaiwan.
Selain itu, warga juga menanam produk unggulan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yakni lada. Luas tanaman lada di kawasan hutan ini mencapai 100 hektar.
Perputaran uang pengelolaan komoditas di dalam Hutan Pelawan mencapai Rp 100 juta per bulan. “Selain hutan lestari, perputaran ekonomi juga membuat warga sekitar sejahtera,” ucapnya. Penghasilan penjualan komoditas juga dijadikan modal untuk melestarikan hutan teramasuk pengembangan wisata Hutan Pelawan.
Kini, Zaiwan memiliki misi untuk memperkenalkan Hutan Pelawan kepada para wisatawan. Salah satu caranya adalah mengembangkan wisata alam. Ia membangun perkemahan dan penginapan menggunakan rumah masyarakat (homestay). Saat ini ada 20 homestay yang tersedia bagi wisatawan yang ingin menikmati Hutan Pelawan.
Wisatawan yang datang biasanya merindukan ketenangan. Bahkan, ada beberapa wisatawan yang tidak ingin listrik di perkemahan agar bisa menikmati aktivitas malam para satwa yang hidup di kawasan ini seperti musang, kancil, burung hantu, dan beberapa hewan lain.
Untuk mengembangkan wisata Hutan Pelawan, dirinya juga mengembangkan Kebun Raya Bangka persis di samping Hutan Pelawan. Di kebun itu ditanam tanaman khas Bangka seperti durian, rambutan, cimpedak, asam kandis. “Saya ingin memperkenalkan tanaman lokal Bangka kepada wisatawan. Ada 30 hektar lahan yang disiapkan, namun dua hektar yang sudah ditanami,” ucapnya.
Selain itu dirinya tengah membangun danau dan padang gurun buatan memanfaatkan bekas tambang timah. “Bukan waktunya menyalahkan pemerintah karena adanya lubang tambang timah, tapi bagaimana kita bisa mengelolanya sehingga memberikan keuntungan bagi warga desa,” katanya.
Dengan pengelolaan ini, jumlah wisatawan yang datang ke area wisata Hutan Pelawan bisa mencapai 500 orang per bulan. Ini merupakan hasil kerjasama dengan 150 agen perjalanan di Sumatera, Jawa, dan Bali. Untuk menikmati semua fasilitas yang ditawarkan, wisatawan hanya mengeluarkan dana sebesar Rp 150.000 per malam.
Zaiwan
Lahir: Namang 15 Agustus 1979
Istri : Yulianti (36)
Anak : Nuris Fika Afifiah (19)
Zahwa Anida (15)
Hafis Alkahfi (10)
Pendidikan :
SD 1 Namang (1986-1992)
SMP 1 Namang (1992-1995)
SMA Pendidikan Paket C (2004)
Universitas Tebuka Jurusan Administrasi Negara (semeter 2013-sekarang)
Pekerjaan :
- Kepala Urusan Pemerintahan Desa Namang (2000-2004)
- Sekretaris Kepala Desa (2004-2008)
- Kepala Desa (2008-2014)
- Wirausaha (2010-Sekarang)
Prestasi:
- Penghargaan Wana Lestari dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2010)
- Pejabat desa terbaik Pemda Bangka Tengah (2011)
- Tokoh Lingkungan Hidup Bangka Belitung (2013)
Adikarya Pangan Nusantara dari Dinas Pertanian Provinsi Bangka Belitung (2013)
- Nominasi Pariwisata Award bidang lingkungan kementerian Pariwisata (2014).
- Penghargaaan Sidha Karya dari Dinas Tenaga Kerja Bangka Belitung (2016)
- Penghargaan Paramakarya dari Presiden Joko Widodo (2017)