JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah aktivis mengadukan sikap komisioner Ombudsman Republik Indonesia, Adrianus Meliala, kepada pimpinannya. Hal ini terkait sikap Adrianus dalam melakukan pemeriksaan mala-administrasi penyidikan kasus kekerasan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan.
Dua aktivis Amnesty International Indonesia, Yansen Dinata dan Puri Kencana Putri, mendatangi Kantor Ombudsman RI (ORI) di Jakarta, Rabu (16/1/2019), dengan membawa surat pengaduan pelanggaran internal. Selain Amnesty International Indonesia, surat pengaduan itu juga diajukan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Mereka menyebut, ada sejumlah fakta temuan mereka dan alasan mengapa mereka memberikan surat pengaduan tersebut kepada Ketua ORI Amzulian Rifai. Fakta yang mereka temukan antara lain terkait inisiatif Adrianus menemui Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya serta mengusut mala-administrasi penyidikan kasus Novel yang dikeluarkan dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) untuk Polda pada 6 Desember 2018.
”Tindakan ini patut dipertanyakan karena Novel ataupun kuasa hukumnya belum memasukkan pengaduan ke ORI pada saat tindakan tersebut dilakukan. Belakangan kami ketahui pula jika tidak ada kasus di ORI terkait Novel Baswedan,” kata Yansen saat membacakan surat tersebut.
Selain itu, mereka juga menemukan adanya upaya penilaian sepihak atas sikap Novel selama penyidikan kasus penyiraman air keras yang menimpa dirinya pada April 2017. Novel dinilai tidak kooperatif dan memperlambat proses penyidikan. Berdasarkan keterangan beberapa orang, Adrianus juga diduga melakukan propaganda ke internal ORI bahwa Novel tidak kooperatif.
”Atas dasar itu, ada dugaan kuat bahwa Adrianus melanggar kode etik sesuai Pasal 6 juncto 5 dan 8d Peraturan Ombudsman Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 yang mengatur prinsip etika dan pelarangan penyalahgunaan jabatan,” kata Puri.
Dugaan penyampaian pendapat pribadi Adrianus sebagai pendapat resmi ORI juga dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 37/2008, Pasal 1 Angka 1 dan Pasal 4c. Pasal-pasal itu menyatakan, lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik bertujuan meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan kesejahteraan yang semakin baik.
”Harapannya, (dengan surat pengaduan ini) ada tindak lanjut terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Adrianus. Kemudian, kepada ORI, masih ada kesempatan untuk mengoreksi kasus mala-administrasi dalam penyidikan kasus Novel,” kata Puri.
Hanya sebatas administrasi
Kecurigaan terhadap ORI sebelumnya telah disebutkan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi di mana Amnesty International Indonesia ikut serta di dalamnya.
Koalisi menyampaikan rekomendasi terhadap ORI, di antaranya meminta lembaga tersebut untuk memeriksa dan memberi sanksi kepada komisioner atau staf yang memiliki konflik kepentingan dalam pemeriksaan dugaan mala-administrasi dalam penyidikan kasus penyerangan Novel.
Saat dikonfirmasi Kompas, Adrianus mengaku telah transparan dalam mengadakan pemeriksaan dugaan mala-administrasi yang dimaksud. ”Kami hanya mengurusi perihal administrasi dan kami tidak menutup-nutupi, tuh. Kami juga tidak punya konflik kepentingan dan sebagainya,” ucapnya.
Hari ini, ORI menggelar konferensi pers untuk menyampaikan hasil pemantauan pelaksanaan LAHP kasus penyidikan Novel. Dari jawaban tertulis atas perbaikan oleh Polda, Adrianus menyatakan bahwa empat temuan mala-administrasi minor sudah terkoreksi.
Empat temuan itu terkait aspek administrasi penyidikan (mindik), waktu penanganan perkara yang tidak pasti, efektivitas dan komposisi jumlah penyidik sebelumnya, dan sumber petunjuk dari kejadian yang dialami korban. Beberapa temuan mala-administrasi terjawab setelah meminta klarifikasi kepada kepolisian. Salah satunya terkait aspek petunjuk dari kejadian yang dialami Novel.
”Polda mengatakan sudah berusaha bertemu Novel setelah menerima LAHP secara informal, tetapi Novel belum juga muncul,” katanya. Atas pertimbangan itu, Adrianus menutup dugaan mala-administrasi minor tersebut.
”Secara tata kelola, kepolisian sudah benar secara administrasi, tetapi apakah cara yang benar akan bisa mengungkap pelaku, itu soal lain,” katanya. (ERIKA KURNIA)