JAKARTA, KOMPAS - Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi DKI Jakarta mengungkap kasus narkoba yang berhubungan dengan jaringan di dalam lembaga pemasyarakatan Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (15/1/2019). Jaringan narkoba tersebut melibatkan sipir atau penjaga tahanan dari lapas Salemba yang bekerja sama dengan narapidana narkoba dan residivis.
Kepala BNNP DKI Jakarta Brigadir Jenderal Johny Latupeirissa, Rabu (16/1), awalnya BNNP DKI Jakarta mendapatkan laporan dari masyarakat tentang peredaran narkoba di sekitar wilayah Kemayoran, Jakarta Pusat. Setelah membuntuti para pelaku beberapa waktu, pada Selasa lalu, tim dari BNNP melakukan pemetaan wilayah di sekitar lapangan parkir milik TWP alias Dado (34). Lapangan parkir ini ternyata digunakan untuk menyimpan sabu.
Pada saat bersamaan, SK (37), seorang residivis yang berperan sebagai pengedar sabu sedang berada di sekitar gudang tersebut. Namun, SK sempat melarikan diri dengan mengendarai mobil berwarna oranye.
"Ada tiga tersangka dalam kasus ini yaitu SK (37) residivis yang pernah dihukum selama 8 tahun, RAS (37) yang berperan sebagai kurir, serta TWP alias Dado (34) yang berperan sebagai penyimpan sabu," ujar Johny.
Setelah SK kabur, sekitar pukul 12.00 siang, kurir narkoba jaringan yang sama yaitu RA akan mengambil narkoba di wilayah Pluit, Jakarta Utara. Satu jam kemudian RA sampai di lokasi gudang yang berada di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat.
Tak lama kemudian, TWP juga tiba di lokasi untuk menemui RA. Setelah keduanya bertemu, tim BNNP DKI langsung menangkap para tersangka.
"Lokasi tempat penyimpanan sabu ini adalah lahan milik TWP atau sipir yang sudah bekerja selama 15 tahun. Kemungkinan dia mengenal R, narapidana yang mengendalikan bisnis sabu ini di lapas Salemba," terang Johny.
Barang bukti berupa narkoba seberat 203 gram, alat isap, tiga linting ganja, dan beberapa ponsel disita dari gudang sabu tersebut. Adapun dari tangan SK, polisi menyita dua pucuk senjata air softgun," imbuh Johny.
Para pelaku mengaku, mereka terlibat bisnis narkoba sejak bulan November 2018. Selama dua bulan itu, mereka sudah melakukan 11 kali transaksi. Jika berhasil menjual 1 kilogram sabu, mereka akan mendapatkan komisi Rp 10 juta.
Transaksi dilakukan dengan sistem beli putus dengan cara mentransfer sejumlah uang kepada bandar. Bandar kemudian akan menghubungi kurir untuk mengantarkan sabu tersebut.
TWP juga mengaku bahwa dirinya sudah mengajukan pengunduran diri sebagai sipir lapas narkoba sejak tahun 2017. Namun, permohonannya itu belum disetujui oleh Kepala Lapas.
Johny menduga, TWP sengaja meminta pengunduran diri karena ingin lebih leluasa dalam menjalankan bisnis narkoba. Selain itu, keuntungan dari bisnis narkoba itu juga diperkirakan lebih besar daripada pekerjaannya sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di lapas.
Atas perbuatannya itu, para pelaku akan dijerat Pasal 114, Pasal 112, Pasal 111, dan Pasal 132 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.