LONDON, RABU— Inggris mengalami kebuntuan baru setelah parlemen menolak kesepakatan Brexit yang diajukan Perdana Menteri Theresa May dengan selisih suara sangat telak.
PM May tidak hanya harus menyiapkan langkah alternatif dalam waktu tiga hari ke depan, tetapi ia juga menghadapi mosi tidak percaya yang digagas Partai Buruh. Parlemen akan melakukan voting mosi tidak percaya pada Rabu (16/1/2019) malam atau Kamis WIB.
Voting bersejarah terhadap kesepakatan Brexit berlangsung pada Selasa malam (Rabu WIB) yang berakhir dengan dramatis. Hasilnya, sebanyak 432 suara menolak kesepakatan Brexit dan 202 suara mendukung.
Partai Konservatif memiliki 317 kursi di parlemen dan mitra koalisinya, Partai Unionis Demokrat (DUP), memiliki 10 kursi. Hasil voting menunjukkan lebih dari 100 suara Konservatif membelot dan DUP secara bulat menolak kesepakatan.
Selama voting berlangsung, di luar gedung parlemen terjadi unjuk rasa dari massa pendukung Brexit ataupun pro-Uni Eropa (UE).
Ini merupakan kekalahan Pemerintah Inggris yang terbesar yang pernah terjadi di parlemen. Kekalahan itu membawa ketidakpastian baru akan masa depan Inggris, mengingat Inggris hanya memiliki waktu kurang dari 10 pekan untuk menyelesaikan proses Brexit. Sesuai ketentuan Pasal 50 Traktat Lisabon, Inggris harus keluar dari UE pada 29 Maret 2019.
Dengan penolakan parlemen, ada sejumlah opsi yang mungkin terjadi. Opsi itu adalah Inggris keluar dari UE tanpa kesepakatan, Inggris melaksanakan referendum kedua, atau melakukan percepatan pemilu. Semua ini tergantung dari dinamika yang terjadi di parlemen dalam beberapa pekan ke depan.
Hormati rakyat
Seusai voting, PM May mengatakan agar parlemen menghormati keputusan rakyat Inggris dalam referendum 2016. May mengingatkan, rakyat Inggris yang tinggal di negara-negara UE dan warga UE yang tinggal di Inggris membutuhkan kejelasan segera. Terkait itu, May mengajukan tiga hal.
Pertama, ia ingin tahu apakah pemerintahannya masih mendapatkan kepercayaan dari parlemen. Kedua, jika masih dipercaya parlemen, May akan melakukan pertemuan dengan kabinetnya dan DUP untuk mendiskusikan bagaimana agar meraih dukungan dari parlemen. Ketiga, pemerintah akan membawa gagasan itu kepada UE.
May juga menyatakan komitmennya terhadap rakyat Inggris yang memilih Brexit pada 2016. ”Saya menjadi perdana menteri segera setelah referendum. Saya meyakini tugas saya adalah menjalankan mandat rakyat dan saya akan melakukan itu,” tutur May.
Mosi tidak percaya
Begitu hasil voting diumumkan, pemimpin Partai Buruh Jeremy Corbyn menjadwalkan mosi tidak percaya atas kepemimpinan May. Menurut Corbyn, pemerintah terbukti tidak kompeten. Jika mosi tidak percaya ini didukung, kemungkinan terjadi percepatan pemilu.
Sejumlah pengamat menyatakan, May kemungkinan besar akan lolos dari mosi tidak percaya. Apalagi, DUP kemarin menyatakan akan tetap mendukung kepemimpinan May meskipun mereka menolak kesepakatan Brexit.
Baik Konservatif maupun DUP tidak berharap terjadi percepatan pemilu. Pasalnya, Jeremy Corbyn memiliki peluang menjadi perdana menteri.
UE kini meningkatkan persiapan menghadapi kemungkinan Inggris keluar tanpa kesepakatan. Brussels mengingatkan, semua kesepakatan di masa depan antara UE dan Inggris mensyaratkan Inggris meratifikasi kesepakatan Brexit.