LONDON, JUMAT - Ketua Partai Buruh Jeremy Corbyn menolak untuk bertemu dan berdiskusi dengan Perdana Menteri Theresa May dari Partai Konservatif. Padahal pertemuan keduanya penting untuk menemukan cara Inggris keluar dari blok Uni Eropa, yang dikenal sebagai British/Britain Exit (Brexit).
Corbyn mau bertemu dengan syarat agar May menyingkirkan opsi Inggris keluar dari UE tanpa kesepakatan. Pada Kamis (17/1/2019) waktu setempat, komunikasi antara May, yang telah meneken kesepakatan dengan Uni Eropa, dan Corbyn berlangsung melalui surat tertulis.
"Atas nama Partai Buruh, saya meminta Anda untuk mengesampingkan Inggris keluar dari UE tanpa kesepakatan," tulis Corbyn kepada May seperti diberitakan The Guardian.
Opsi itu, menurut pelaku ekonomi dan pengusaha, akan merugikan ekonomi Inggris dan menimbulkan kekacauan di perbatasan, pelabuhan, dan bandar udara (Kompas, 18/1/2019)
May menjawab, permintaan Corbyn mustahil dan mendesaknya untuk bergabung dalam diskusi antarpartai. Dalam surat jawabannya kepada Corbyn, May menulis, Pemerintah Inggris tidak berwenang menyingkirkan opsi Inggris keluar tanpa kesepakatan.
Dikatakannya, ada dua cara untuk menghindari opsi itu. Pertama, kesepakatan Brexit yang telah disetujui dengan UE didukung oleh parlemen. Kedua adalah membatalkan hasil referendum.
"Saya percaya, membatalkan hasil referendum itu salah. Jadi, tujuan diskusi lintas partai adalah untuk mengerti kenapa parlemen tidak setuju dengan kesepakatan Brexit yang telah disetujui dengan UE. Kesepakatan itu merupakan opsi yang mencegah Inggris keluar dari UE tanpa kesepakatan," tulis May.
May melanjutkan, "Anda (Corbyn) selalu percaya pada pentingnya dialog dalam berpolitik. Apakah anda benar-benar percaya bahwa mendesak anggota parlemen anda tidak berdiskusi dengan pemerintah adalah hal yang benar?"
Pada Kamis, Perdana Menteri Inggris Theresa May bertemu dengan anggota parlemen dan jajaran pimpinan dari semua partai. Sebelumnya, sejumlah besar anggota parlemen sempat menolak rencana Brexit yang disepakati May dengan UE. Namun, kemudian mayoritas anggota parlemen menyatakan kepercayaannya kepada kepemimpinan May.
Merusak demokrasi
May punya waktu hingga Senin (21/1/2019) depan untuk mempresentasikan rencana Brexit alternatif di hadapan parlemen. Pada 29 Januari 2019, rencana itu akan diperdebatkan dalam pemungutan suara.
Apabila rencana May untuk keluar dari UE gagal memperoleh dukungan parlemen, maka Inggris dapat keluar dari UE tanpa kesepakatan dengan UE. Opsi lain adalah untuk memperpanjang waktu tenggat atau menggelar Referendum Brexit kedua.
Menurut seorang juru bicara dari kantor May, persiapan Referendum Brexit kedua memerlukan waktu cukup lama hingga lebih dari setahun. May pun tampaknya menolak penyelenggaraan referendum itu.
May menganggap, referendum kedua merusak kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi. Meskipun beda tipis, mayoritas warga Inggris atau sebanyak 51,9 persen memilih Inggris keluar dari UE dalam Referendum Brexit yang digelar pada 2016.
Tanggapan UE
Sejumlah sumber menyatakan, kemungkinan UE dapat mengizinkan Inggris untuk memperpanjang tenggat waktu itu hingga 30 Juni 2019. Kanselir Jerman Angela Merkel menyampaikan, masih ada waktu untuk bernegosiasi.
Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Mass, menambahkan, "Kami akan berusaha sedapat mungkin agar Inggris keluar dari UE dengan kesepakatan". Namun, UE belum bisa berbuat apa-apa hingga Inggris menentukan keputusannya untuk keluar dari UE dengan atau tanpa kesepakatan.
Perdana Menteri Perancis Edouard Philippe percaya, Inggris akan keluar dari UE tanpa kesepakatan. Ia, Kamis (17/1), menyampaikan, rancangan langkah darurat dalam mengatasi kemungkinan itu.
"Kita harus memastikan bahwa Perancis siap, bahwa kepentingan warga kita dijaga dan dipertahankan," ucapnya.
Pemerintah Perancis rencana membangun infrastruktur baru dan menambah karyawannya di bandara, pelabuhan, dan terowongan di bawah Selat Inggris, Eurotunnel.
Terowongan tersebut merupakan salah satu titik strategis yang akan terdampak apabila Inggris keluar dari UE tanpa kesepakatan. Seperempat dari semua perdagangan antara Inggris dan Uni Eropa melewati terowongan itu.(REUTERS/AP)