Dewi Indriastuti dari Washington DC, Amerika Serikat
·3 menit baca
WASHINGTON DC, KOMPAS — Indonesia mengampanyekan industri minyak kelapa sawit, dari hulu ke hilir, di Washington DC, Amerika Serikat. Kampanye itu antara lain dari sisi pemberdayaan dalam industri minyak kelapa sawit, tantangan energi yang dihadapi dunia, dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Langkah itu dilakukan melalui seminar yang digelar di Kedutaan Besar RI di Washington DC, AS, Rabu (16/1/2019). Seminar menghadirkan, antara lain, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) Dono Boestami, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kanya Lakshmi Sidarta, Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Bernard Riedo, dan Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan sebagai pembicara.
Dono mengatakan, menjawab tantangan sumber energi yang dihadapi dunia, Indonesia sudah menerapkan mandatori B-20 sejak September 2018. Mandatori B-20 adalah kewajiban mencampurkan 20 persen biodiesel ke setiap liter solar.
”Kami akan terus meningkatkan penerapan mandatori, yang menurut rencana, menjadi B-30 pada 2020. Sejauh ini, potensi penggunaan biodiesel yang sangat besar belum dimanfaatkan secara optimal,” katanya.
Kanya mengungkapkan, produksi sawit di Indonesia pada Januari-November 2018 sebesar 47,61 juta ton. Dari produksi tersebut, 32,02 juta ton di antaranya diekspor. Ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia ke India pada periode tersebut 6,714 juta ton, sedangkan ke AS 1,214 juta ton.
Sementara, Bernard menyoroti upaya meningkatkan produktivitas. ”Dengan produktivitas yang semakin tinggi, ongkos produksi semakin rendah sehingga produk minyak nabati bisa semakin berdaya saing,” ujarnya.
Tantangan
Paulus menyampaikan, tantangan yang dihadapi Indonesia dalam industri biodiesel adalah upaya meningkatkan kualitas. Tantangan lain berupa hambatan perdagangan dan proteksionisme yang dianut sejumlah negara.
”Cara yang bisa dilakukan melalui teknologi. Kami berusaha menjawab tantangan ini,” katanya.
Lebih lanjut, Paulus menyebutkan, masa depan penggunaan biodiesel semakin terbuka. Hal ini seiring penerapan mandatori B-20 oleh Indonesia. Apalagi, Indonesia juga menargetkan 23 persen dari seluruh sumber energi yang digunakan Indonesia pada 2025 berupa energi terbarukan.
Duta Besar RI untuk AS, Budi Bowoleksono, dalam sambutannya di acara seminar mengatakan, minyak kelapa sawit dan industrinya juga berperan sebagai pendorong ekonomi Indonesia.
Adapun Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam pidato kuncinya saat membuka seminar menyampaikan, minyak kelapa sawit adalah salah satu industri yang penting bagi Indonesia. ”Sama pentingnya seperti Boeing bagi Amerika Serikat atau Airbus bagi Perancis,” katanya.
Enggartiasto berharap seminar ini bisa membuka pemahaman yang lebih baik mengenai minyak kelapa sawit, termasuk arti pentingnya bagi Indonesia. ”Indonesia juga fokus dalam usaha terkait isu lingkungan yang selama ini banyak disorot pada industri kelapa sawit,” ujar Enggartiasto.
Ekspor minyak kelapa sawit Indonesia terhambat, antara lain, terkait isu lingkungan yang dikaitkan dengan tata kelola berkelanjutan dan pengenaan bea masuk dari negara tujuan ekspor.