Debat perdana calon presiden dan calon wakil presiden perdana, Kamis (17/01/2019), disambut kesibukan di depan ruang Pusat Informasi Kompas di Lantai 4, Gedung Kompas Gramedia di Jakarta. Sebanyak 14 peneliti Litbang Harian Kompas menekuni layar-layar komputer jinjing di atas meja depan mereka Hanya empat orang di antaranya yang tidak menggunakan komputer jinjing karena bertugas sebagai pencatat data.
Selebihnya, para pencari data dan validator, sama-sama memerhatikan layar komputer. Di depan mereka sebuah televisi layar datar berikut pengeras suara menampilkan siaran debat capres dan cawapres.
Para pencatat data, pencari data, dan validator itu tergabung dalam Tim Pantau Debat Capres. Mereka bekerja, menyesuaikan dengan alur yang sudah disimulasikan sehari sebelumnya.
Dari 14 orang ditugaskan. Empat orang bertugas sebagai pencatat data. Enam orang pencari data. Empat orang validator. Di antara mereka ada pula yang ditugaskan untuk memutar kembali rekaman manakala diperlukan, guna mencatat data ataupun mencari data.
Tugas pencatat data ialah menulis pernyataan atau klaim dari masing-masing paslon, baik kutipan tanpa data ataupun dengan data, yang sekiranya penting. Pencari fakta, bertugas mencarikan fakta-fakta atas berbagai klaim dan pernyataan tadi dari sejumlah sumber resmi. Pada bagian akhir, validator bertugas memverifikasi fakta-fakta tadi sebelum akhirnya didistribusikan ke penanggung jawab kanal Kompas TV, Kompas.com, Kompas.id, dan Harian Kompas, terutama untuk Departemen Media Sosial.
Bukan kali ini saja Litbang Kompas menyelenggarakan pemeriksaan fakta debat elektoral. “(Ini sudah yang) Kedua kalinya. Sebelumnya saat putaran pertama dan kedua Pemilihan Gubernur DKI Jakarta,” kata Sultani, penanggung jawab pemeriksaan fakta debat dari Litbang Kompas.
Menurut Sultani, pernyataan atau klaim yang penting untuk dicek didasarkan tingkat kepentingan publiknya. Selain itu, sejauh mana klaim atau pernyataan tersebut bisa dinilai logis berdasarkan fakta.
“Ketiga, data ini terukur atau tidak. Ada lembaga yang mencatat secara konsisten atau tidak?” ujar Sultani.
Keberadaan lembaga yang secara konsisten memantau, riset, atau advokasi di sejumlah isu terkait menjadi landasan verifikasi. Misalnya, mereka mengunakan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) jika masing-masing paslon mengeluarkan pernyataan terkait korupsi.
Sementara untuk isu terorisme, Sultani mengatakan peneliti menggunakan data dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Mabes Polri. Adapun isu hak asasi manusia (HAM), selain Komnas HAM dipergunakan pula data Setara Institute dan Wahid Institute.
Respon untuk mengecek berbagai pernyataan dan klaim juga diupayakan cepat. Sultani menyebutkan butuh waktu sekitar 10 menit untuk menentukan apakah sebuah pernyataan atau klaim sesuai dengan fakta atau tidak.
Sementara jika konten pernyataan dinilai sesuai konteks serta fakta, maka waktu dari pencatat data ke validator bisa dipangkas jadi 3-5 menit saja.
Manager Litbang Kompas, Toto Suryaningtyas, mengatakan, tim tidak akan melabeli pernyataan capres-cawapres hoaks atau tidak. Bagi Toto, tugas tim pencari fakta hanyalah membantu masyarakat untuk menunjukkan perbandingan antara pernyataan dengan data yang sesungguhnya.
Mengubah Keputusan
Praktik pengecekan fakta ketika debat politik tengah disiarkan bisa mengubah penilaian terhadap kandidat. Riset Amanda L. Wintersieck berdasarkan pemilihan Gubernur New Jersey di tahun 2013 mengonfirmasi hal tersebut.
Penelitian yang dipulikasikan di Jurnal American Politics Research (2017) itu berjudul “Debating the Truth: The Impact of Fact-Checking During Electoral Debates”. Di jurnal itu, Wintersieck memaparkan bahwa pengecekan fakta yang mengonfirmasi (memastikan akurasi informasi) dan korektif (memastikan tidak akuratnya informasi) memengaruhi evaluasi responden terhadap para kandidat.
Penilaian terhadap kinerja debat para kandidat terkait pemenang debat meningkat besarannya dengan pemeriksaan fakta yang sifatnya mengonfirmasi akurasi pernyataan. Pada sisi lain, nilai evaluasi akan turun saat ada hasil pengecekan fakta yang menyatakan bahwa kandidat tersebut tidak jujur. Hal lain yang terkonfirmasi dari riset itu ialah adanya kemauan lebih kuat untuk memilih kandidat tatkala pemeriksaan fakta menunjukkan bahwa kandidat tersebut jujur.
Nah, seberapa faktualkah para kandidat pemimpin bangsa kita saat berdebat? (BOW/SPW)