JAYAPURA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Papua memetakan tujuh kabupaten yang rawan gangguan keamanan saat pelaksanaan pemilu presiden dan legislatif pada 17 April mendatang. Gangguan ini berupa konflik antara simpatisan dari calon anggota legislatif dan teror kelompok kriminal bersenjata.
Hal ini disampaikan Kepala Biro Operasi Polda Papua Komisaris Besar Gatot Haribowo di Jayapura, Jumat (18/1/2019). Adapun ketujuh kabupaten itu adalah Nduga, Lanny Jaya, Puncak, Puncak Jaya, Paniai, Mimika, dan Tolikara.
”Kami menyiapkan 7.707 personel untuk menghadapi gangguan keamanan dalam pelaksanaan pemilihan presiden dan legislatif di Papua,” kata Gatot.
Berdasarkan catatan Kompas, sejumlah masalah pernah terjadi dalam pelaksanaan pemilu di Papua. Pada pelaksanaan pemilihan bupati dan wakil bupati di Paniai yang tertunda pada 27 Juni 2018, sebanyak 100.843 pemilih di 266 tempat pemungutan suara tak bisa menentukan pemimpin di daerahnya.
Hal ini disebabkan adanya aksi protes sekelompok masyarakat yang menolak kandidat petahana Hengky Kayame-Yehezkiel Tenouye sebagai peserta pilkada. Hal ini karena Hengky dinilai telah pailit berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Makassar. Dengan pendekatan persuasif dari pihak kepolisian dan pemerintah daerah setempat, akhirnya pilkada bisa terlaksana pada 25 Juli 2018.
Sementara itu, diketahui kelompok kriminal bersenjata (KKB) beroperasi di sejumlah kabupaten, yakni Nduga, Lanny Jaya, Intan Jaya, Puncak, dan Puncak Jaya. Adapun pimpinan mereka seperti Purom Wenda, Militer Murib, Goliath Tabuni, Lekagak Telenggen, Kamaniel Waker, dan Egianus Kogoya.
Jumlah kasus teror KKB mencapai 27 kasus pada 2018 hingga Januari 2019. Teror KKB menyebabkan korban tewas sebanyak 22 warga sipil dan 7 aparat keamanan dari TNI serta Polri. Sementara korban luka dari warga sipil sebanyak 7 orang dan aparat keamanan 8 orang.
KTP elektronik
Gatot menuturkan, Polda Papua akan selalu berkoordinasi dengan KPU Papua untuk memonitor potensi-potensi konflik di 28 kabupaten dan 1 kota di provinsi itu.
”Kami terus memantau masalah perekaman KTP elektronik di Papua yang baru mencapai 48 persen dari total daftar pemilih tetap sebanyak 3,5 juta orang. Kami berharap KPU dan instansi terkait mengatasi masalah ini karena sangat rawan memicu konflik,” kata Gatot.
Pelaksana Tugas Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua Frits Ramandey berpendapat, potensi konflik di Papua sangat besar karena jumlah calon yang mengikuti pemilihan legislatif mencapai ribuan orang. Selain itu, terdapat banyak pemilih tradisional, yakni pemilih yang lebih mementingkan pendekatan kesamaan kebudayaan dan ideologi tanpa melihat kompetensi calon tersebut.
”Pelaksanaan pemilu legislatif sangat rawan konflik apabila warga tak diizinkan untuk mencoblos di TPS. Kondisi ini juga dipicu faktor sikap berdemokrasi oknum warga dan calon anggota legislatif yang belum matang,” kata Frits.
Ia berharap KPU Papua berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk menyiapkan regulasi alternatif apabila proses perekaman KTP elektronik di Papua belum tuntas hingga April ini.
Ketua KPU Provinsi Papua Theodorus Kosay ketika dikonfirmasi mengakui, rendahnya perekaman KTP elektronik sangat berpengaruh terhadap situasi keamanan jelang pemungutan suara.
[caption id="attachment_10050878" align="alignnone" width="660"] Ketua KPU Papua Theodorus Kosay[/caption]
Total pemilih dalam daftar pemilih tetap hasil perbaikan yang ditetapkan KPU pada 12 Desember 2018 sebanyak 3.541.017 orang. Para pemilih ini tersebar di 560 distrik (setingkat kecamatan) dan 5.502 desa. Mereka akan mencoblos di 15.243 TPS.
Berdasarkan data dari Dinas Sosial, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Papua pada Januari 2019, sebanyak 1.841.329 warga telah terdaftar dalam daftar pemilih tetap hasil perbaikan tetapi belum memiliki KTP elektronik.
Dalam ketentuan Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, warga yang menjadi pemilih harus memiliki KTP elektronik untuk menyalurkan aspirasinya di bilik suara. Tidak ada lagi penggunaan surat keterangan untuk memilih.
”Kami akan berupaya agar pemerintah bisa memberikan solusi atas masalah jutaan pemilih yang belum memiliki KTP elektronik. Tujuannya agar pelaksanaan pemilu di Papua berlangsung dengan lancar dan aman,” katanya.