JANTHO, KOMPAS — Sebanyak 51 tenaga kerja asing yang dipekerjakan oleh PT Lafarge Cement Indonesia yang terletak di Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, diketahui menyalahgunakan izin kerja. Mereka dipekerjakan di bidang kelistrikan, padahal izin kerja mereka sebagai tenaga konstruksi.
Kepala Biro Humas Pemerintah Provinsi Aceh Rahmad Raden, Sabtu (19/1/2019), mengatakan, pemerintah mengetahui adanya tenaga kerja asing yang menyalahi izin saat melakukan inspeksi mendadak ke perusahaan itu pada Selasa (15/1/2019). Inspeksi dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh bagian dari pengawasan pemerintah daerah terhadap perusahaan.
Saat sidak para pekerja asal China itu sedang bekerja di bagian kelistrikan. Setelah diperiksa dokumen, ternyata izin bekerja untuk bidang konstruksi. ”Mereka bekerja di luar keahlian. Ini sangat berbahaya,” kata Rahmad.
Oleh sebab itu, Pemprov Aceh meminta kepada PT Lafarge Cement Indonesia untuk menghentikan mempekerjakan mereka. ”Karena menyalahi dokumen kerja, kami minta memulangkan mereka dulu,” ujar Rahmad.
Rahmad mendesak perusahaan menggunakan tenaga kerja lokal, kecuali posisi sumber daya yang dibutuhkan tidak tersedia di dalam negeri. Kelima puluh satu tenaga kerja asing itu pada Sabtu siang diterbangkan ke Jakarta melalui Bandara Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Aceh Besar.
Farabi dari Humas PT Lafarge Cement Indonesia menuturkan, tenaga kerja asing itu statusnya alih daya atau outsourcing dipasok oleh perusahaan PT Shandong Licun Power Plant Technology. Dalam dokumen kontrak, kata Farabi, kedua belah pihak menyepakati tenaga kerja yang dipakai sesuai dengan ketentuan.
Setelah mengetahui ada kesalahan perizinan, kata Farabi, pihaknya langsung menghentikan aktivitas pekerja itu. ”Kami sedang melakukan pemeriksaan internal terhadap kasus ini. Mereka dikembalikan ke perusahaan (PT Shandong) agar memperbaiki dokumen,” kata Farabi.
Pelaksana Tugas Kantor Imigrasi Banda Aceh Irawan mengatakan, tenaga kerja asing itu memiliki kartu izin tinggal terbatas (kitas) di Indonesia. Namun, terkait penyalahgunaan izin kerja, kata Irawan, bukan kewenangan imigrasi.
”Persoalan dokumen izin kerja itu kewenangan dinas ketenakerjaan. Kami mengeluarkan kitas berdasarkan pengajuan dari mereka,” katanya.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Aceh Habibi Inseung mengatakan, pemerintah perlu meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing. Habibi juga mendesak perusahaan mengutamakan tenaga lokal. ”Tenaga kerja kelistrikan saya rasa di Indonesia tersedia, tidak perlu menggunakan tenaga kerja asing,” ujarnya.
Habibi mengatakan, pihaknya juga ikut mengawasi proses penempatan kerja asing di Aceh. Menurut Habibi, kemampuan tenaga kerja asing yang ditempatkan di Aceh tidak jauh berbeda dengan tenaga kerja lokal. ”Bahkan terkadang tenaga kerja lokal dibayar lebih murah,” katanya.