Kerekatan sosial dalam kehidupan bertetangga di ibu kota masih tergolong kuat. Suasana bertetangga, seperti bertegur sapa atau berkunjung saat tetangga sakit, mewarnai keseharian hidup warga.
Oleh
Antonius Purwanto/Litbang Kompas
·3 menit baca
Kerekatan sosial dalam kehidupan bertetangga di ibu kota masih tergolong kuat. Suasana bertetangga, seperti bertegur sapa atau berkunjung saat tetangga sakit, mewarnai keseharian hidup warga.
Tetangga boleh dikatakan sebagai orang terdekat dalam keseharian selain keluarga. Di saat membutuhkan bantuan, tetanggalah yang pertama kali didatangi rumahnya.
Peribahasa Rusia mengatakan “don\'t buy the house, buy the neighborhood”. Ungkapan itu menunjukkan betapa pentingnya hidup kebersamaan dalam bertetangga. Hidup rukun, harmonis dan berdampingan dengan tetangga adalah harapan semua orang.
Pentingnya kebersamaan dalam bertetangga di perkotaan itu terekam dalam jajak pendapat Kompas, pada akhir Desember tahun lalu. Kuatnya kohesi sosial warga Jabodetabek terlihat dari intensitas interaksi di antara warga.
Delapan dari 10 responden menilai, interaksi fisik dengan tetangga masih penting dilakukan. Interaksi antar tetangga dilakukan dengan saling menyapa setiap hari, bertukar informasi, dan tentu saja mengenal tetangga di sekitar rumah. Ada 17,7 persen, karena kesibukannya, hanya bertegur sapa sesekali.
Hanya sebagian kecil yang mengaku tidak mengenal tetangga kanan-kiri.
Kuatnya modal sosial warga juga ditunjukkan dari keterlibatan warga saat tetangganya mengalami berbagai peristiwa, baik gembira maupun duka. Sebanyak tiga per empat responden mengakui selalu hadir saat ada tetangga yang mengadakan hajatan syukuran/pernikahan mengundang datang. Hal serupa juga dilakukan tiga perempat responden, yang datang dan membantu tetangga saat mereka kehilangan anggota keluarga ataupun sakit.
Gesekan
Kendati kerekatan sosial relatif tinggi, hidup bertetangga acapkali tak lepas dari berbagai gesekan. Bahkan dalam beberapa kasus, persoalan antartetangga yang semula dianggap kecil, bisa berujung serius.
Pada September tahun lalu, misalnya, dua warga yang tinggal di Pondok Cabe, Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten, beperkara hukum karena persoalan pohon dan tembok pembatas rumah.
Gesekan antartetangga itu setidaknya pernah dialami oleh 44 persen responden. Mereka mengaku pernah terganggu dengan perilaku tetangga sekitar.
Banyak faktor yang menimbulkan terjadinya masalah dengan tetangga. Suara bising atau berisik masih menjadi keluhan utama, seperti dinyatakan 17,7 persen responden. Selain mengganggu kenyamanan dan ketenangan tetangga, suara bising dalam jangka waktu lama juga berpengaruh pada kesehatan.
Selain suara berisik, memarkir kendaraan sembarangan menjadi keluhan bagi setidaknya 10 persen responden. Tidak sedikit warga yang memarkir mobilnya di jalanan hingga mengganggu akses tetangga yang hendak masuk ke rumahnya.
Lebih dari itu, memarkir kendaraan di jalanan juga bisa mengancam keselamatan bersama.
Contohnya, saat kebakaran di tengah permukiman padat, mobil pemadam kebakaran akan kesulitan mendekati pusat api akibat akses jalan terhalang deretan mobil parkir.
Pemda DKI telah mengatur larangan parkir kendaraan di bahu jalan seperti tertuang di Pasal 140, Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Penataan Lalu Lintas di Ibu Kota. Dalam Perda tersebut dijelaskan, setiap orang atau badan usaha pemilik kendaraan bermotor dilarang menyimpan kendaraan bermotor di ruang milik jalan.
Keluhan lain adalah soal hewan piaraan (7,6 persen). Kendati memelihara hewan peliharaan seperti anjing dan kucing merupakan hal yang biasa, namun tidak jarang kenyamanan tetangga terganggu akibat kotoran yang berceceran, suara berisik hingga bau kandang.
Adapun soal kebersihan diakui oleh 6,1 persen. Umumnya, orang suka akan lingkungan yang bersih. Selain membuat nyaman penghuni rumah, kebersihan juga memberi kesan dan pandangan yang baik bagi tetangga.
Tak bisa dimungkiri, bertetangga dengan siapa dan bagaimana lingkungan kita, sedikit banyak menjadi salah satu faktor penting kenyamanan menjalani kehidupan sehari-hari.
Bentuk-bentuk kepedulian dengan tetangga, juga menjadi modal sosial terbentuknya soliditas kuat dalam kehidupan masyarakat untuk menangkal hal-hal negatif yang dapat merusak tatanan kehidupan sosial. Pada akhirnya, hidup rukun bertetangga akan berbuah kegembiraan.