Dalam sambutan ketika meresmikan hotel dan bioskop Kartika Chandra, Presiden Soeharto menjelaskan, hotel ini adalah hasil yang dicapai kaum ibu yang umumnya dianggap kaum lemah. Usaha hotel ini diharapkan bisa menjadi pendorong bagi kaum ibu untuk memberi andil dalam pembangunan.
Yang dimaksud kaum ibu oleh Presiden Soeharto adalah para istri prajurit TNI AD atau Persit Kartika Chandra Kirana. Istri presiden, Ny Tien Soeharto, ketika memimpin Persit Kartika Chandra Kirana membentuk sebuah yayasan, yaitu Yayasan Kartika Jaya. Yayasan itulah yang menjadi pelaksana pembangunan hotel itu bersama Yayasan Purna Bhakti Pertiwi yang juga dipimpin Ny Tien Soeharto serta dua perusahaan lain.
Menurut Ny Tien, Rp 350 juta dihabiskan untuk membangun hotel itu, Rp 150 juta berasal dari sumbangan berbagai pihak dan Rp 200 juta kredit bank. Hotel ini awalnya hanya memiliki 30 kamar, serta bioskop di sisi kanannya.
Setahun kemudian, hotel ini berkembang dengan dibangunnya 88 ruang perkantoran. Tahun 1974, jumlah kamar menjadi 174. Belakangan, di bawah pimpinan Sudwikatmono, kamar hotel menjadi 278 unit. Kartika Chandra juga menjadi bioskop modern cineplex pertama di Indonesia dengan 3 studio dan kini menjadi 5 studio.
Meski berusia 48 tahun, Kartika Chandra masih mempertahankan nuansa Jawa di berbagai ornamen kayu di pintu masuk, lobi, kamar, ruang rapat, hingga ballroom-nya. Nama-nama ruangan juga menggunakan rujukan dari tanah Jawa, seperti Prambanan Resto, Balairung Kirana, Parangtritis Cafe, Puri Kencana, Puri Mahkota Putri, Dieng Room, Kalasan Room, dan Borobudur Room. Hotel itu bertahan hingga sekarang.
Dalam banyak testimoni di beberapa situs penjualan jasa perhotelan daring, Kartika Chandra termasuk hotel tua yang mendapat banyak pujian dalam kenyamanan ataupun keramahan pelayanannya.
Kalaupun ada yang belum banyak dijelaskan, yakni seberapa besar hotel itu memberikan manfaat balik bagi kesejahteraan keluarga para prajurit. Sebab, bukankah itu harapan atas jerih payah kaum ibu-ibu prajurit? (NUG)