Meski terpisah 320 kilometer, Semarang dan Surabaya seakan ditakdirkan punya keterkaitan. Semarang adalah ibu kota Jawa Tengah. Surabaya adalah ibu kota Jawa Timur. Keduanya juga dikenang sebagai palagan besar para pejuang seusai Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Di Semarang pernah terjadi Pertempuran Lima Hari (15-19 Oktober 1945) antara rakyat dan serdadu Jepang. Kurun 27 Oktober - 20 November 1945 meletus Pertempuran Surabaya antara rakyat dan laskar Inggris dan sekutu. Kedua bentrok senjata itu selalu dikenang mungkin karena skala terutama korban nyawa yang begitu besar.
Senin (21/1/2019), nama Semarang dan Surabaya kembali dikaitkan tetapi dalam konteks penguatan armada Angkatan Laut. Dari galangan PT PAL Indonesia, Jalan Taruna, Surabaya, resmi dioperasikan Kapal Republik Indonesia Semarang 594. Peresmian disaksikan oleh Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Siwi Sukma Adji dan Direkur Utama PAL Budiman Saleh.
KRI Semarang atau dalam tradisi penulisan AL disebut SMR-594 berjenis landing platform dock (LPD) untuk operasi amfibi. Bahtera tempur ini digunakan untuk membawa, meluncurkan, dan mendaratkan elemen-elemen kombatan dalam misi-misi gerak cepat. KRI Semarang berdimensi panjang 124 meter dan lebar 21,8 meter. Bobotnya 7.200 ton.
Benda apung amat besar ini disokong mesin berteknologi combined diesel and diesel (Codad). Untuk itu, SMR-594 mampu berlayar dengan kecepatan jelajah 14 knot sedangkan kecepatan maksimal 16 knot. Bahtera tempur ini dapat berlayar dengan daya jelajah 17.300 kilometer atau selama rentang waktu 30 hari.
SMR-594 adalah karya putra putri Indonesia di PAL. KRI Semarang dilengkapi dengan dua landing craft utilities (LCU) yang mampu mengangkut delapan kendaraan tempur jenis Anoa, 28 truk, dan tiga helikopter. Bahtera tempur ini diawaki oleh 121 kru sekaligus mampu membawa 650 prajurit tempur (satu batalyon).
KRI Semarang merupakan pesanan Kementerian Pertahanan untuk digunakan oleh AL dalam hal ini Komando Armada I. Menurut informasi dari AL dan PAL, peletakan lunas perdana berlangsung pada 28 Agustus 2017. Pembuatan SMR-594 melalui sebuah kontrak yang senilai sekitar Rp 700 miliar. Bahtera tempur ini merupakan satu dari tiga LPD pesanan AL. Dua lainnya dan telah beroperasi adalah KRI Banjarmasin 592 dan KRI Banda Aceh 593.
SMR-594 berfungsi membantu distribusi militer dalam hal logistik, peralatan, perlengkapan. Selain itu, ditugaskan untuk menjalankan misi kemanusiaan yakni pencarian dan pertolongan, evakuasi, rumah sakit bahkan administrasi pemerintahan secara terapung atau bergerak. Fungsi kemanusiaan lebih dikedepankan dalam pengoperasian KRI Semarang itu.
Siwi Sukma mengatakan, secara geografis, Republik Indonesia merupakan kepulauan. Selain itu, berada dalam jalur Cincin Api sehingga rentan terkena bencana besar. AL juga diminta berperan besar dalam misi kemanusiaan terutama saat terjadi bencana alam. Itu sudah terbukti dari peristiwa gempa dan tsunami di Lombok (Nusa Tenggara Barat) dan Sulawesi Tengah. Untuk misi kemanusiaan, AL mengerahkan KRI dr Soeharso-990 yang merupakan rumah sakit terapung.
“Sesuai kebijakan pemerintah karena Indonesia berada dalam jalur bencana, AL harus memiliki minimal tiga unit sekelas KRI dr Soeharso,” kata Siwi Sukma. Untuk itu, KRI Semarang yang notabene LPD kemudian “dimodifikasi” sebagai rumah sakit terapung dengan menambahkan peti kemas dan tenda-tenda dalam lambung kapal untuk layanan kesehatan.
Budiman menambahkan, KRI Semarang merupakan bahtera tempur kelima yang dibuat di PAL. SMR-594 dikerjakan bersama dengan 3 badan usaha milik negara dan 64 badan usaha milik swasta secara tepat waktu dan tepat mutu. Kepercayaan dari negara dalam hal ini AL untuk mengoperasikan produk buatan PAL harus dijawab dengan kesiapan untuk terus membuat dan mengembangkan kapal-kapal kombatan.
“Izinkan saya mengutip pernyataan mantan KSAL Laksamana Ade Supandi, mati hidupnya PAL sejalan dengan mati hidupnya AL. Mati hidup AL sejalan dengan matinya Indonesia. Untuk itu, pengembangan teknologi kemaritiman merupakan keniscayaan dan kewajiban yang harus kami penuhi bersama dengan lainnya untuk kedaulatan bangsa dan negara,” kata Budiman.
Selain pengoperasian diresmikan, KRI Semarang mendapatkan Letnan Kolonel Laut (P) Pantun Ujung yang dikukuhkan sebagai komandan pertama bahtera tempur itu.
Cetak biru
Pengoperasian LPD AL tidak lepas dari kesuksesan peluncuran KRI dr Soeharso pada 2003 dari galangan Daesun Shipbuilding & Engineering Corp di Korea Selatan. Di sanalah para insinyur perkapalan dari Indonesia dan Korea membangun bersama LPD. Kesuksesan tadi membuat Indonesia menyusun program pembangunan LPD secara mandiri di galangan nusantara melalui pola alih teknologi dan peningkatan material lokal secara bertahap.
Rancang bangun KRI dr Soeharso dipakai sebagai dasar untuk membangun LPD yang bisa dikatakan merupakan kapal induk mini. Untuk tahap pertama pembangunan disepakati empat LPD dimana dua unit dibangun di Korea dengan keterlibatan para insinyur Indonesia dan dua unit lainnya dibangun di PAL.
Selanjutnya, dari Korea meluncurlah LPD Makassar Class yakni KRI Makassar 590 dan KRI Surabaya 591. Sukses itu kemudian diikuti dengan keberhasilan para insinyur Indonesia membangun dan meluncurkan KRI Banjarmasin dan KRI Banda Aceh dari galangan di Surabaya. Lalu, pada 2016 dan 2017, Indonesia sukses mengekspor LPD ke Filipina. Oleh AL Filipina, LPD buatan PAL dikategorikan kelas strategic sealift vessel (SSV) dan dinamai BRP Tarlac dan BRP Davao del Sur.