SURABAYA, KOMPAS – Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) meminta pemerintah mengkaji ulang kuota impor gula. Kuota impor yang berlebih bisa merugikan petani karena gula yang masih tersimpan di gudang tidak terserap.
Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) Aristo Harisman, Senin (21/1/2019) di Surabaya mengatakan, pihaknya tidak menentang impor gula, namun sebaiknya kuota disesuaikan dengan kebutuhan. Jangan sampai gula yang beredar di Indonesia melebihi kebutuhan sehingga merugikan petani.
“Sampai saat ini, gula petani masih banyak yang belum terserap dan menumpuk di gudang-gudang pabrik gula,” ujarnya.
Aris yang saat ini menjadi Direktur Operasional PT Perkebunan Nusantara X menuturkan, stok gula nasional hingga awal tahun ini masih tersisa sebanyak 438.000 ton. Gula tersebut terdiri atas 28.000 ton gula milik petani, 310.000 ton gula milik Bulog, dan 100.000 ton milik PTPN. Seluruh gula tersebut berada di gudang-gudang nilik pabrik gula yang dikelola PTPN.
Jumlah stok gula masih akan bertambah karena sejumlah pabrik gula di Medan akan memulai masa giling pada Februrai. Sedangkan di sejumlah wilayah di Jatim, seperti Jombang, Mojokerto, dan Nganjuk, tanaman tebu sudah siap dipanen. Kemungkinan musim giling 2019 bisa dilakukan muali awal April mendatang. "Jadi sebelum musim giling tiba, sebaiknya semua isi gudang sudah terserap pasar," kata Aris.
Oleh sebab itu, lanjut Aris, kuota impor harus disesuaikan dengan kebutuhan dan produksi gula nasional. Selain itu, momentum impor gula juga sebaiknya tidak berdekatan dengan masa giling karena bisa mengakibatkan gula petani tidak terserap pasar.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri makanan dan minuman tumbuh melambat dari 8,29 persen pada triwulan III-2017 menjadi 8,1 persen pada triwulan III-2018. Sementara impor gula cenderung terus meningkat dari 1 juta ton pada 2008 menjadi 4,5 juta ton pada 2017.