Jakarta dan Keamanan Pejalan Kaki yang Masih Memprihatinkan
›
Jakarta dan Keamanan Pejalan...
Iklan
Jakarta dan Keamanan Pejalan Kaki yang Masih Memprihatinkan
Oleh
Irene sarwindaningrum
·4 menit baca
Menjelang Hari Pejalan Kaki pada 22 Januari besok, fakta menyedihkan masih menghinggapi ibu kota negeri ini, Jakarta. Kendati pembangunan dan penataan trotoar di DKI Jakarta sudah masif dilakukan, keamanan pejalan kaki belum memperoleh jaminan. Sepanjang 2018 hingga awal 2019 ini masih ada setidaknya dua pejalan kaki tewas tertabrak, juga ada yang cedera.
Laporan Global Status Report on Road Safety atau Laporan Dunia Status Keamanan di jalan yang dirilis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pejalan kaki di Indonesia menempati posisi kematian di jalan terbanyak setelah pengendara sepeda motor pada 2016. Tingkat kematian pejalan kaki di jalan mencapai 16 persen dari total kematian akibat kecelakaan sebanyak 31.282 jiwa pada 2016. Sementara angka kematian dari kecelakaan sepeda motor mencapai 74 persen.
Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus mengatakan, dengan statistik itu, artinya setiap hari ada sekitar 14 pejalan kaki tewas di jalan di Indonesia. ”Di Jakarta, trotoar sudah nyaman, tetapi belum aman juga,” katanya di Jakarta, Minggu (20/1/2019).
Setidaknya dua pejalan kaki tewas di jalanan Jakarta sepanjang 2018. Pada Januari 2018, Irsan Pratama (27) terluka parah dan akhirnya tewas setelah beberapa hari dirawat karena ditabrak mobil di depan supermarket Grand Lucky, Radio Dalam, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Masih pada Januari 2018, Joejoen Ratnasari (56) tewas tertabrak truk di Jalan Boulevard Raya, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Pada Mei 2018, seorang pejalan kaki yang tak diketahui identitasnya tewas tertimpa pohon yang ditabrak bus Transjakarta saat menyeberang di Jalan Teuku Nyak Arif.
Menurut Alfred, para pejalan kaki yang menjadi korban kecelakaan itu tak berjalan di trotoar karena kondisi trotoar yang tak bisa dilewati dengan nyaman serta fasilitas penyeberangan yang minim. ”Di Radio Dalam, korban tak bisa jalan di trotoar karena trotoar ada pot-pot besar,” katanya.
Sebagian besar trotoar Jakarta masih belum aman karena banyak lubang saluran air yang tak ada tutupannya, okupasi pedagang kaki lima (PKL) hingga papan reklame, serta sepeda motor yang masih kerap naik ke trotoar. Sejumlah keluhan soal trotoar yang menyebabkan pejalan kaki terluka juga diterima Koalisi Pejalan Kaki.
Pada 16 Januari 2018, misalnya, seorang pejalan kaki terperosok di lubang drainase tanpa tutupan di trotoar Jalan Gatot Subroto, di antara Wisma Baja dan Kementerian Perdagangan dan Perindustrian, Jakarta Selatan. Akibatnya, sang pejalan kaki mengalami luka lecet-lecet. Seorang pejalan kaki lain melapor patah tulang karena terperosok ke lubang trotoar di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat.
Selain belum aman, banyak trotoar di Jakarta yang masih putus-putus. Di Jalan Slipi I, misalnya, sebagian ruas jalan terdapat trotoar yang sudah baik, tetapi tiba-tiba trotoar menghilang saat menuju kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Kondisi ini membuat sebagian warga enggan berjalan kaki.
Padahal, kondisi trotoar yang baik merupakan salah satu faktor utama yang dapat mendorong warga beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi massal umum. Hal itu penting guna mengurangi kemacetan Jakarta yang sudah parah.
Wakil Direktur The Institute of Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia Faela Sufa mengatakan, pengguna transportasi umum pastilah pejalan kaki. Guna meningkatkan minat warga menggunakan transportasi umum, trotoar yang aman dan nyaman sangat penting. Bukan hanya di koridor utama, melainkan juga di kawasan di sekitarnya.
Selama 2017-2018, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan penataan trotoar secara masif. Hasilnya bisa dilihat di antaranya di Jalan Sudirman-MH Thamrin, Jalan Kebon Sirih, dan Gelora Bung Karno. Trotoar tidak saja lebar, sekitar 9 meter, tetapi juga dilengkapi furnitur trotoar.
Namun, kata Alfred, kondisi trotoar yang aman dan nyaman di Jakarta ini masih kurang dibandingkan dengan total panjang trotoar. Menurut data Badan Pusat Statistik DKI Jakarta tahun 2015, panjang trotoar di Jakarta 540 kilometer. Sebelum 2018, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pernah menargetkan penataan trotoar sepanjang 2.600 kilometer.
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho mengatakan, saat ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memprioritaskan pembangunan infrastruktur untuk pejalan kaki. Setelah penataan trotoar Jalan Sudirman-Jalan MH Thamrin, rencana selanjutnya adalah penataan trotoar Jalan Rasuna Said dan merembet ke Jalan MT Haryono.
”Jembatan-jembatan penyeberangan orang juga sudah dilengkapi dengan lift untuk kaum disabilitas, yaitu di Bundaran Senayan, Polda Metro Jaya, dan JPO Pelangi di Jalan Dr Sumarno,” katanya.
Guna mencegah kendaraan masuk ke trotoar, kata Hari, saat ini dibuat penghalang trotoar (bollard) sehingga kendaraan tak bisa masuk. Rencana ke depan kemungkinan akan dipasang kamera pemantau (CCTV) di trotoar untuk mengawasi dan menindak pengendara yang masuk trotoar.