JAYAPURA, KOMPAS — Provinsi Papua masuk kategori wilayah paling rawan gangguan keamanan pada pelaksanaan pemilu 17 April di seluruh Indonesia. Hal ini berdasarkan sejumlah indikator, yakni masalah geografis, teror kelompok kriminal bersenjata, dan terbatasnya jumlah personel kepolisian.
Hal itu disampaikan Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Martuani Sormin saat dihubungi dari Jayapura, Senin (21/1/2019). Martuani mengatakan, Papua paling rawan konflik dalam pemilu dilatarbelakangi kondisi geografis yang sulit, serta jaringan komunikasi, transportasi, dan kekuatan personel yang belum ideal jika dibandingkan dengan luas wilayah.
Menurut dia, kondisi geografis yang sulit dan minimnya sarana transportasi menyebabkan pergeseran pasukan terlambat. Faktor geografis juga sering menyebabkan pendistribusian logistik terhambat. ”Kami bersinergi dengan KPU dan Bawaslu Papua agar segala kendala yang dapat mengganggu distribusi logistik pemilu bisa tertangani,” ujar Martuani.
Ia pun menambahkan, kelompok kriminal bersenjata masih menebar teror di empat kabupaten dari tujuh kabupaten yang rawan konflik pemilu di Papua. Empat wilayah itu adalah Puncak, Puncak Jaya, Lanny Jaya, dan Nduga.
Dari catatan Kompas pada tahun 2018 hingga Januari 2019, jumlah kasus teror yang dilakukan kelompok ini mencapai 28 kasus. Teror tersebut menyebabkan korban tewas sebanyak 22 warga sipil dan 8 aparat keamanan dari TNI serta Polri. Sementara korban luka dari warga sipil sebanyak 7 orang dan aparat keamanan 8 orang.
”Empat kabupaten ini adalah wilayah rawan gangguan kelompok kriminal bersenjata. Kami sudah menggelar kekuatan di pos keamanan dan polres untuk mengantisipasi aksi mereka,” ujar Martuani.
Kepala Biro Operasi Polda Papua Komisaris Besar Gatot Haribowo mengatakan, pihaknya telah menetapkan tujuh daerah yang rawan aksi teror kelompok tersebut pada saat pelaksanaan pemilihan presiden dan legislatif pada 17 April mendatang. Tujuh kabupaten itu adalah Nduga, Lanny Jaya, Puncak, Puncak Jaya, Paniai, Mimika, dan Tolikara.
”Kami menyiapkan 7.707 personel untuk menghadapi gangguan keamanan dalam pelaksanaan pemilihan presiden dan legislatif di Papua,” kata Gatot.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua Theodorus Kosay mengemukakan, pihaknya akan bertemu dengan Polda Papua untuk membicarakan upaya pengamanan di daerah-daerah rawan konflik.
”Terdapat sejumlah potensi pemicu konflik dalam pemilu di Papua, yakni minimnya partisipasi masyarakat dalam perekaman KTP elektronik sehingga terancam tak bisa memilih dan belum dilantiknya komisioner KPU di sejumlah kabupaten,” tutur Theodorus.
Ia pun mengungkapkan, proses seleksi Panitia Pemilihan Distrik untuk 11 distrik di Kabupaten Nduga hingga kini belum tuntas. Hal itu dipicu situasi keamanan yang tidak pasti di daerah tersebut.
”Semua pegawai KPU Kabupaten Nduga memilih berkantor di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya. Sementara warga di tujuh distrik dilaporkan masih mengungsi,” ungkap Theodorus.
Ia menambahkan, KPU Papua akan meminta bantuan pengawalan aparat keamanan agar proses seleksi Panitia Pemilihan Distrik dapat terlaksana secepatnya. Adapun jadwal seleksi hingga pelantikan yang ditetapkan KPU RI hanya sampai 31 Januari 2019.