Sebanyak 10 bus Trans-Sarbagita, bus transportasi publik di Bali, tetap beroperasi. Trayek hanya melayani dua koridor dengan masing-masing menjalankan 4 bus dan 1 bus untuk cadangan.
Memasuki tahun 2019, Pemerintah Provinsi Bali memberikan tiket gratis kepada siswa dan mahasiswa. Masyarakat umum membayar Rp 3.500 sekali jalan. Pemerintah setempat menganggarkan biaya operasional sekitar Rp 3,7 miliar.
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali I Gusti Agung Sudarsana menjelaskan berbagai pertimbangan untuk tetap menjalankan semua bus Trans-Sarbagita yang ada. ”Tahun ini orientasi pemerintah ke pelayanan publik dan tidak ke profit. Maka, siswa dan mahasiswa digratiskan saja,” kata Sudarsana, Minggu (20/1/2019).
Pendapatan daerah dari trayek bus Trans-Sarbagita ini, katanya, akan berkurang. Tahun lalu, pendapatan dari tiket selama satu tahun sekitar Rp 1 miliar. Konsekuensinya, ia menghitung turunnya pendapatan dan hanya mendapatkan sekitar Rp 400 juta per tahun.
Tahun ini orientasi pemerintah ke pelayanan publik dan tidak ke profit. Maka, siswa dan mahasiswa digratiskan.
Program Trans-Sarbagita di Bali beroperasi sejak tahun 2011. Bus ini merupakan bantuan dari pusat. Selama perjalanannya, program ini sering dievaluasi dan dianggap tidak menguntungkan serta menghabiskan anggaran pemerintah untuk perawatan serta gaji pegawainya.
Bahkan, bulan Oktober 2018, pemerintah setempat hanya menjalankan satu koridor. Karena dianggap belum sesuai evaluasi, pemerintah menghentikan sementara. Sekarang, awal Januari ini, dua koridor dijalankan kembali, yaitu Koridor I Ngurah Rai-GWK dan Koridor II Tohpati-Nusa Dua. Alasannya, dua koridor ini dianggap paling ramai karena puluhan mahasiswa memanfaatkannya untuk ke kampus, khususnya Universitas Udayana.
Pada tahun 2014, bus trans di Bali ini berjumlah 25 unit. Selanjutnya, berangsur dikurangi hingga Minggu ini tinggal beroperasi 10 armada.
Beberapa masyarakat yang memanfaatkan bus ini menyatakan terbantu. Hanya saja, mereka masih mengeluhkan halte yang kurang terawat dan jadwal kedatangan yang terlambat beberapa menit.
Wayan Putra, mahasiswa yang memanfaatkan bus ini, menyayangkan kurang terawatnya sejumlah halte. ”Haltenya tidak bersih dan panas. Jadi menunggu di halte ini tidak nyaman sekali,” katanya.
Haltenya tidak bersih dan panas. Jadi menunggu di halte tidak nyaman sekali.