Limabelas tahun sudah bus transjakarta beroperasi di Jakarta. Selama itu pula, transjakarta membentuk peradaban bertransportasi umum yang modern di ibu kota.
Oleh
Agnes Rita Sulistyawaty, Helena F Nababan, dan Irene Sarwindaningrum
·5 menit baca
Lima belas tahun sudah bus Transjakarta beroperasi di Jakarta. Selama itu pula Transjakarta membentuk peradaban bertransportasi umum yang modern di Ibu Kota.
Setelah melewati persiapan panjang berliku, bus Transjakarta mengaspal juga di Jakarta, 15 Januari 2004. Saat itu, seperti diberitakan Kompas, belum semua persiapan Koridor 1 rute Blok M-Kota dianggap memadai. Masih ada bolong di sana-sini, seperti rambu penanda yang minim, persoalan tiket, dan prasarana.
Bus Transjakarta saat itu diyakini sebagai solusi mengatasi kemacetan di Ibu Kota. Pada tahun 2004, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan anggaran Rp 120 miliar untuk pembangunan Transjakarta. Di Jakarta, pada awal pengoperasian Transjakarta, Pemprov DKI merangkul sembilan operator bus eksisting yang bergabung dan mendukung operasional Transjakarta.
Dalam buku Busway, Terobosan Penanganan Transportasi Jakarta terbitan Sinar Harapan tahun 2006, sambutan masyarakat atas Koridor 1 sepanjang 12,9 kilometer dari Blok M ke Kota sungguh antusias. Ribuan penumpang memadati bus Transjakarta.
Transjakarta merupakan bus rapid transit (BRT) pertama di Asia Tenggara. BRT disebut juga angkutan umum massal berbasis bus atau berbasis jalan untuk membedakannya dengan yang berbasis rel. Panjang keseluruhan jalur lintasan Transjakarta, seperti tertera di situs PT Transportasi Jakarta (Transjakarta), mencapai 208 kilometer dan diklaim menjadi lintasan BRT terpanjang di dunia. Jalur khusus bus ini membuat perjalanan Transjakarta lebih efektif ketimbang bus reguler.
Belajar dari kota-kota yang lebih dulu menerapkan BRT, sejumlah aturan pembatasan kendaraan diterapkan di Jakarta. Mulai dengan three in one hingga ganjil genap nomor kendaraan bermotor. Juga ada kebijakan subsidi tarif. Dengan subsidi dari Pemprov DKI, tiap pengguna tinggal membayar tiket Rp 3.500 dan tak perlu membayar lagi saat melanjutkan perjalanan dengan bus lain asal tidak keluar dari halte. Tarif bus reguler saja kini sudah Rp 4.000 per orang.
Di awal kelahirannya, Transjakarta hadir untuk memperbaiki wajah transportasi publik Ibu Kota yang teramat usang. Agung Wicaksono, Direktur Utama PT Transportasi Jakarta, Selasa (15/1/2019), menjelaskan, angkutan umum di Jakarta sebelum 2004 seperti yang masih ada saat ini. Angkutan umum yang dikelola swasta.
Angkutan swasta lebih banyak mengejar setoran untuk keuntungan. Bus yang ngetem banyak ditemui. Orang lebih memilih naik kendaraan pribadi. Kemacetan di Jakarta kian menjadi. Kala itu, sudah biasa bus tua melintas di jalanan, sopir ugal-ugalan, asap pekat masuk lewat jendela bus, hingga kriminalitas. Pengguna berebut naik bus, tidak di halte.
Kini, di masa Transjakarta, penumpang terbiasa tertib antre. Transjakarta memaksa penggunanya naik-turun bus hanya di halte resmi. Bus-bus disiapkan lengkap dengan pendingin udara. Pramudi—sopir bus transjakarta—diberi gaji bulanan, tak perlu lagi kejar setoran, tak perlu ngetem.
Isworo (48), karyawan swasta, mengungkapkan, ketika berangkat kerja dan pulang kerja akan terjadi antrean penumpang. Selain itu, penumpang juga akan berdesak-desakan di dalam bus. ”Harus biasakan diri kalau sudah gitu (antre dan berdesakan). Tidak nyaman, tetapi harus dijalani. Semoga bisa dibenahi,” katanya.
Pramudi pun berseragam, berjas dan berdasi. Banyak juga perempuan menjadi pramudi. Petugas onboard—kenek Transjakarta—berdiri di pintu membantu penumpang naik-turun bus. Mereka juga menginformasikan halte yang segera disinggahi bus.
Aneka bus
Di awal beroperasi, Koridor 1 dilayani bus khas bercat merah-oranye dan berbahan bakar gas. Hanya, hingga kini, terbatasnya stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) masih jadi persoalan yang belum terpecahkan. Karena itu pula, sebagian besar bus Transjakarta belakangan menggunakan bahan bakar minyak.
Selain mengoperasikan bus gandeng dan angkutan malam hari untuk terobosan layanan, beberapa bus dicat menyerupai bus jadul, seperti Mayasari Bakti yang khas dengan cat hijaunya atau bus PPD biru dan strip oranye. Bus-bus ini dinamakan vintage series. Diversifikasi bus dan layanan terus dilakukan saat ini dengan turut mengoperasikan bus berukuran sedang. Bus ini beroperasi di rute yang dulu milik Metromini atau Kopaja.
Bus Transjakarta berlantai rendah kini juga beroperasi di Jakarta. Saat Asian Games lalu, bus berlantai rendah ini wara-wiri di seputar Gelora Bung Karno untuk angkutan atlet ataupun ofisial. Kini, bus berlantai rendah dioperasikan di rute nonkoridor alias tanpa jalur khusus, dengan halte di sisi kiri jalan.
PT Transjakarta tak lupa mengoperasikan bus untuk melayani warga dari kota-kota tetangga menuju Ibu Kota. Ada bus regular juga bus premium bernama Royaltrans. Integrasi turut dilakukan dengan operator bus kecil, seperti KWK dan mikrolet, lewat program JakLingko. Bus-bus kecil ini menjadi pengumpan bagi Transjakarta. Bus lainnya adalah bus tingkat yang bisa diakses gratis khusus untuk berwisata berkeliling Jakarta.
Tantangan
Transport Associate Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia, Gandrie Ramadhan, mengatakan, kendati cukup berhasil, Transjakarta menghadapi tantangan berat. Tantangan itu di antaranya sterilisasi jalur yang belum pernah diwujudkan, aksesibilitas dan integrasi dengan moda transportasi massal berbasis rel yang akan segera beroperasi di Jakarta, MRT dan LRT.
Terkait aksesibilitas, masih banyak titik yang akses yang kurang nyaman bagi pejalan kaki dan tak mendukung kaum difabel. Untuk itu, pada 2018, Pemprov DKI membangun pelican crossing sehingga calon penumpang Transjakarta tak perlu menggunakan jembatan penyeberangan untuk mencapai halte. Realisasi pelican crossing diapresiasi. Selain itu, juga perlu ada peningkatan kualitas trotoar di sekeliling koridor utama, bukan hanya di jalur utama saja.
Dengan semua plus-minusnya, Transjakarta tak dimungkiri telah membentuk peradaban baru bertransportasi. Kuantitas dan kualitas layanannya mesti terus ditingkatkan untuk seterusnya. (FRANSISKUS WISNU WARDHANA)