TEGAL, KOMPAS— Sejumlah nelayan cantrang asal Kota Tegal, Jawa Tengah, mulai melirik alat tangkap khusus untuk cumi-cumi, bouke ami. Selain menyiapkan diri jika cantrang sepenuhnya dilarang, menangkap cumi-cumi dinilai lebih menguntungkan karena tersedia cukup banyak.
Kepala Seksi Operasi Pelabuhan dan Kesyahbandaran Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari, Tegal, Tuti Suprianti, Senin (21/1/2019), mengatakan, beberapa bulan terakhir, sejumlah nelayan cantrang menangkap cumi-cumi di tengah laut. Padahal, alat cantrang digunakan untuk menjaring ikan seperti kuniran dan abangan di dasar laut.
Menurut Tuti, menangkap cumi-cumi dirasa lebih menghasilkan. ”Melihat hasil bagus, nelayan lain ikut mencoba menangkap cumi-cumi. Saat ini, pemilik kapal cenderung membuat kapal baru dengan alat tangkap jaring khusus cumi-cumi seperti bouke ami,” ucap Tuti.
Tuti mengatakan, meski pada dasarnya nelayan tergerak beralih karena dinilai lebih menghasilkan, hal itu juga dalam rangka menyiapkan kapal jika suatu saat cantrang sepenuhnya dilarang.
Berdasarkan data PPP Tegalsari, produksi cumi-cumi di pelabuhan tersebut pada 2018 sebesar 3.992 ton atau senilai Rp 199,6 miliar. ”Memang turun dari tahun 2017 yang 4.983 ton, senilai Rp 249,6 miliar.
Namun, sebenarnya banyak yang tidak terdata karena setelah kapal sandar, tangkapan langsung masuk ke kontainer dengan pendingin,” kata Tuti.
Saat ini, dari 776 kapal di PPP Tegalsari, mayoritas masih menggunakan alat tangkap cantrang, yakni 584 kapal. Kemudian disusul gillnet 103 kapal, purse seine 51, dan bouke ami (jaring cumi-cumi) 21 unit.
Sisanya berupa bubu, rawai dasar, pancing cumi-cumi, dan jaring liong bun. Dari jumlah itu, 363 kapal berbobot di atas 30 gros ton, sisanya di bawah 30 GT.
Nakhoda kapal tangkap cumi-cumi asal Tegal, Yanto (33), mengatakan, pada musim hujan, gelombang cenderung tinggi sehingga sulit mendapat tangkapan optimal.
Namun, dibandingkan periode yang sama pada tahun-tahun sebelumnya, saat ini jumlah tangkapan lebih baik. ”Biasanya hanya dapat 8 ton, sekarang 16 ton,” katanya.
Ketua Koperasi Unit Desa Karya Mina, Hadi Santoso, menyatakan, sejumlah nelayan telah beralih ke alat tangkap selain cantrang, yakni gillnet dan bouke ami. (DIT)