Produk Impor Kuasai Barang Dagangan di Tanah Abang (3)
Derasnya perputaran uang di Tanah Abang, Jakarta, menjadikan tempat ini bernilai strategis. Transaksi produk tekstil di tempat ini berpotensi meningkatkan nilai ekspor nonmigas nasional. Sayangnya, potensi ini belum dapat dimanfaatkan optimal karena produk tekstil yang dipasarkan di pasar ini didominasi produk impor.
”Tanah Abang itu produknya dikuasi barang impor semua. Jumlah produk impor yang masuk ke Tanah Abang itu di atas 50 persen. Sebagian besar produk berasal dari China, Korea, dan Taiwan,” kata Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat kepada Kompas, Sabtu (19/1/2019).
Ade mengatakan, hal ini disebabkan rendahnya kualitas produk lokal. Menurut dia, kualitas industri ditentukan oleh pendapatan masyarakat. ”Jangan bicara kualitas kalau pendapatan per kapita kita di bawah 5.000 dollar Amerika Serikat. Kalau masyarakat pendapatannya rendah, kualitas barang industri juga rendah, termasuk industri tekstil,” ujarnya.
Saat ditemui Kompas pada Sabtu siang, Jerry (40), pedagang kain di Blok-B Tanah Abang, mengatakan, kualitas kain lokal kurang diminati oleh konsumen. Jerry menunjukkan, kain produk lokal lebih kasar dibandingkan produk impor.
”Kalau dari segi harga, produk impor jauh lebih tinggi, yaitu Rp 100.000 per meter. Sementara produk lokal hanya Rp 70.000 per meter. Meskipun demikian, konsumen tetap lebih memilih produk impor karena bahannya lebih halus dan bagus untuk dijadikan celana,” ujar Jerry.
Berdasarkan Publikasi Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan 2015 yang berjudul ”Info Komoditi Pakaian Jadi” disebutkan, Tanah Abang merupakan salah satu sentra terbesar pakaian jadi di Jakarta, bahkan di Indonesia. Selain itu, Pasar Tanah Abang juga merupakan pusat perbelanjaan tekstil terbesar di Asia Tenggara. Pasar ini merupakan pusat penjualan pakaian, baik grosir maupun eceran.
Selain itu, Tanah Abang juga menyediakan beraneka pakaian jadi, dari pakaian anak-anak hingga pakaian orang dewasa. Pasar ini menjual berbagai macam bahan baku (kain) untuk membuat pakaian. Jumlah pengunjung mencapai sekitar 73 juta orang setiap tahun dengan jumlah pedagang sekitar 28.000 pedagang, dan omzet per hari sekitar Rp 400 miliar.
Dalam publikasi itu juga disebutkan bahwa impor pakaian jadi Indonesia pada 2014 didominasi oleh impor dari China dengan pangsa sebesar 40,2 persen dari total impor pakaian jadi Indonesia pada tahun tersebut.
Nilai impor kala itu mencapai 178,6 juta dollar AS. Sementara Turki dan Hong Kong menempati peringkat ke-2 dan ke-3 negara asal impor pakaian jadi dengan nilai impor masing-masing mencapai 28,4 juta dollar AS dan 26,4 juta dollar AS. Negara asal impor pakaian jadi Indonesia yang tak kalah signifikan adalah Bangladesh dan Kamboja dengan nilai impor masing-masing mencapai 23,8 juta dollar AS dan 11,6 juta dollar AS.
Sejalan dengan itu, Manajer Unit Pasar Besar (UPB) Pasar Tanah Abang Mardiyanto menyebutkan, saat ini jumlah pedagang yang ada di blok A-G Pasar Tanah Abang 10.808 orang. Sementara terkait jumlah rata-rata pembeli setiap hari, Mardiyanto belum bisa merinci.
”Asal pembeli bermacam-macam, dari area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan dari luar daerah, hingga luar negeri, seperti dari benua Eropa, Afrika dan Asia,” ucap Mardiyanto.
Potensi industri TPT
Kementerian Perindustrian mencatat, pada 2018 ekspor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mencapai 13,8 miliar dollar AS atau meningkat 14,14 persen dibandingkan 2017. Potensi ekspor ini diharapkan terus naik agar dapat meningkatkan nilai ekspor nonmigas.
Sebagai salah satu komoditas unggul, pada 2019 Airlangga menyampaikan, target ekspor TPT mencapai 15 miliar dollar AS dan menyerap tenaga kerja sebanyak 3,11 juta orang. Untuk mencapainya, dibutuhkan investasi baru dan ekspansi di setiap sektor industri TPT.
Saat ini, Amerika Serikat, Jepang, dan China masih menjadi tujuan utama dari ekspor TPT. Mengacu pada data Kementerian Perdagangan, dari Januari hingga Juni 2018, nilai ekspor TPT ke Amerika Serikat mencapai 2,25 miliar dollar AS atau naik 8 persen dibandingkan periode yang sama pada 2017. Dalam periode yang sama, ekspor TPT ke Jepang mencapai 657,2 juta dollar AS dan China sebesar 401,8 juta dollar AS.
Guna meningkatkan daya saing produk lokal, dikutip dari laman resmi Kementerian Perindustrian (15 September 2018), Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto sedang menjalankan program pendidikan vokasi industri untuk menyiapkan tenaga kerja yang kompeten sesuai kebutuhan di lapangan. ”Kami juga memiliki program Pendidikan dan Pelatihan 3 in 1 untuk operator mesin garmen,” paparnya.
Lebih lanjut, Airlangga menyampaikan, industri TPT nasional terus didorong untuk segera memanfaatkan teknologi digital, seperti 3D printing, automation, dan internet of things. Tujuannya, agar siap menghadapi era Industri 4.0. ”Upaya transformasi ini diyakini dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas, selain melanjutkan program restrukturisasi mesin dan peralatan,” ujarnya.
Tak hanya itu, Kementerian Perdagangan juga mencatat potensi dari ekspor TPT ini. Dalam konferensi pers pada 10 Januari 2019, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, pertumbuhan nilai ekspor nonmigas di negara nontradisional menunjukkan tren peningkatan, sektor TPT menjadi salah satu produk andalan.
Periode Januari-November 2018, ada peningkatan nilai ekspor nonmigas ke beberapa negara dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Misalnya, ke Bangladesh (15,9 persen), Turki (10,4 persen), Kanada (9 persen), dan Polandia (23,3 persen),” ujar Enggartiasto.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Muhammad Faisal, menyampaikan sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, seharusnya Indonesia memiliki peluang ekspor tekstil baju Muslim lebih besar dibandingkan China dan Thailand. Namun, pasokan pakaian Muslim di Timur Tengah lebih dikuasai oleh kedua negara tersebut.
”Untuk itu, pemerintah perlu lebih serius mendorong diversifikasi ke negara-negara tujuan ekspor nontradisional. Tujuannya agar nilai ekspor meningkat dan ketergantungan terhadap pasar ekspor utama tidak terlalu besar,” ujar Faisal. (Kristi Dwi Utami/Sharon Patricia)