JAKARTA, KOMPAS - Sinergi program dinilai penting untuk meningkatkan ketrampilan pekerja dan menopang produktivitas nasional. Produktivitas pekerja ikut menentukan daya saing manufaktur Indonesia di persaingan global.
"Sinergisitas program peningkatan ketrampilan dan produktivitas dapat dilakukan melalui satu pintu, yakni Lembaga Produktivitas Nasional," kata Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia Andy William Sinaga ketika dihubungi, Senin (21/1/2019).
Andy mengatakan, Lembaga Produktivitas Nasional (LPN) diberikan tugas dan wewenang dalam menyusun cetak biru peningkatan produktivitas nasional. Keputusan Presiden diperlukan untuk memperkuat eksistensi lembaga tersebut sehingga Kepala LPN bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Cetak biru program peningkatan produktivitas nasional tersebut harus disesuaikan dengan perkembangan teknologi di era industri 4.0. Penyesuaian dapat dilakukan dengan merestrukturisasi keberadaan balai latihan kerja dan restrukturisasi kurikulum dengan instruktur yang kapabel dan tersertifikasi secara internasional.
"Pemerintah juga harus menyiapkan anggaran khusus ke LPN untuk dapat menjalankan program peningkatan produktivitas secara nasional," kata Andy.
Sebelumnya, secara terpisah, Direktur Eksekutif Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia Danang Girindrawardhana mengatakan, produktivitas berkait erat dengan daya saing Indonesia. Dukungan atau kebijakan pun harus menyeluruh apabila ingin mendorong dunia usaha mampu mengoptimalkan penggarapan pasar.
Produktivitas berkait erat dengan daya saing Indonesia.
Dia mencontohkan dukungan pemerintah dalam membangun perjanjian dagang mampu memudahkan pelaku industri, semisal industri tekstil menembus pasar ekspor. Di sisi lain ada masalah atau kebijakan di dalam negeri yang belum selesai
"Contohnya soal upah minimum sektoral kabupaten yang belum diperbaiki. Padahal tuntutan upah minimum sektoral kabupaten yang tinggi menjadi masalah besar bagi pelaku industri padat karya," ujar Danang. Menurut Danang upah minimum sektoral kabupaten yang terlalu tinggi akan membebani komponen biaya produksi dan berujung pada rendahnya daya saing harga produk.
Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor Kamar Dagang dan Industri Indonesia Handito Joewono menuturkan, pemerintah harus membantu agar produk-produk Indonesia berdaya saing. "Jadi bukan hanya berkualitas bagus, harga jual produk juga harus kompetitif," katanya.
Menurut Handito pemerintah dapat melihat dan membandingkan model-model langkah yang dilakukan negara lain dalam meningkatkan daya saing produk mereka untuk menembus pasar ekspor.
Merujuk data Badan Pusat Statistik, total nilai ekspor Indonesia Januari-Desember 2018 sebesar 180,06 miliar dollar AS atau naik 6,65 persen dibanding tahun 2017 yang 168,83 miliar dollar AS. Sementara itu nilai impor sepanjang tahun 2018 sebesar 188,63 miliar dollar AS atau naik 20,15 persen dibanding tahun 2017 yang 156,99 miliar dollar AS.