Soal Tarif Tol, Pelaku Usaha Masih Menimbang-nimbang
›
Soal Tarif Tol, Pelaku Usaha...
Iklan
Soal Tarif Tol, Pelaku Usaha Masih Menimbang-nimbang
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar/M Clara Wresti
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pengusaha dan pelaku jasa logistik menilai tarif Jalan Tol Trans-Jawa masih tinggi meski pemerintah dan badan usaha jalan tol memberikan diskon hingga 15 persen dua bulan pertama ini. Namun, sebagian merasa usaha terbantu karena waktu tempuh menjadi semakin singkat.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Kyatmaja Lookman di Jakarta, Senin (21/1/2019), menyatakan, pada dasarnya Jalan Tol Trans-Jawa menguntungkan jasa angkutan barang atau logistik karena banyak kendaraan pribadi dan angkutan penumpang pindah ke tol. Dengan demikian, kepadatan di jalan arteri berkurang.
Akan tetapi, keberadaan jalan tol tak serta-merta menggiring sopir truk ke jalan tol. Sebab, tarif tol khususnya di jalan tol baru masih terlalu tinggi. Tarif untuk kendaraan jenis truk, misalnya, di atas Rp 1.000 per kilometer (km). Hal itu berbeda dengan tarif tol lama, seperti Jagorawi, yang di bawah Rp 1.000 per km.
Dengan tarif sebesar itu, keuntungan sopir anjlok jika lewat jalan tol. Uang jalan mereka tergerus sampai 50 persen untuk membayar tol, semisal di Jakarta-Surabaya yang mencapai Rp 1,2 juta. Namun, beda hal dengan angkutan penumpang. Kenaikan tiket bagi penumpang bus antarkota antarprovinsi, misalnya Rp 20.000 per kursi, dinilai bisa dilakukan karena mereka ingin cepat sampai tempat tujuan.
Fasilitas pendukung
Meski demikian, Kyatmaja mengakui, utilisasi armada dapat ditingkatkan melalui jalan tol. Bagi angkutan truk berpendingin atau truk dengan barang yang sensitif terhadap waktu, lewat jalan tol akan lebih menguntungkan. Dia yakin lambat laun angkutan truk akan makin banyak yang memanfaatkan jalan tol.
”Jika pemerintah bisa memberikan pancingan, semisal tarif tol untuk truk disamakan dengan kendaraan golongan I dalam periode tertentu, akan banyak pengusaha angkutan yang berpindah ke tol,” ujar Kyatmaja.
Presiden Direktur PT Siba Surya, Stefanus Suryaatmadja, penyedia jasa angkutan barang yang berpusat di Semarang, berpendapat senada. Tarif tol baru dinilai masih terlalu tinggi. Oleh karena itu, pihaknya belum memanfaatkan jalan tol dalam waktu dekat.
Tarif tol baru dinilai masih terlalu tinggi.
Menurut Stefanus, selain tarif, dia menilai fasilitas bagi kendaraan truk di jalan tol masih kurang, terutama jika kendaraan tiba-tiba rusak di jalan tol. Agar pengusaha angkutan barang tertarik lewat jalan tol, operator perlu melakukan pendekatan atau promosi.
Tarif khusus
Sekretaris Jenderal Organda Ateng Aryono berpendapat, jalan tol sangat membantu pengusaha angkutan penumpang dan barang dari segi waktu. ”Mereka akan berhemat waktu sehingga mereka akan lebih produktif. Di jalan tol bebas hambatan dan tidak berbaur dengan kegiatan warga sehingga laju kendaraan bisa lebih cepat,” kata Ateng.
Apabila lokasi usaha itu terletak di dekat pintu masuk dan keluar pintu tol, pengusaha akan sangat terbantu. Melalui jalan tol memang akan menambah biaya operasional dari angkutan umum, tetapi dengan adanya penghematan waktu, operator bus punya kesempatan untuk menarik banyak penumpang baru.
”Apalagi saat ini, dengan adanya Trans-Jawa, waktu tempuh menjadi lebih singkat, dan harga pesawat terbang cukup tinggi, operator angkutan umum mempunyai peluang baru untuk menambah okupansinya,” ujar Ateng.
Ateng mengatakan, Organda sudah sejak lama mengusulkan kepada Badan Pengelola Jalan Tol untuk memberikan tarif khusus kepada angkutan umum, baik penumpang maupun barang, gardu khusus, dan lain-lain akan sangat membantu angkutan umum.
Direktur Pengembangan PT Jasa Marga (Persero) Tbk Adrian Priohutomo mengatakan, terdapat dua ruas yang dikelola anak perusahaan PT Jasa Marga (Persero) Tbk yang memang tidak layak secara untuk investasi karena volume lalu lintasnya masih rendah. Keduanya adalah ruas Solo-Ngawi dan Ngawi-Kertosono. ”Karena mendapat dukungan dari pemerintah sehingga secara investasi menjadi layak,” kata Adrian.
Menurut Adrian, untuk mendukung usaha di bidang logistik, terbuka kemungkinan untuk dilakukan kerja sama antara operator jalan tol dan pengusaha angkutan logistik. Bentuk kerja samanya dapat terkait dengan bisnis inti Jasa Marga dengan memanfaatkan aset yang dimiliki Jasa Marga.