Waspadai Cuaca Ekstrem dan Potensi Bencana
JAKARTA, KOMPAS — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mengidentifikasi curah hujan tinggi akan terus terjadi pada tiga hari hingga lima hari ke depan. Masyarakat diimbau untuk tetap waspada pada bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, dan genangan.
Kepala Subbidang Prediksi Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Agie Wandala Putra mengatakan, musim hujan di Indonesia dipengaruhi oleh monsun Asia. Hal tersebut menyebabkan tekanan angin di Asia tinggi, sedangkan di sekitar Australia tekanannya rendah.
”Hujan terjadi di Indonesia karena menjadi tempat pertemuan arus udara dari utara dengan arus udara dari selatan atau yang disebut dengan massa udara,” kata Agie di Jakarta, Selasa (22/1/2019). Hal tersebut menyebabkan fenomena seruakan dingin (cold surge).
Akibat dorongan udara dingin dari Asia menuju Indonesia, semua massa udara berkumpul sehingga potensi hujan terjadi. Buktinya, terdapat hujan tinggi di wilayah utara Pulau Jawa, seperti pesisir utara Jawa, Bangka bagian selatan, dan selatan Kalimantan. Selain itu, juga terjadi hujan tinggi di Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi bagian selatan.
Agie menyebutkan, cuaca ekstrem ini akan memperpanjang potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, dan genangan, hingga tiga sampai lima hari ke depan. Bahkan, bencana tersebut dapat terjadi hingga akhir Januari.
Puncak hujan terjadi pada periode Januari hingga Februari. Namun, BMKG memperkirakan hujan di atas normal tetap akan terjadi pada Maret.
Fenomena cuaca ekstrem akan terjadi sampai Maret. Sementara masa peralihan terjadi pada April hingga Mei. Pada masa peralihan, masyarakat perlu waspada karena akan terjadi angin puting beliung.
Agie menuturkan, masyarakat di wilayah pesisir, seperti di Semarang, perlu waspada karena banjir akan terjadi, yang diikuti pasang air laut.
”Saat ini, kondisi daratan di Jakarta masih aman karena hujan jatuhnya di wilayah perairan. Ketika sudah mencapai daratan, frekuensi hujan mulai intens,” ujar Agie.
Selain diakibatkan fenomena seruakan dingin, curah hujan tinggi terjadi karena Osilasi Madden-Julian (MJO) atau yang dikenal dengan penjalaran gelombang tropis. Fenomena ini akan bertahan di kawasan Indonesia hingga akhir Januari yang menyebabkan curah hujan tinggi hingga lima hari ke depan.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Mulyono R Prabowo mengatakan, melalui Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) di Jakarta, BMKG memonitor adanya tiga bibit badai tropis di dekat wilayah Indonesia. Salah satu bibit siklon yang saat ini berada di Laut Timor berpotensi meningkat menjadi siklon tropis dalam tiga hari ke depan.
Hal tersebut mengakibatkan potensi cuaca ekstrem berupa angin kencang yang dapat mencapai di atas 25 knot. Cuaca ekstrem tersebut terjadi di wilayah, antara lain, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan.
Gelombang tinggi
Tidak hanya hujan lebat, nelayan dan masyarakat yang tinggal di pesisir juga perlu mewaspadai potensi gelombang tinggi. Gelombang setinggi 2,5 meter hingga 4 meter diperkirakan terjadi di perairan barat Pulau Simeulue hingga Kepulauan Mentawai, perairan Pulau Enggano hingga barat Lampung, Selat Sunda bagian selatan, perairan Selatan Banten hingga Jawa Tengah, Samudra Hindia barat Sumatra hingga Jawa Tengah.
Selain itu, juga terdapat di perairan Utara Kepulauan Anambas dan Laut Natuna, Laut Jawa bagian tengah, Laut Bali, perairan Selatan Baubau, Kepulauan Wakatobi, Laut Banda bagian selatan, perairan Kepulauan Sermata, Kepulauan Babar, Laut Arafuru bagian barat.
Potensi gelombang tinggi 4 meter hingga 6 meter diperkirakan terjadi di Laut China Selatan dan Laut Natuna Utara, perairan utara Kepulauan Natuna, Laut Jawa bagian timur hingga Laut Sumbawa, Selat Makassar bagian selatan, dan perairan selatan Jawa Timur hingga Pulau Rote.
Selain itu, gelombang setinggi 4-6 meter diperkirakan juga akan terjadi di Selat Bali, Selat Lombok, Selat Alas bagian selatan, Samudra Hindia selatan Jawa Timur hingga Nusa Tenggara Timur, perairan utara Flores, perairan Kepulauan Sabalana, Kepulauan Selayar, Laut Flores, Laut Sawu, dan Laut Timor selatan Nusa Tenggara Timur.
Agie mengatakan, tingginya gelombang air laut dipengaruhi dorongan udara dingin monsun Asia disertai dorongan angina dari selatan atau Samudra Hindia. Tekanan yang tinggi tersebut menyebabkan dorongan angina ke arah Indonesia. Akibatnya, ketinggian gelombang laut dari selatan Selat Sunda, selatan Bengkulu, Lampung, dan selatan Jawa mencapai 3 meter hingga 4 meter.
Walaupun perairan dalam terlihat lebih baik, angin yang bertiup di Laut Jawa cukup kencang sehingga ketinggian gelombang dapat mencapai 2 meter hingga 3 meter. Agie berharap, nelayan di selatan Lampung, Jawa Barat, dan Jawa Tengah berhati-hati atau tidak melaut dalam waktu 3-5 hari ke depan karena selain hujan lebat, angin yang bertiup kencang.
Adapun perahu nelayan tidak dapat melaju ketika kecepatan angin yang bertiup lebih dari 15 knot dan tinggi gelombang di atas 1,25 meter. Tongkang tidak dapat melaju ketika kecepatan angin lebih dari 16 knot dan tinggi gelombang di atas 1,5 meter.
Feri tidak dapat melaju ketika kecepatan angin lebih dari 21 knot dan tinggi gelombang di atas 2,5 meter. Agie mengatakan, untuk saat ini jalur penyeberangan masih aman. Adapun kapal ukuran besar, seperti kapal kargo atau kapal pesiar, tidak dapat melaju ketika kecepatan angin lebih dari 27 knot dan tinggi gelombang di atas 4 meter.
Kepala Seksi Operasi Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai Kelas I Tanjung Priok Pujo Kurnianto mengatakan, berita cuaca dari BMKG menjadi pedoman untuk lebih berhati-hati dalam memberangkatkan kapal.
”Mungkin cuaca tersebut tidak akan bermasalah bagi kapal niaga yang ukurannya besar, tetapi akan bermasalah jika kapal dengan tonase kecil diberangkatkan,” kata Pujo.