JAKARTA, KOMPAS--Konsolidasi perbankan merupakan konsep naratif yang paling relevan dalam berbagai kondisi perekonomian. Namun, faktanya, konsolidasi tidak mudah direalisasikan akibat berbagai faktor, salah satunya peluang yang dianggap masih besar bagi bank.
Kondisi perekonomian seperti saat ini -antara lain suku bunga tinggi dan likuiditas yang mulai terbatas- bisa menjadi pemicu bank untuk memikirkan kemungkinan konsolidasi.
"Bahkan, bisa menjadi momentum untuk memacu akselerasi perbankan berkonsolidasi. Selama ini, konsolidasi perbankan banyak terjadi ketika kondisi perekonomian sedang jelek," kata pengajar Unika Atma Jaya, Jakarta, Prasetyantoko, kepada Kompas, Selasa (22/1/2019).
Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang dirilis Bank Indonesia pada 9 Januari 2004, modal minimum bank disyaratkan Rp 100 miliar. API juga menargetkan, dalam 10-15 tahun kemudian, Indonesia memiliki 2-3 bank internasional dengan modal di atas Rp 50 triliun. Selain itu, Indonesia juga memiliki 3-5 bank nasional dengan modal Rp 10 triliun-Rp 50 triliun, 30-50 bank segmen usaha tertentu dengan modal Rp 100 miliar-Rp 10 triliun, dan bank perkreditan rakyat.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ada 115 bank umum konvensional dan bank umum syariah per November 2018 di Indonesia.
Perihal API -yang dilanjutkan dengan paket kebijakan BI untuk mendorong realisasi API pada 2006- Prasetyantoko berpendapat, bank sebenarnya bisa bergabung secara alamiah. Akan tetapi, biasanya bank baru akan berkonsolidasi jika mengalami tekanan, antara lain dalam permodalan.
"Yang saat ini paling bisa didorong adalah konsolidasi bank-bank BUMN," katanya.
Terkait pembentukan perusahaan induk di sektor keuangan, Menteri BUMN Rini Soemarno berharap, bisa direalisasikan pada April 2019. Namun, Kementerian BUMN mesti berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Deputi Bidang Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo menambahkan, pembentukan perusahaan induk sektor keuangan diyakini, antara lain, akan membuat bank-bank lebih efisien dan kompetitif di pasar global serta memperkuat inklusi keuangan.
Dalam rancangan struktur perusahaan induk BUMN sektor keuangan, PT Danareksa (Persero) menjadi induk perusahaan dengan anak usaha Bank Mandiri, BNI, BRI, dan BTN, serta PT Bahana, PT Pegadaian, PT Permodalan Nasional Madani, dan PT Jalin Pembayaran Nusantara.
Kontribusi
Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK Heru Kristiyana berharap Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) I dan II dapat meningkatkan kontribusi pada perekonomian nasional. Kendati memiliki segmen tersendiri, namun kontribusinya masih terbatas.
”Peran-peran bank besar yang masuk dalam kategori BUKU IV dan BUKU III semakin nyata untuk meningkatkan kontribusi bank-bank kecil melalui konsolidasi,” ujar Heru kepada Kompas, Selasa.
Bank berkategori BUKU I memiliki modal kurang dari Rp 1 triliun, BUKU II bermodal Rp 1 triliun-Rp 5 triliun, BUKU III memiliki modal Rp 5 triliun-Rp 30 triliun, serta BUKU IV bermodal lebih dari Rp 30 triliun.
Untuk mendorong konsolidasi, OJK mengkaji ulang Peraturan OJK Nomor 39/POJK.03/2017 tentang Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia. Dalam aturan itu, bank pemegang saham pengendali hanya diizinkan mengelola satu bank. Mengelola dua bank diizinkan, selama memiliki prinsip pengelolaan berbeda, yakni konvensional dan syariah.
Menurut Heru, untuk memenuhi aturan itu, bank besar sebagai pengendali memaksa melebur dua bank menjadi satu. Ia mencontohkan, PT Bank Danamon Tbk dan PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk akan dilebur oleh bank pemegang saham pengendali, yakni MUFG Bank Ltd.
Siaran pers di laman Bank Danamon menyebutkan, Bank Danamon akan menjadi bank yang menerima penggabungan. (DIM/FER/IDR)