JAKARTA, KOMPAS - Ketua Dewan Perwakilan Daerah Oesman Sapta Odang atau OSO menegaskan dirinya tak akan mundur sebagai ketua umum Partai Hanura. Dengan demikian, bisa dipastikan OSO akan mengabaikan tenggat waktu penyerahan surat pengunduran dirinya dari Hanura ke Komisi Pemilihan Umum, pukul 23.59, Selasa (22/1/2019).
"Saya tidak akan mundur selama Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak melaksanakan perintah institusi," ujar Oesman, di Jakarta, Selasa (22/1/2019).
Menurut Oesman, keputusannya itu mengacu pada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang mengabulkan gugatannya agar namanya tetap masuk dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Perseorangan Peserta Pemilu 2019.
Oesman menambahkan, selama KPU tidak patuh terhadap putusan tersebut, selama itu pula ia tidak akan patuh terhadap keputusan KPU. "Tetapi begitu KPU patuh kepada hukum, saya ikut keputusan KPU," kata Oesman.
Seperti diberitakan sebelumnya, KPU memutuskan untuk memberi waktu kepada OSO agar menyampaikan surat pengunduran diri dari kepengurusan Hanura. KPU menunggu surat keputusan tersebut paling lambat pukul 23.59, Selasa (22/1/2019). Namun jika tidak, nama OSO tidak akan dimasukan ke dalam DCT.
"Saya tidak mengenal ancaman dan tidak mengerti ancaman karena dalam negara kita tidak boleh mengancam. Hukum itu melarang ancaman. Sampai meletakan ancaman kepada saya, dia akan terancam," kata Oesman.
Sementara bagi KPU, putusan Mahkamah Konstitusi (MK), pertengahan tahun lalu, yang melarang pengurus partai politik menjadi calon anggota DPD, menjadi dasar bagi KPU mengeluarkan syarat, Oesman harus menyerahkan surat pengunduran dirinya dari Hanura agar masuk dalam DCT Pemilu 2019.
Pengacara DPD RI, Dodi S Abdulkadir, menambahkan, komisioner KPU seharusnya taat kepada perintah undang-undang serta pengadilan. Jika KPU mengabaikannya, akan berdampak pada kelancaran Pemilu 2019.
"Berdasarkan pasal 470 (Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umun) sudah jelas diatur bahwa KPU wajib melaksanakan putusan PTUN. Dengan demikian komisioner KPU akan berhadapan dengan hukum," ujarnya.
Sementara Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam sidang terbuka gugatan Oesman terhadap KPU, Rabu (9/1/2019), memerintahkan KPU untuk memasukan nama Oesman Sapta Odang ke dalam daftar calon tetap anggota DPD Pemilu 2019. Namun, Oesman harus mundur dari kepengurusan partai jika kelak terpilih kembali sebagai anggota DPD.
Langkah tepat KPU
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini sebelumnya menyatakan, keputusan KPU merupakan langkah tepat karena mengambil putusan yang paling dekat dengan konstitusi. Hanya dengan itu, publik bisa menerima penyelenggaraan dan tata cara pemilu yang sesuai dengan nilai-nilai konstitusi.
"Ini tidak bisa dimaknai sebagai perlawanan terhadap putusan Bawaslu. Tetapi, situasi yang memang harus diambil oleh KPU di tengah kondisi pilihan hukum yang tidak sejalan satu sama lain. Jika KPU menjalankan putusan Bawaslu, maka KPU melakukan pelanggaran administrasi baru, yaitu menerapkan sebuah aturan yang tidak ada dasar hukumnya,” ujarnya.
Dia menambahkan, berlarut-larutnya perkara ini sangat merugikan para pemilih karena seharusnya mereka bisa mendapatkan calon-calon anggota DPD yang bebas dari pengurus partai dan berkepastian hukum. Pemilih juga dihadapkan pada opini hukum, seperti ketidaksahan calon anggota DPD. (DIONISIO DAMARA)