CARACAS, KAMIS — Krisis politik di Venezuela memuncak. Pemimpin oposisi negara itu, Juan Guaido, mendeklarasikan dirinya presiden ad interim, Rabu (23/1/2019) waktu setempat atau Kamis (24/1/2019) WIB. Sementara Presiden Nicolas Maduro tetap menegaskan dirinya masih sebagai pemimpin yang sah.
Guaido mengumumkan kepemimpinannya di depan ribuan demonstran pendukungnya yang menentang kepemimpinan Maduro. Beberapa saat setelah deklarasi tersebut, Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan para pemimpin kanan Amerika Latin menyatakan dukungan mereka terhadap Guaido.
Maduro juga didukung Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan lewat percakapan per telepon. ”Presiden kami telah memberikan dukungan kepada Presiden Venezuela Nicolas Maduro dengan mengatakan ’Saudaraku Maduro! Tetaplah tegak, kami bersamamu!’,” kata Ibrahim Kalin, juru bicara Erdogan, Kamis.
Hingga Rabu pukul 22.00 waktu setempat atau Kamis pukul 09.00 WIB, demonstrasi melawan kepemimpinan Maduro telah menelan setidaknya 13 korban jiwa. Organisasi Pemantau Konflik Sosial Venezuela mengatakan, para korban tewas itu umumnya akibat luka tembak, termasuk yang tewas di wilayah Bolivar yang berbatasan dengan Brasil.
Seorang juru bicara dari badan kesehatan Negara Bagian Tachira menyatakan, ada dua demonstran yang ditembak mati. Demonstran berhadapan dengan pasukan keamanan yang menembak peluru karet dan gas air mata.
Ribuan demonstran mulai bergerak menuju Istana Presiden di Caracas, Rabu sore waktu setempat atau Kamis dini hari WIB. Banyak toko dan pusat perbelanjaan ditutup sejak pagi. Pasukan keamanan dan kendaraan tempurnya berjaga-jaga di setiap sudut jalan untuk mengantisipasi pergerakan demonstran.
Saat demonstran menyanyikan lagu kebangsaan, Guaido yang berusia 35 tahun menyatakan, ”Hari ini, 23 Januari 2019, saya bersumpah untuk mengambil secara resmi kekuasaan presiden. Mari kita bersumpah, sebagai saudara, bahwa kita takkan beristirahat hingga kita memperoleh kebebasan,” seperti ditulis The New York Times.
AS mendukung
Melalui pesan tulis, Trump menyatakan dukungannya kepada Guaido. ”Warga Venezuela telah berani menentang Maduro dan rezimnya. Mereka menuntut kebebasan dan supremasi hukum,” kata Trump.
Sebelumnya, Wakil Presiden AS Mike Pence mengatakan, Maduro adalah seorang diktator yang tidak memenangkan kursi kepresidenan melalui pemilu yang bebas dan adil. Pence mengatakan, AS siap membantu rakyat Venezuela untuk menurunkan Maduro, yang dibalas dengan kata-kata kecaman dari Maduro.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyatakan, ”AS akan kerja sama dengan Majelis Nasional yang terpilih secara sah untuk memfasilitasi proses transisi Venezuela kembali menjadi negara demokrasi dan supremasi hukum.”
Selain AS, negara lain yang menyatakan dukungannya kepada Guaido adalah Argentina, Brasil, Kanada, Chile, Kolombia, Kosta Rika, Paraguay, Peru, Ekuador, Guatemala, dan Organisasi Negara-negara Amerika (OAS), yang terdiri atas 35 negara merdeka di Benua Amerika.
Tidak lama setelah Trump menyampaikan pesan itu, Maduro menjawab dengan memutuskan hubungan diplomatik dengan AS. Ia memberi waktu 72 jam kepada diplomat AS untuk segera meninggalkan Venezuela.
Maduro menolak
Maduro juga menolak dengan keras deklarasi Guaido. Maduro menyebut Guaido sebagai bagian dari konspirasi yang dipimpin oleh AS untuk menjatuhkan kepemimpinannya. ”Saya satu-satunya Presiden Venezuela,” tegasnya.
Pasukan bersenjata merupakan dukungan terkuat Maduro. Kesetiaan pasukan telah dipelihara dengan memberikan mereka kontrak yang menguntungkan. Mereka juga diberikan jabatan penting dalam pemerintah dan perusahaan negara.
Meksiko dan Uruguay telah mengundang negara lain untuk membantu meredakan situasi konflik di Venezuela. Untuk memastikan penyelesaian konflik secara damai, Kementerian Luar Negeri Uruguay menyampaikan bahwa Uruguay dan Meksiko sedang mengusulkan rancangan negosiasi yang menghormati supremasi hukum dan hak asasi manusia.
Ada pula tiga pengacara Venezuela yang mengajukan permohonan kepada OAS untuk melindungi Guaido beserta keluarganya.
Warga menderita
”Maduro harus turun. Orang-orang mati di Venezuela setiap hari. Lebih baik mati berjuang demi kebebasan,” kata Ruben Grabados (71), seorang pengusaha. Ia memahami risiko yang harus ia hadapi sebagai demonstran. Pada 2017, tindakan antidemokrasi telah menewaskan lebih dari 100 orang.
Warga Venezuela semakin menderita akibat kondisi ekonomi negara yang buruk. Padahal, Venezuela diberkahi dengan banyak kekayaan alam berupa minyak. Sebelumnya, Venezuela merupakan salah satu negara terkaya di kawasan Amerika Latin.
Namun, warga Venezuela menderita kelaparan. Sejak beberapa tahun terakhir, lebih dari 3 juta warga Venezuela telah meninggalkan negaranya.
”Sebagian besar demonstran adalah warga miskin yang tidak memperoleh upah yang layak dan kesulitan memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari,” kata Eva Golinger, seorang pengacara AS yang cukup dekat dengan Hugo Chavez, mantan Presiden Venezuela. (AP/REUTERS/AFP/CAL)