Tangerang, Kompas- Keputusan platform teknologi percakapan digital WhatsApp yang membatasi penyebaran pesan sama hanya ke lima akun dinilai berefek ganda. Selain membatasi kemungkinan persebaran konten negatif, pada saat yang sama hal itu juga berkemungkinan membatasi tersebarnya konten positif.
Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara, Hanif Suranto, Rabu (23/1/2019) di Tangerang, Banten, mengatakan kebijakan tersebut dapat dipandang sebagai hal dilematis. “Dilemanya adalah, (kebijakan itu) juga mematikan persebaran konten-konten positif ke sebanyak-banyaknya orang,” ujar Hanif.
Seperti sebelumnya diwartakan Kompas, VP Public Policy and Communications WhatsApp Victoria Grand mengatakan, untuk mengurangi persebaran dan potensi viral informasi palsu, pihaknya menetapkan kebijakan baru terkait penerusan pesan. Jika sebelumnya pesan yang sama bisa diteruskan ke banyak jendela percakapan seketika, saat ini jumlahnya dibatasi hanya lima percakapan.
Pada sisi lain, imbuh Hanif, dalam menghadapi informasi arus informasi palsu, upaya untuk menyaring dan membedakannya dengan informasi sesungguhnya masih dihadang keterbatasan jumlah pemeriksa fakta.
“Secara teknis, katakanlah jumlah fact checker, tidak sebanding untuk (berperan sebagai) saringan informasi. Bagai menggarami air laut, karena saringan (pemeriksa fakta) terlalu sedikit,” sebut Hanif.
Ia menambahkan, karena itulah diperlukan semacam penerapan skala prioritas dalam melakukan pemeriksaan fakta. Kriteria yang bisa diterapkan, di antaranya adalah informasi palsu atau hoaks dengan dampak besar dan luas sebagai yang beroleh prioritas utama.
Selain itu, yang lebih mendasar ialah dengan membangun imunitas atau kekebalan orang-orang dari dampak negatif informasi. Hal ini bisa dilakukan lewat edukasi.
Ini terutama dalam kaitannya dengan penguasaan informasi tertentu oleh kelompok tertentu yang cenderung memiliki akses teknologi dan finansial relatif lebih besar. Pada gilirannya, informasi akan membentuk semacam tingkatan atau kelas-kelas tertentu yang mesti pula dihadapi dampak dan efeknya bagi masyarakat kebanyakan.
Kembalikan Tujuan
Sementara itu, WhatsApp menjawab sejumlah celah menganga yang berpotensi menjadi kelemahan dari kebijakan pembatasan terusan pesan, misalnya tentang kemungkinan pesan tersebut disalin ulang dan tetap diteruskan ke jejaring lain. Atau diubah sedikit isi teksnya dan tetap dikirim ke banyak orang karena diidentifikasi sebagai “pesan berbeda.”
Head of Corporate Affairs WhatsApp Carl Woog, dalam pesan surel yang diteruskan via agensi hubungan masyarakat Facebook di Indonesia (Axicom) pada Rabu malam mengatakan, bahwa mereka percaya pembatasan persebaran pesan adalah salah satu cara untuk menjaga WhatsApp sebagai aplikasi percakapan privat. Woog mengatakan, selama periode pengujian, mereka menemukan angka penurunan perilaku penyebaran pesan sebesar 25 persen.
“Kami percaya ini (lima akun percakapan) adalah jumlah yang masuk akal untuk dapat menjangkau teman-teman dekat, sementara di saat bersamaan membantu mencegah penyalahgunaan (pengiriman/penyebaran pesan),” sebut Woog.
Ia menambahkan, WhatsApp menilai misinformasi merupakan tantangan yang memerlukan respon dan tindakan dari perusahaan-perusahaan teknologi, masyarakat sipil, dan pemerintah. Woog menambahkan, pihaknya bekerja bersama untuk meningkatkan kesadaran mengenai hoaks dan membantu membatasi persebarannya selama masa-masa penting bagi Indonesia.
Lebih jauh Woog menandaskan, WhatsApp secara konstan mengembangkan sistem untuk mendeteksi orang-orang dengan niat jahat dan menghapus mereka dari WhatsApp. Selain itu, imbuh Woog, WhatsApp juga mendorong para pengguna untuk melaporkan pesan-pesan bermasalah kepada WhatsApp.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan pada hari yang sama mengatakan, kebijakan yang dilakukan WhatsApp merupakan upaya mereka untuk kembali ke “khittah” sebagai aplikasi percakapan personal dan privat. “Kalau mau (kirim pesan secara) one to many, pakai (platform) lainnya. Instagram atau Facebook,” ujar Semuel.
Disinggung mengenai kemungkinan adanya satu orang dengan identitas sama untuk membeli SIM card dalam jumlah banyak, dan dengan demikian memiliki pula akun WhatsApp yang banyak, Semuel mengatakan hal itu sudah ada regulasinya. Menurutnya, selain data identitas yang mesti jelas, pembelian SIM card dalam jumlah banyak juga mesti dilakukan secara langsung lewat perusahaan operator penyedia jasa telekomunikasi seluler.