Perbaiki Iklim Investasi Hulu Migas Lewat Revisi Undang-undang
›
Perbaiki Iklim Investasi Hulu ...
Iklan
Perbaiki Iklim Investasi Hulu Migas Lewat Revisi Undang-undang
Penelitian Fraser Institute menunjukkan bahwa Indonesia masuk kategori negara yang tak menarik untuk investasi hulu minyak dan gas bumi. Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bisa jadi momentum untuk memperbaiki iklim investasi hulu minyak dan gas bumi.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia mendapat momentum perbaikan iklim investasi hulu minyak dan gas bumi lewat revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Hasil revisi juga harus dapat menaikkan produksi minyak yang cenderung merosot dalam beberapa tahun terakhir. Penelitian Fraser Institute menunjukkan bahwa Indonesia masuk dalam kategori negara yang tak menarik untuk investasi hulu minyak dan gas bumi.
Investasi hulu migas di Indonesia merosot tajam sejak 2014, dari 21,7 miliar dollar AS menjadi tinggal 11 miliar dollar AS pada 2017. Berikutnya, investasi menunjukkan kenaikan pada 2018 sebesar 12,5 miliar dollar AS. Begitu pula produksi minyak terus merosot menjadi 778.000 barel per hari pada 2018. Padahal, kebutuhan bahan bakar minyak nasional sampai 1,6 juta barel per hari.
”Penerbitan undang-undang migas mampu menjadi terobosan konkret yang lebih fundamental di sektor migas ketimbang sekadar merevisi kontrak kerja sama menjadi gross split (skema bagi hasil berdasar produksi bruto). Perlu diingat, skema kontrak bukan tujuan, melainkan hanya instrumen yang belum tentu diperlukan,” ujar pengajar pada Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, Rabu (23/1/2019), di Jakarta.
Pri Agung menambahkan, untuk menarik investasi hulu migas di Indonesia, beberapa hal yang patut mendapat perhatian adalah penyederhanaan perizinan operasional yang melibatkan lintas lembaga dan kementerian, dari pusat sampai daerah.
Penerbitan undang-undang migas mampu jadi terobosan konkret ketimbang sekadar merevisi kontrak kerja sama jadi gross split.
Akan lebih baik apabila semuanya disederhanakan menjadi satu pintu, yaitu di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Terobosan dalam bentuk penguataan kelembagaan SKK Migas bisa disalurkan lewat revisi.
Pembahasan revisi UU No 22/2001 sudah berlangsung sejak 2015 dan sampai kini belum ada kejelasan kapan revisi bakal tuntas. Sejumlah kalangan pesimistis revisi akan selesai tahun ini mengingat ada penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden serta pemilu legislatif. DPR, yang berinisiatif merevisi, akan sulit fokus selama masa kampanye dan pemilu tersebut.
Hasil survei
Berdasar penelitian Fraser Institute, sebuah lembaga penelitian independen yang berbasis di Kanada, Indonesia masuk kelompok negara paling buruk untuk investasi hulu migas. Selain Indonesia, ada Venezuela, Yaman, Tasmania, Victoria, Libya, Irak, Ekuador, New South Wales, dan Bolivia.
Sebanyak 14 blok migas berhasil mendapat pemenang dalam lelang pada 2017 dan 2018.
Responden dalam survei sebanyak 256 orang terdiri dari eksekutif dan manajer industri hulu migas global dengan sejumlah indikator di bidang perpajakan, perizinan, serta situasi politik dan keamanan suatu negara.
Hasil survei pada 2018 tersebut dibantah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi, 14 blok migas berhasil mendapat pemenang dalam lelang pada 2017 dan 2018. Thailand, yang disebut Fraser sebagai negara dengan peringkat yang lebih baik daripada Indonesia, hanya berhasil melelang dua blok migas pada 2018.
”Survei Fraser 2018 dilaksanakan di 80 negara untuk periode Mei sampai Agustus sehingga hasilnya kurang valid. Padahal, kinerja hulu migas sepanjang 2018 menunjukkan kenaikan dalam hal penerimaan negara dan komitmen investasi yang lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” kata Agung.