Konsumsi dan Investasi Menopang Perekonomian
JAKARTA, KOMPAS
Perekonomian Indonesia tumbuh 5,17 persen pada 2018. Angka ini melanjutkan tren perbaikan, setelah mencapai titik terendah pada 2015 dalam lima tahun terakhir.
Pada 2015, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) RI anjlok di bawah 5 persen, yakni 4,88 persen. Pada 2016, kondisi perekonomian berbalik arah dan pertumbuhan PDB perlahan membaik.
Per akhir 2018, PDB Indonesia sebesar Rp 14.837,4 triliun. Adapun PDB per kapita Rp 56 juta.
“Pertumbuhan ekonomi secara tahunan cukup baik, ditopang pertumbuhan konsumsi dan investasi yang lumayan baik. Konsumsi dan investasi juga menjadi motor penggerak ekonomi tahun ini,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta, Rabu (6/2/2019).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis Rabu, konsumsi rumah tangga pada Januari-Desember 2018 tumbuh 5,05 persen. Adapun sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi 2,74 persen. Sementara, investasi yang tumbuh 6,67 persen menyumbang 2,17 persen terhadap pertumbuhan PDB 2018.
Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 1,025 persen menjadi 6.547,877. Adapun nilai tukar berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) sebesar Rp 13.947, melanjutkan penguatan sejak 1 Februari.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menyampaikan, realisasi investasi 2018 turut menyebabkan pertumbuhan ekonomi 2018 di bawah target yang diinginkan.
"Pertumbuhan investasi melamban, dari di atas 10 persen pada 2017 menjadi sedikit di atas 4 persen pada 2018. Itu tentunya juga salah satu faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi secara total di bawah keinginan kita," katanya di Jakarta.
Dalam APBN 2018, pertumbuhan ekonomi ditargetkan 5,4 persen.
Berdasarkan data BKPM, realisasi investasi pada Januari-Desember 2018 sebesar Rp 721,3 triliun atau meningkat 4,1 persen secara tahunan.
Kendati demikian, Thomas Lembong optimistis kinerja investasi 2019 akan membaik. Sebab, mengacu pada dialog BKPM dengan sejumlah investor besar, sudah terlihat tanda-tanda pembalikan investasi. Hal itu antara lain tercermin dari dimulainya pembangunan sejumlah pabrik baru.
"Investor-investor merasa nyaman badai sudah berlalu. Ada optimisme semakin kuat mengenai Pemilu yang aman dan tertib," ujar Lembong.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan optimismenya perihal kondisi investasi tahun ini. Menurut dia, pada 2018 terjadi turbulensi ekonomi dengan fluktuasi mata uang dan perang dagang sejumlah negara.
Pada 2018, nilai tukar rupiah berdasarkan Jisdor menembus Rp 15.000-an per dollar AS. Pada 11 Oktober, nilai tukar Rp 15.253 per dollar AS, terendah sepanjang 2018.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Agusman, dalam siaran pers menyampaikan, BI berkomitmen menjaga stabilitas makroekonomi yang menjadi dasar dalam menopang kesinambungan pertumbuhan ekonomi.
Jawa dan Sumatera
Kendati dinilai cukup positif, namun pertumbuhan ekonomi RI masih terpusat di Jawa dan Sumatera. Kontribusi Sumatera dan Jawa terhadap PDB 2018 masing-masing 58,48 persen dan 21,58 persen.
Hal itu terjadi karena daerah-daerah selain Jawa dan Sumatera masih bergantung pada komoditas mentah. Akibatnya, pertumbuhan PDB di daerah yang bergantung pada komoditas mentah melambat.
Pertumbuhan ekonomi Kalimantan yang pada 2017 sebesar 4,33 persen, turun menjadi 3,91 persen pada 2018. Adapun Sulawesi yang perekonomiannya tumbuh 6,99 persen pada 2017, turun menjadi 6,65 persen pada 2018.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto berpendapat, gejolak harga komoditas global akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah yang bergantung pada komoditas mentah. Kondisi ini harus diantisipasi pemerintah dengan segera merealisasikan hilirisasi industri.
“Kenaikan harga komoditas pada tahun ini diperkirakan sangat kecil, bahkan cenderung datar. Di sisi lain, permintaan global juga semakin selektif,” katanya.
Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun ini 2,9 persen. Sementara, Dana Moneter Internasional memproyeksikan 3,5 persen.
Permintaan komoditas berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi global. Mengutip data di laman Bloomberg, Rabu malam, harga minyak mentah dunia jenis WTI sebesar 53,32 dollar AS per barrel. Adapun harga jenis Brent 61,81 dollar AS per barrel.
Eko menambahkan, tanpa realisasi industri, penurunan harga komoditas dan permintaan global tak hanya berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Daerah-daerah yang bergantung pada komoditas mentah akan menghadapi risiko peningkatan kemiskinan dan pengangguran. Sebab, mayoritas pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah.
Pada September 2018, jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 25,67 juta orang atau 9,66 persen dari total penduduk.
Menurut Darmin, pertumbuhan ekonomi 2018 tertahan laju impor yang lebih tinggi 0,99 persen dari ekspor.
Adapun Kepala BPS Suhariyanto mengingatkan untuk mewaspadai harga komoditas. "Pertumbuhan ekonomi harus tetap berkualitas agar sektor-sektor itu menyalurkan banyak tenaga kerja sehingga berdampak ke penurunan kemiskinan,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi Kamar Dagang dan Industri Indonesia Sanny Iskandar meminta pemerintah untuk tetap memasang target optimistis. "Dunia usaha dan seluruh pemangku kepentingan mendukung," kata Sanny. (KRN/CAS)