Pemerintah Segera Cabut Remisi Pembunuh Prabangsa
Draf keputusan presiden tentang pembatalan remisi terhadap pembunuh jurnalis Radar Bali menunggu tandatangan Presiden.
JAKARTA, KOMPAS - Presiden Joko Widodo segera menandatangani keputusan presiden terkait pembatalan pemberian remisi kepada I Nyoman Susrama, terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali, Anak Agung Gde Bagus Narendra Prabangsa. Kebijakan ini dilakukan setelah pemerintah menuai protes keras dari komunitas pers dan masyarakat.
Akhir bulan lalu, gelombang unjuk rasa langsung bermunculan secara simultan di 19 kota pasca Presiden Joko Widodo memberikan remisi, dari hukuman seumur hidup menjadi 20 tahun, kepada Susrama melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Berupa Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara. Mereka menuntut Presiden mencabut remisi terhadap Susrama yang merupakan auktor intelektualis pembunuhan berencana almarhum Prabangsa.
“Perintah dari Bapak Presiden agar Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) melakukan kajian dan telaah. Kemudian, Menkumham langsung menulis surat atas hasil kajian dan telaah kepada Menteri Sekretaris Negara untuk dilakukan pembatalan terhadap pemberian remisi kepada I Nyoman Susrama. Proses sudah berlangsung, pemerintah akan segera mengambil sikap setelah mendengarkan apa yang disampaikan masyarakat,” kata Direktur Jenderal Pemasyarakatan Sri Puguh Utami, Jumat, (8/2/2019), saat menerima perwakilan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, LBH Jakarta, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Jakarta.
Menurut Sri, mekanisme pengajuan keberatan dan banding terhadap keputusan pengadilan diatur dalam Undang-Undang 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. UU tersebut mengatur bagaimana sebuah keputusan harus memperhatikan beberapa asas umum pemerintahan yang baik, seperti asas kepentingan umum (asas yang mendahulukan kesejahteraan dan kemanfaatan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif, dan tidak diskriminatif), asas kemanfaatan (manfaat yang harus diperhatikan secara seimbang), dan asas keadilan masyarakat.
Draft sudah siap
Seluruh mekanisme dan proses pengajuan keberatan sudah dijalankan. Harapannya, keppres pembatalan pemberian remisi kepada Susrama segera diterbitkan.
“Saya berkomunikasi terus-menerus dengan Sekretariat Negara. Draft ini (keppres) sudah ada. Kami sangat berkepentingan ini segera diselesaikan. Setelah memperhatikan keberatan masyarakat dan mempertimbangkan asas-asas umum pemerintahan yang baik, maka kami mengusulkan kepada Presiden agar pemberian remisi itu dibatalkan,” ucap Sri.
Setelah memperhatikan keberatan masyarakat dan mempertimbangkan asas-asas umum pemerintahan yang baik, kami mengusulkan kepada Presiden agar pemberian remisi itu dibatalkan.
Pemberian remisi kepada Susrama didasarkan pada Keppres Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi yang mengatur perubahan pidana seumur hidup menjadi sementara ketika terpidana sudah menjalani masa pidana paling tidak lima tahun, berkelakuan baik selama di tahanan, tidak berperkara, ada catatan treatment record dari Lembaga Pemasyarakatan yang kemudian dibahas dalam sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). Dari catatan tersebut, Kepala Lembaga Pemasyarakatan kemudian menyerahkan rekomendasi bahwa seorang terpidana bisa diusulkan mendapatkan remisi kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan melalui Kantor Wilayah Kemenkumham.
“Di Kanwil, rekomendasi akan diverifikasi dan kemudian diserahkan ke kami. Di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan akan dilakukan TPP kembali. Memang, begitu sampai ke Direktorat Jenderal Pemasyarakatan kami tidak memprofil secara utuh (masing-masing terpidana yang diusulkan). Sehingga, ketika ada perkara yang menarik perhatian masyarakat semestinya dipertimbangkan beberapa aspek lainnya. Sesuai masukan dari beberapa ahli, Keppres 174 tahun 1999 diusulkan dikaji untuk direvisi secara substansi karena ada yang berpendapat bahwa aturan ini memberikan remisi rasa grasi,” kata Sri.
Serahkan petisi
Kepada Dirjen Permasyarakatan, Ketua Umum AJI Abdul Manan menyerahkan petisi online (daring) pencabutan remisi terhadap Susrama. Petisi penolakan di laman Change.org telah mencapai 48.000 tanda tangan dukungan.
Menurut Abdul, pemberian remisi kepada Susrama tidak memperhatikan rasa keadilan sekaligus melemahkan kemerdekaan pers dan demokrasi di Indonesia. Karena itu, pelaku kekerasan terhadap wartawan harus diadili dan dihukum secara layak.
“Kami masih menunggu realisasi dari komitmen pemerintah. Yang jelas, sikap kami tidak ada hubungannya dengan politik atau parpol tertentu, kami berharap penegakan hukum yang adil bagi pelaku kekerasan jurnalis untuk penegakan kemerdekaan pers. Pemberian remisi bagi pelaku kekerasan terhadap pers kami nilai sikap yang tidak berpihak bagi pers,” ucapnya.
Kami berharap penegakan hukum yang adil bagi pelaku kekerasan jurnalis untuk penegakan kemerdekaan pers.
Menyikapi kasus ini, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Amiruddin Al Rahab, mempertanyakan indikator pemberian remisi kepada Susrama. “Remisi itu hak. Namun, persoalannya bukan pada yang menerima. Tapi pada yang memberi remisi, pertimbangannya apa? Prosedurnya sering tidak tidak jelas. Yang disebut berkelakuan baik di dalam lapas itu apa indikatornya? Menkumham seharusnya memberi penjelasannya kepada publik,” kata Amiruddin.
Menurut Amiruddin, pemberian remisi terhadap pembunuh jurnalis menunjukkan pemerintah tidak memiliki sensitivitas terhadap kebebasan pers dan hak-hak publik dalam mengakses informasi.
AJI bersama LBH Pers, LBH Jakarta, YLBHI, International Federation Journalists dan sejumlah lembaga lain berserta 38 AJI kota telah mengirimkan surat keberatan dan meminta presiden Joko Widodo mencabut remisi terpidana pembunuh jurnalis, Susrama. AJI juga menyerahkan surat keberatan AJI Kota dan masyarakat sipil , LBH dan LBH Pers, YLBHI, dan dukungan berbagai lembaga di seluruh kota di Indonesia terkait penolakan pemberian remisi ini.