Harmoni Vegan dan Padang
Olahan masakan vegan kian bervariasi, memanfaatkan kekayaan ragam kuliner Nusantara. Kini hidangan berbasis tumbuhan berpadu dengan rempah kaya rasa dipersatukan dalam olahan masakan Padang. Rasa yang lebih ringan dan lebih segar menjadi unggulan, tanpa sedikit pun mengurangi otentisitas rasa khas hidangan ranah Minang. Sehat dan tetap lezat.
Masakan Padang vegan kini bisa ditemukan di restoran Loka Padang di bilangan Sudirman, Jakarta Pusat. Meski menyuguhkan sajian vegan, bumbu untuk mengolah makanan tetap menggunakan resep asli Padang. Penggemar masakan Padang tak perlu cemas cita rasanya tak nendang.
Kalau, toh, ada perbedaan, hanya pengolahannya yang sedikit berbeda karena sifat bahan sayur yang lebih mudah matang dibanding daging yang perlu dimasak selama berjam-jam. Sayuran dimasak dengan api kecil agar bumbu meresap, tapi tidak terlalu matang (overcooked).
Irene Umar, salah satu pendiri Loka Padang, adalah praktisi vegan. Pada dasarnya dia juga penggemar kuliner dan sangat menyukai masakan Padang. Bersama rekannya, Talita Setyadi, mereka sepakat memilih masakan Padang untuk menu vegan yang ditawarkan di Loka Padang.
”Awalnya karena mencari makanan vegan di Jakarta susah, terus suka kangen sama masakan Padang. Kami berusaha tidak memakai makanan yang diproses, atau seminimal mungkin penggunaannya,” tutur Irene, Jumat (8/2/2019).
Siang itu, pengunjung datang silih berganti, memesan aneka menu. Mereka bisa memilih nasi dengan aneka lauk dan sayur yang disajikan terpisah dalam piring dan mangkuk kecil atau disajikan bersama dalam satu piring. Bersantap dengan sendok dan garpu atau dengan tangan langsung pun tak masalah, sama-sama nikmatnya.
Menu yang tersedia antara lain olahan rendang, gulai, pepes, soto Padang, sate Padang, sayur, dan aneka tumis. Pengunjung bisa memilih rendang kentang atau rendang jamur. Cita rasanya sungguh tak main-main. Bumbu rendang tersesap kuat dengan jejak rempah yang pekat.
Bumbu rendang kentang dan rendang jamur itu sama persis dengan bumbu rendang daging. Terdiri dari bawang merah, bawang putih, cabai, jahe, lengkuas, kemiri, serai, daun jeruk, kayu manis, jinten, kapulaga, ketumbar, kunyit, dan santan.
Tekstur jamur terasa kenyal, bisa dibilang mirip daging, sementara kentang terasa empuk, dibalut bumbu rendang yang meresap dengan baik. Cita rasanya lebih ringan berkat pengolahan yang tak memakan waktu lama.
Sate Padang menggunakan batang jamur kancing (champignon) karena tekstur yang menyerupai serat daging. Jamur diselingi dengan tahu yang telah dimasak lama dengan aneka bumbu sehingga memiliki tekstur seperti pipi sapi yang empuk, hmm....
Jamur dan tahu dibalur bumbu kecoklatan dengan cita rasanya yang menggigit berkat campuran cabai merah keriting dan merica. Rasa pedas dan panas itu hinggap di lidah dan tertinggal cukup lama, bahkan setelah potongan jamur dan tahu disantap.
”Bumbu yang digunakan adalah rempah-rempah segar. Pedasnya juga rasa pedas asli. Sudah sedikit kami kurangi karena tadinya pedas sekali,” ujar Irene.
Sajian soto Padang juga tak kalah nikmatnya. Isinya terdiri atas soun (vermicelli), perkedel kentang, jamur goreng, seledri, tomat, daun bawang, bawang goreng, yang disatukan dalam kuah bening nan segar.
Irene menjelaskan, kuah dibuat dengan cara merebus rempah-rempah dan jamur agar sarinya keluar.
”Karena ini masakan vegan, cita rasa utama kami ambil dari sari jamur. Memasaknya pun cukup lama dengan api kecil,” paparnya.
Soto Padang vegan ini dilengkapi kerupuk merah yang renyah, juga sambal jeruk nipis untuk menambah kesegarannya. Di antara menu lain, soto Padang merupakan salah satu menu favorit pengunjung.
Sehat dan lezat
Menu favorit lainnya adalah sayur ubi tumbuk. Cara memasaknya pun persis masakan Padang pada umumnya. Hanya berbeda di metode awal memasaknya.
Sebelum dicampur bumbu, daun ubi direbus terpisah lebih dahulu untuk menghilangkan rasa pahit. Setelah itu, baru dimasak bersama bumbu. Tidak lama-lama agar teksturnya tetap renyah sekaligus lembut.
Kuahnya menggunakan santan, tapi tidak kental sehingga cita rasanya tersesap ringan dan segar. Paduan antara gurihnya daun ubi yang renyah dan kuahnya yang ringan dan halus terasa sungguh memanjakan lidah.
Menu lain yang bisa dinikmati adalah tahu bakar Padang dan jamur krispi balado. Bumbu tahu bakar Padang ini persis seperti bumbu ayam bakar Padang, terdiri dari bawang merah, bawang putih, jahe, cabai merah, asam kandis, kunyit, kemiri, merica, serai, dan daun jeruk.
Semua bumbu dihaluskan lalu dimasak dengan santan kental. Tahu dimasukkan dan dimasak dengan api kecil sampai bumbu meresap, lalu dibakar seperti layaknya memasak ayam bakar.
Tahu yang sederhana itu pun menjadi demikian lengkap rasanya. Tak heran, menu ini pun menjadi salah satu yang digemari pengunjung Loka Padang.
Olahan unik lainnya bisa ditemukan pada jamur krispi balado, mengingatkan pada menu dendeng balado. Irene menuturkan, jamur yang dipakai adalah jamur yang masih segar. ”Kalau tidak segar, jamur akan berair dan saat digoreng tidak akan renyah,” ujarnya.
Sebelum digoreng, lembaran jamur itu dibalut dengan dua macam tepung, yaitu sagu dan nasi yang ditumbuk. Agar semakin renyah, jamur digoreng dengan api kecil. Jamur goreng yang renyah kemudian disajikan dengan sambal balado merah. Sungguh menggugah selera.
Menurut Irene, Loka Padang memang ingin menyediakan menu vegan yang tak hanya sehat, tapi juga lezat dengan harga terjangkau. Selama ini, sering sekali muncul anggapan bahwa makanan vegan dan makanan sehat selalu tak enak. Begitu pula dengan harganya, selalu dinilai mahal. Dengan aneka olahan ala Padang, Loka Padang hendak mematahkan anggapan itu.
Tak mudah memang, karena kadang-kadang begitu pengunjung tahu sajian restoran ini adalah masakan vegan, mereka langsung mundur. ”Ada juga yang marah-marah, tidak percaya bahwa ini masakan vegan. Kentang dikira telur puyuh, he-he-he,” kata Irene.
Tak hanya mempromosikan makanan vegan yang sehat, para pengelola Loka Padang juga ingin turut berkontribusi pada lingkungan. Misalnya mereka menggunakan sedotan stainless steel untuk minum di tempat, kantong cassava alias singkong untuk makanan yang dibawa pulang, dan mengantarkan pesanan di lokasi sekitar restoran dengan troli.
”Setidaknya kami berusaha ikut mengurangi jejak emisi karbon dan mengajak sebanyak mungkin orang untuk melakukan hal yang sama,” lanjut Irene.
Zaman sekarang ini, ketika Bumi makin menua, kesadaran seperti yang dimiliki Irene perlu ditularkan. Narasi-narasi prolingkungan menjadi nilai promosi yang layak diapresiasi.
Makan bukan sekadar enak dan kenyang. Juga perlu seni dan semangat menjaga Bumi.
Sudah enak, sehat, ramah lingkungan pula. Nikmat mana lagi yang kau dustakan?