JAKARTA, KOMPAS – Pendaftaran tenaga honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK sudah bisa dimulai hari ini, Rabu (13/2/2019) sampai Minggu (17/2/2019) mendatang. Rekrutmen sempat tertunda dari jadwal semula, 10 Februari, karena aturan teknis belum selesai.
Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Dwi Wahyu Atmaji mengatakan, aturan teknis mengenai rekrutmen PPPK baru bisa selesai kemarin, Selasa (12/2/2019).
Aturan yang dimaksud adalah Permenpan RB Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pengadaan Calon PPPK untuk Guru, Dosen, Tenaga Kesehatan, dan Tenaga Pertanian, yang menjadi turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajamen PPPK.
"Permenpan RB sudah selesai. BKN (Badan Kepegawaian Negara) juga sudah diberitahu untuk mulai pendaftaran besok (hari ini)," ujar Dwi di Jakarta.
Dwi enggan menjabarkan alasan molornya penerbitan Permenpan RB Nomor 2/2019. Dia hanya menegaskan bahwa proses pengadaan PPPK tahap 1 tetap mengikuti jadwal yang telah dikirimkan kepada seluruh pejabat pembina kepegawaian atau PPK melalui Surat Edaran Menpan RB tertanggal 4 Februari 2019.
Dalam surat itu, tes akan digelar tanggal 23-24 Februari 2019. Kemudian, pengumuman hasil tes akan dikeluarkan pada 1 Maret 2019 oleh BKN dan pemerintah daerah.
Formasi
Sementara itu, Kepala BKN Bima Haria Wibisana menambahkan, rekrutmen PPPK pada fase 1 dibuka untuk tenaga honorer eks-kategori II yang telah mengikuti tes pada tahun 2013 pada jabatan guru, dosen, dan tenaga kesehatan yang terdapat dalam basis data BKN. Untuk penyuluh pertanian, basis data ada pada BKN dan Kementerian Pertanian.
Setidaknya, ada 75.000 formasi PPPK yang dibuka dalam tahap itu.
"Sehubungan dengan itu, masing-masing PPK harus menyiapkan anggaran gaji dan tunjangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Bima.
Pasalnya, kelak, tidak semua gaji dan tunjangan PPPK diambil dari APBN. Hanya gaji dan tunjangan PPPK di instansi pusat saja yang bersumber dari APBN. Sementara PPPK di instansi pemda, gaji dan tunjangannya dibebankan ke APBD. Ini seperti diatur di PP Nomor 49/2018.
Bima juga menuturkan, PPPK yang berhasil lolos seleksi, mereka akan tetap diberikan pendidikan dan pelatihan agar honorer tetap mempunyai kapasitas selevel dengan aparatur sipil negara.
Ketua Forum Honorer Kategori 2 Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsih berharap, seleksi nanti tetap memperhitungkan usia kritis dari PPPK karena mayoritas honorer berusia hampir pensiun.
Beban daerah
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia, Najmul Akhyar, mayoritas pemerintah daerah masih mempersoalkan penggajian PPPK yang ternyata dibebankan kepada daerah. Sebab, tidak semua pemda memiliki APBD yang kuat.
"Setiap daerah tidak sama pendapatan asli daerahnya. Ada PAD yang pas-pasan dan rendah sekali. Kita jangan berpikir semua daerah memiliki PAD yang besar karena sebagian besar PAD di seluruh Indonesia, persentase ketergantungan ke pusat itu, masih sangat tinggi,” ujar Najmul, yang juga menjabat Bupati Lombok Utara.
Meski demikian, sejumlah daerah mau tidak mau harus tetap merekrut PPPK karena kebutuhan yang mendesak. Untuk menyiasati hal itu, lanjut Najmul, kemungkinan gaji dan tunjangan PPPK akan diambil melalui APBD perubahan.
"Kalau dana itu baru ada di APBD perubahan, maka kami akan sampaikan bahwa anda (PPPK) untuk sekian bulan belum bisa digaji karena belum ada sumbernya. Kan, daripada kami melanggar aturan, lebih baik kami berterus terang," tutur Najmul.