BANDUNG, KOMPAS - Sumber daya manusia yang kompeten menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan daya saing produk industri, termasuk tekstil dan produk tekstil. Perbaikan kualitas SDM dapat dimulai di lembaga penelitian, seperti menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan industri, mengenalkan mesin produksi terbaru, dan berinovasi untuk menghasilkan produk yang dibutuhkan konsumen.
Pelaksana Tugas Kepala Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Politeknik STTT Bandung Asril Senoaji Soekotjo di Bandung, Rabu (13/2/2019) mengatakan, untuk menyiapkan tenaga kerja sesuai kebutuhan di industri TPT, pihaknya membuka beberapa mata kuliah baru, salah satunya tekstil teknik pada Program Studi Teknik Tekstil. Mata kuliah ini membahas tentang beberapa hal di luar bahan tekstil yang mendukung industri TPT.
“Industri tekstil itu tidak hanya berbicara mengenai pakaian. Ada aspek lain, bagaimana memanajemen cara kerja yang nyaman dan mengatasi tekanan di dunia kerja,” ujarnya.
Selain itu, sejak 2018, Politeknik STTT Bandung mewajibkan mahasiswanya magang di industri selama dua semester. Tujuannya, agar mahasiswa mengenal mesin produksi di industri sekaligus mengenal iklim kerja di industri tersebut.
“Jadi, lulusan kami tidak memerlukan banyak waktu untuk beradaptasi dengan dunia kerja di industri. Sebab, mereka sudah terjun langsung selama setahun. Setiap tahun, kami meluluskan sekitar 300 orang. Sebanyak 75 persen diantaranya biasanya sudah bekerja sebelum lulus,” ujarnya.
Asril menuturkan, pihaknya juga mempunyai beberapa mesin tekstil terbaru, salah satunya fabric touch tester. Alat itu berfungsi mengukur berbagai sifat fisik kain termasuk transmisi termal, tekukan, kompresi, dan aspek gesekan permukaan. Hal tersebut terkait kenyamanan produk tekstil saat digunakan.
“Mesin produksi pasti terus berkembang. Untuk itu kami terus berhubungan dengan industri untuk mengetahui mesin apa yang digunakan. Dengan begitu, mahasiswa kami juga mempelajari sehingga tidak ketinggalan,” ujarnya.
Asril mengatakan, pihaknya juga terus mendorong mahasiswa berinovasi melalui berbagai penelitian. Tujuannya, agar sejumlah kebutuhan konsumen yang kompleks dapat dipenuhi dalam satu produk yang mumpuni.
Dia mencontohkan, bahan polyester sering digunakan untuk pakaian olahraga karena tidak gampang kusut dan bahannya kuat. Namun, di sisi lain, justru tidak mudah menyerap air. Sementara, dalam berolahraga membutuhkan pakaian yang menyerap keringat agar nyaman dipakai.
Untuk itu, dibutuhkan inovasi membuat pakaian yang tetap kuat namun bisa menyerap keringat. Salah satu caranya memodifikasi permukaan serat polyester menggunakan sistem plasma.
“SDM yang berkualitas tidak cukup dengan kepintaran. Namun, harus bisa berinovasi dengan merekayasa bahan sehingga produknya nyaman digunakan. Dengan begitu akan diminati konsumen,” ujarnya.
Dengan semua keunggulan yang dimiliki Jabar, Camat Jatiwangi Iding Solehudin mengatakan, tidak ingin menjadi penonton tumbuhnya industri TPT di Jatiwangi. Kini, ada tiga industri tekstil baru di Jatiwangi.
Agar semakin banyak warga terserap industri, pihaknya akan menyerap banyak ilmu dari berbagai pihak. Tujuannya, agar warga Jatiwangi siap menghadapi persaingan usaha. Saat semua ilmu itu sudah terserap, semuanya akan diimplementasikan melalui balai latihan kerja untuk warga. Di sana, beragam keterampilan dasar tentang industri padat karya akan diberikan.
“Warga di sini punya peluang banyak terserap. Namun, tentu ada kompetensi yang tidak dapat dipenuhi karena sebelumnya masyarakat bekerja di sektor pertanian,” kata dia.