C ANTO SAPTOWALYONO / KARINA ISNA IRAWAN / WINARTO HERUSANSONO
·4 menit baca
Tren positif pertumbuhan industri tekstil perlu dibarengi usaha mendongkrak daya saing. Selain memperkuat hulu industri, investasi diperlukan untuk meremajakan mesin.
JAKARTA, KOMPAS Sempat tumbuh negatif 0,09 persen tahun 2016, industri tekstil dan produk tekstil nasional tumbuh positif 3,76 persen tahun 2017. Kementerian Perindustrian mencatat, industri ini tumbuh 8,73 persen tahun 2018. Pertumbuhan itu ditopang oleh naiknya permintaan dari pasar dalam dan luar negeri.
Akan tetapi, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) masih bergantung bahan baku impor. Sekretaris Eksekutif Badan Pengurus Nasional Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ernovian G Ismy, saat dihubungi Rabu (13/2/2019) mencontohkan, kebutuhan bahan baku untuk menghasilkan produk tekstil khusus yang sebagian besar masih impor.
Menurut dia, sebagian pelaku industri mulai memproduksi tekstil untuk rekayasa sipil (engineering civil textiles) yang pasarnya relatif besar. Produk antara lain dipakai untuk pelapis saat mengaspal jalan, konstruksi dinding penopang tanggul, landasan bandar udara, reklamasi pantai, serta pemisah dasar jalan dan tanah gembur. "Ada anggota API yang mengimpor 17 item bahan baku produk geosintetik. Ada 25 persen bahan baku produksi lokal, tetapi selebihnya impor," ujarnya.
Pelaku industri TPT meminta pemerintah melanjutkan program restrukturisasi mesin, terutama di industri pencelupan, cetak, dan penyempurnaan akhir. Menurut Ernovian, penguatan industri hulu, termasuk produsen poliester, diperlukan untuk mengatasi kendala bahan baku.
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Faisal Basri menambahkan, investasi seharusnya fokus di hulu untuk meningkatkan daya saing. Sebab, selama ini impor bahan baku tekstil cukup besar, seperti katun dan petrokimia.
Dalam 3-5 tahun ke depan, Kementerian Perindustrian akan fokus pada usaha mendongkrak kemampuan sektor hulu untuk meningkatkan produksi serat sintetis. Upayanya antara lain dengan menjalin kerja sama atau menarik investasi untuk membangun penghasil serat berkualitas.
Insentif
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pemerintah sedang menyiapkan insentif pengurangan pajak penghasilan (PPh) untuk industri yang melakukan penelitian dan pengembangan berbasis inovasi teknologi. Besaran insentif dan detail aturan masih dirumuskan. "Kami menggunakan kebijakan belanja pemerintah untuk mendorong industri meningkatkan efisiensi perdagangan," ujarnya.
Ada lima sektor unggulan dalam peta jalan Revolusi Industri 4.0 yang disusun Kementerian Perindustrian, yakni industri kimia, tekstil dan produk tekstil, elektronik, otomotif, serta makanan dan minuman. Menurut Sri Mulyani, instrumen fiskal dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan industri dalam mengurangi kebutuhan impor dan mendorong daya saing ekspor.
Pemerintah menyiapkan insentif pengurangan pajak penghasilan (PPh) untuk industri yang melakukan penelitian dan pengembangan berbasis inovasi teknologi.
Insentif perpajakan juga akan diberikan bagi perusahaan swasta atau badan usaha milik negara yang berinvestasi dalam pendidikan vokasi. Pengurangan pajak penghasilan diberikan untuk biaya pelatihan tenaga kerja, pendirian pusat pendidikan dan pelatihan vokasi, serta penyediaan alat praktik di sekolah kejuruan.
Tak hanya soal upah
Maraknya relokasi industri tekstil dan produk tekstil ke Jawa Tengah dinilai menjadi pertanda industri TPT masih sangat prospektif. Selain upah yang relatif lebih rendah, Jawa Tengah jadi sasaran relokasi karena ditopang oleh situasi ketenagakerjaan, perizinan, dan infrastruktur yang baik.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah, Frans Kongi menyebutkan, relokasi pabrik ke Jateng tak semata soal selisih upah, tetapi juga didukung oleh situasi kondusif termasuk terkait hubungan industrial. Soal kemudahan dan keterbukaan perizinan juga jadi pertimbangan.
Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Salatiga, Boyolali, Jepara, Sukoharjo, Solo, Sragen, Pekalongan, Batang, dan Pemalang jadi wilayah tujuan relokasi industri TPT di Jawa Tengah. Menurut Ketua API Komisariat Daerah Semarang, Agung Wahono, kota-kota itu didukung tol Trans Jawa. Selain infrastruktur jalan, pihak swasta tertarik menyiapkan kawasan atau zona industri terpadu.
CEO PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Setiawan Lukminto berpendapat, industri TPT nasional masih memiliki peluang luas untuk berkembang. Permintaan dari dalam negeri maupun ekspor masih terbuka.
Menurut Iwan, industri TPT bukan sunset industry karena setiap orang masih menggunakan baju setiap hari. "Banyak yang mengatakan sunset karena banyak pabrik tutup. Memang tantangannya banyak, tetapi dengan efisiensi dan inovasi berkelanjutan, pasti dapat bertahan," ujarnya.
Permintaan diyakini tumbuh seiring pertumbuhan ekonomi. Peluang ekspor juga terbuka. "Porsi ekspor Sritex tahun 2018 sekitar 56-58 persen, di tahun ini diproyeksikan di 58-60 persen," kata Iwan. (MED/IKI/TAM/ RWN)