MANADO, KOMPAS - Imigran asal Afghanistan yang membakar dirinya sebagai bentuk protes, Sajad Yakub (25), meninggal di ruang perawatan Irina A RSUP Kandou, Manado, Sulawesi Utara, Rabu (13/2/2019) sore. Sajad menderita luka bakar di hampir sekujur tubuh setelah membakar dirinya di ruang tahanan Rumah Detensi Imigrasi Manado, 8 Februari lalu.
Staf bagian humas RSUP Kandou Robert Tuwaidan mengatakan, Sajad meninggal akibat luka bakar cukup parah. Hampir sekujur tubuh korban terbakar kecuali bagian punggung. Jasad Sajad langsung diambil pihak keluarga yang berada di Rudenim Manado.
“Luka bakar mencapai 70-75 persen yang membuat korban meninggal. Dari luar mungkin kelihatan sehat, tetapi luka bakar membuat korban menderita,” kata Robert.
Seperti diberitakan sebelumnya, empat warga Afghanistan melakukan aksi bakar diri dan mogok makan memilih bungkam dan menutup diri. Mereka melakukan aksi tersebut karena kecewa kepada UNHCR, Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi, yang menolak permohonan suaka mereka.
Sajad membakar diri. Api kemudian menyambar Muhammad Rahim (59), paman Sajad, sehingga membuat Rahim juga mengalami luka bakar. Adapun mogok makan dilakukan Akela Yakub (45), ibu Sajad, dan Kamera Rahim (43), istri Muhammad Rahim.
Kepala Rudenim Manado Arthur Mawikere mengatakan, kematian Sajad diketahui dari media sosial yang diunggah salah satu kerabat Sajad di Manado. Informasi itu kemudian langsung dikonfirmasi ke pihak rumah sakit.
“Kami terkejut mendengar kematian Sajad. Kami tidak dapat berbuat apa-apa sebab korban sendiri yang melakukan aksi tersebut,” kata Arthur.
Sehari sebelum meninggal, Kompas yang mengunjungi Sajad di bangsal perawatan rumah sakit melihat tubuhnya dililit perban. Sajad tampak meringis kesakitan. Sesekali dia membalikkan tubuhnya menghadap ke dinding. Dalam bangsal itu juga terdapat Muhammad Rahim yang tengah dirawat.
Sajad melakukan semua itu sebagai protes kepada UNHCR dan pihak Rudenim Manado.
Saat itu, Fatimah, sepupu Sajad, mengatakan berencana memberikan keterangan pers apabila Sajad sudah sembuh. Menurut Fatimah, berita yang beredar di luar melalui media sosial menuding Sajad frustrasi setelah permohonan suakanya ditolak oleh UNHCR pada 31 Januari 2019. “Sesungguhnya, Sajad merasa terpenjara berada di Rudenim Manado,” katanya.
Sajad telah berada di Manado sejak berusia enam tahun. Dia bahkan pernah kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi. “Sajad melakukan semua itu sebagai protes kepada UNHCR dan pihak Rudenim Manado,” katanya.
Tindakan bakar diri itu dilakukan ketika petugas Rudenim bersama polisi hendak memeriksa ruang tahanan yang ditempati Sajad di Rudenim Manado. Ketika itu, Sajad mengancam akan membakar jika petugas berani masuk ke ruangannya.
“Saat petugas masuk ke ruang tahanan, Sajad langsung membakar dirinya dengan korek api di tangannya. Sajad ternyata sudah menyiram tubuhnya dengan bensin,” kata Fatimah.