Pemerintah Buat Standar Layanan Hukum Warga Miskin
›
Pemerintah Buat Standar...
Iklan
Pemerintah Buat Standar Layanan Hukum Warga Miskin
Oleh
Andy Riza Hidayat
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah sedang menggodok standar layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu. Pembuatan standar layanan diharapkan lebih memberikan perlindungan masyarakat yang mencari keadilan, termasuk sewaktu terjadinya penyimpangan pemberian bantuan hukum.
Standar layanan bantuan hukum tersebut akan mengatur bagaimana orang yang berprofesi memberi jasa hukum atau advokat di Organisasi Bantuan Hukum (OBH) memberi bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu.
Hal ini disampaikan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Benny Riyanto dalam diskusi bertajuk "Pembentukan Standar Layanan Minimum Bantuan Hukum dan Sinergitas antara Advokat, Paralegal, dan Penyuluh Hukum", di Jakarta, Jumat (15/2/2019).
“Pemberian bantuan hukum harus diselenggarakan dengan memenuhi standar minimum yang layak. Untuk itu, perlu adanya rumusan terkait konsep standar layanan minimum bantuan hukum,” jelasnya Benny, sebagaimana dikutip dari rilis yang diterima Kompas, Sabtu (16/2//2019).
Penyusunan konsep standar layanan bantuan hukum masih terus disempurnakan BPHN Kemenkumham. Konsepnya mencakup layanan yang berkaitan dengan penyelesaian perkara hukum atau litigasi maupun non-litigasi. Hal itu dimulai dari tahap permohonan bantuan hukum hingga kasus itu berkekuatan hukum tetap melalui putusan pengadilan.
Penyusunan ini melibatkan organsisasi profesi advokat, seperti Perhimpunan Advokat Indonesia dan Kongres Advokat Indonesia. Lembaga penegak hukum seperti Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung juga diharapkan memberi masukan. Termasuk, kementerian atau lembaga seperti Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, dan masyarakat sipil juga dimintai pendapat.
“Standar Layanan Minimum Bantuan Hukum ini mengarahkan OBH untuk melaksanakan kegiatan bantuan hukum kepada orang miskin, sesuai dengan pedoman standar layanan yang nantinya akan dirumuskan bersama,” lanjut Benny.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum maupun UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, advokat dilarang menelantarkan klien yang meminta bantuan hukum. Selain itu, negara juga bertanggung jawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan.
Hingga saat ini, terdapat 524 OBH sudah terakreditasi dan terverifikasi dengan total 2.557 advokat. Namun, persebaran jumlah advokat tersebut belum merata di setiap kabupaten atau kota. Dari 514 kabupaten atau kota di Indonesia, OBH baru hadir di 512 wilayah kabupaten atau kota.
Jumlah advokat juga diperkirakan masih sangat jauh dibanding dengan jumlah penduduk. Pada 2016, YLBHI mengadakan pemantauan di empat provinsi, yaitu Lampung, Jawa Barat, Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan memiliki rasio jumlah pengacara per penduduk yang cukup baik, yaitu 1 : 6.877, di Lampung rasionya 1 : 13.421, Yogyakarta 1 : 16.720, sedangkan Jawa Barat 1 : 49.982. Data jumlah penduduk diambil dari proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) 2010-2035.
Pemetaan masalah
Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengapresiasi upaya pemerintah menginisasi pembuatan standar layanan bantuan hukum. Namun, BPHN diminta untuk memetakan permasalahan yang dialami OBH terlebih dulu untuk mendapatkan gambaran kondisi di lapangan.
Salah satu gambarannya adalah advokat keral bekerja secara mandiri dengan cara kerjanya sendiri. Setiap advokat, menurutnya, memiliki strategi dan kebiasaan masing-masing dalam menempuh upaya hukum dalam membela klien.
"Maka dalam pengaturannya, BPHN Kemenkumham mesti detil mengatur layanan standar yang wajib diberikan kepada masyarakat pencari keadilan, baik litigasi, maupun non-litigasi," ujarnya.
Dalam hal konsultasi hukum perlu standar minimum. Misalnya, harus dilakukan tahapan menggali peristiwa hukum, memeriksa bukti-bukti perkara, memberikan pendapat hukum. Sebisa mungkin, klien mendapatkan pendapat hukum. Mereka berhak mendapatkan respons dan advokat wajib berikan saran awal yang cepat untuk klien.
Ia berpendapat, standar layanan minimum bantuan hukum lebih tepat dituangkan ke dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM sebagai pedoman OBH. Dengan itu, ia berharap, anggaran bantuan hukum yang dikeluarkan melalui BPHN Kemenkumuam dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.
“Bagi kami, jangan sampai uang (anggaran bantuan hukum) itu disalahgunakan. Ini bagian dari memastikan uang anggaran bantuan hukum digunakan dengan benar dan optimal,” kata Isnur. (ERIKA KURNIA)