Pengembangan Kawasan Jadi Kunci Transportasi Ideal
›
Pengembangan Kawasan Jadi...
Iklan
Pengembangan Kawasan Jadi Kunci Transportasi Ideal
Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah, sebaiknya meninjau ulang rencana pembangunan kereta api ringan atau light rail transit (LRT) . Ditargetkan mulai dibuat tahun ini, keberadaannya dikhawatirkan tidak efektif bila pengembangan kawasan kota belum dimatangkan.
Oleh
WINARTO HERUSANSONO
·2 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah, sebaiknya meninjau ulang rencana pembangunan kereta api ringan. Ditargetkan mulai dibuat tahun ini, keberadaannya dikhawatirkan tidak efektif jika pengembangan kawasan kota belum dimatangkan.
”Sebaiknya, Pemkot Semarang konsentrasi menata bus rapid transit yang kini sudah mencapai tujuh koridor,” ujar pengamat transportasi dari Universitas Soegijapranata, Djoko Setijowarno, Jumat (15/2/2019) malam, dalam acara diskusi tentang kereta ringan (LRT) di Kota Semarang.
Diskusi itu diinisiasi PT Industri Kereta Api (Inka) dan Komunitas Pecinta Transportasi Semarang. Selain Djoko, hadir juga Manajer Pengembangan Bisnis PT Inka Apoleus Karo Karo serta sejumlah planolog dan dosen arsitektur dari beberapa perguruan tinggi di Semarang.
Djoko mengatakan, penyediaan LRT membutuhkan stasiun sebagai tempat pemberhentian. Kondisi itu menuntut tersedianya angkutan penumpang perantara (feeder), yang bakal mengantar penumpang dari lokasi terakhir ke stasiun terdekat. Jangan sampai penumpangnya menuju stasiun akibat ketiadaan angkutan feeder.
Dosen perencanaan wilayah dari Universitas Diponegoro Fadjar Hari Mardiansyah mengemukakan, penyediaan angkutan massal memudahkan mobilisasi warga. Namun, hal itu bisa tercapai jika di kawasan itu sudah tercipta keseimbangan hubungan permukiman, bisnis, ataupun manajemen kotanya.
Kondisi itu, katanya, belum terwujud di Semarang. Kegiatan masyarakat dan pemerintahan masih terpusat di seputar Simpang Lima. Pusat pengembangan baru, seperti Bukit Semarang Baru, Gunungpati, Penggaron, Mangkang, juga Banyumanik belum saling mendukung.
Rencana pembangunan LRT yang akan menghubungkan Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang dengan Simpang Lima, yang berjarak kurang dari 10 kilometer, dinilai tidak ideal. Mestinya, pengembangan LRT ditujukan menghubungkan antarwilayah yang belum terkoneksi.
”Misalnya, LRT bisa menghubungkan Kendal-Semarang-Demak. Setidaknya, semakin banyak masyarakat yang menikmatinya sehingga problem kemacetan di jalur pantura Jateng akibat banjir bisa teratasi,” katanya.
Pengamat wilayah dari Undip, Otto Risdianto Manullang, mengatakan, saat ini Pemkot Semarang bersama konsultan tengah melakukan studi kelayakan lokasi, terutama jalur bandara ke Simpang Lima Semarang. Apabila LRT memilih jalur di kawasan pesisir pantai utara, faktor kerentanan lahan hingga ancaman penurunan tanah harus diperhitungkan dengan matang.