Risiko Longsor Jabar Belum Berakhir
Dua puluh lima kota/kabupaten di Jawa Barat memiliki zona kerentanan gerakan tanah menengah hingga tinggi hingga akhir Februari.
BANDUNG, KOMPAS— Musim hujan yang diprediksi hingga Mei 2019 rentan memicu gerakan tanah di kawasan perbukitan, tebing, dan tebing vertikal (gawir) di Jawa Barat. Longsor-longsor kecil perlu diwaspadai karena rawan longsor susulan lebih besar.
Kepala Subbidang Mitigasi Gerakan Tanah Wilayah Barat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Sumaryono mengatakan, dalam beberapa kejadian, longsor besar didahului longsor-longsor kecil. ”Jadi, jangan abaikan longsor kecil. Tetap waspada dan amati gejala longsor susulan,” ujar Sumaryono di Bandung, Sabtu (16/2/2019).
Di Jabar, sesuai peta PVMBG, daerah potensi gerakan tanah menengah hingga tinggi bulan Februari ini tersebar di 25 kabupaten/kota. Di Kabupaten Garut, Cianjur, dan Bogor, lebih dari 30 kecamatan berpotensi gerakan tanah.
Sepekan terakhir, longsor menerjang sejumlah daerah di Jabar, seperti Kabupaten Bandung, Ciamis, dan Sumedang. Tidak ada korban jiwa. Longsor di tiga daerah itu dipicu hujan lebat.
Kamis malam lalu, tebing setinggi sekitar 20 meter di Kampung Babakan, Desa Mekarsari, Pasirjambu, Kabupaten Bandung, longsor. Material longsor setebal 2 meter menutup jalan sehingga akses menuju Pangalengan buntu.
Sebelumnya, longsor menerjang Kecamatan Panawangan, Ciamis, Senin (11/2). Bencana itu mengancam tiga rumah warga karena berada di sekitar lokasi longsor.
Longsor juga terjadi di Kecamatan Jatinunggal, Sumedang, Sabtu malam. Material longsor menutup jalan 10 meter sehingga sempat tidak dapat dilalui kendaraan. Jalan itu menghubungkan dua desa.
Menurut Sumaryono, pertanda longsor susulan bisa diketahui dari munculnya rekahan, rembesan air bercampur lumpur, dan amblesan tanah. Jika ditemukan gejala-gejala itu, masyarakat diimbau menjauhi lokasi longsor.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung Sudrajat mengatakan, material longsor di Kampung Babakan telah dibersihkan. Akses menuju Pangalengan sudah kembali dapat dilalui kendaraan.
Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Bogor, curah hujan di Pasirjambu, Kamis lalu, mencapai 35 milimeter per hari. Kawasan Pasirjambu, Panawangan, dan Jatinunggal punya potensi gerakan tanah menengah hingga tinggi.
Longsor di Serang
Di Serang, Banten, gerakan tanah di Desa Sudamanik, Kecamatan Cimarga, yang merusak permukiman warga masih dianalisis. Hasil analisis Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tersebut akan disampaikan Senin esok dan menjadi acuan keputusan relokasi.
Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Kabupaten Lebak Berdnardi, Badan Geologi mengirim dua peneliti ke desa itu. Mereka mengidentifikasi awal terkait pergerakan tanah.
Selain rumah-rumah yang rusak, peneliti juga mengamati lahan dan aliran air, termasuk menerbangkan drone. Gerakan tanah di Desa Sudamanik terjadi akhir Januari 2019. ”Kami sedang menunggu hasil analisis itu, apakah warga yang rumahnya rusak perlu direlokasi,” ujar Berdnardi.
Gerakan tanah di sana dipicu hujan lebat. Saat ini tanah terus bergerak sehingga jumlah rumah rusak bisa bertambah dari 114 rumah.
Dinding-dinding sejumlah rumah di Desa Sudamanik retak dengan panjang hingga 3 meter. Di halaman beberapa rumah terlihat rekahan. Sudut salah satu rumah juga terpisah celah selebar 3 sentimeter.
Selain itu, jalan setapak retak dengan panjang sekitar 5 meter dan lebar 5 sentimeter. Desa Sudamanik sekitar 50 kilometer di selatan Kota Serang. ”Kami akan analisis dulu data geologinya, lalu kami sampaikan ke pihak Pemkab Lebak,” kata penyelidik bumi Badan Geologi, Yunara Dasa Triana. (TAM/BAY)