Rentetan Gempa Susulan Iringi Gempa M 5.6 di Malang
›
Rentetan Gempa Susulan Iringi ...
Iklan
Rentetan Gempa Susulan Iringi Gempa M 5.6 di Malang
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS-Rentetan gempa susulan terjadi setelah gempa bermagnitudo 5.6 yang berpusat di selatan Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada Rabu (19/2/2019) dini hari. Hingga Rabu siang, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG mencatat sedikitnya terjadi 26 kali gempa susulan dengan magnitudo bervariasi.
Sejauh ini tidak ada laporan kerusakan akibat gempa yang masuk ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang. BPBD sendiri masih bersiaga mengantisipasi datangnya gempa-gempa susulan (minor).
Gempa bermagnitudo (M) 5.6 terjadi pukul 02.30 dan berpusat di 170 kilometer arah selatan Kota Kepanjen, Kabupaten Malang. Sumber gempa berada di kedalaman 42 kilometer dan tidak berpotensi tsunami. Guncangan gempa juga dirasakan oleh warga di Lumajang dan Blitar (3-4 MMI), hingga Nusa Dua di Bali (2-3 MMI).
Adapun gempa susulan masih berpusat di sekitar area di atas. Kepala BMKG Stasiun Geofisika Karangkates, Malang, Musripan, mengatakan gempa susulan, antara lain 4 skala richter (SR) pada pukul 05.02, 3.5 SR pada 05.03, dan 4.3 SR pada pukul 05.21. “Gempa susulan hari ini jauh lebih banyak dari hari biasanya,” ujarnya.
Menurut Musripan terjadinya rentetan gempa susulan merupakan hal wajar dan normal usai terjadi gempa dengan magnitudo cukup besar. Setelah energi besar dilepaskan, masing-masing lapisan tengah mencari keseimbangan baru. Efeknya akan terjadi gempa-gempa susulan yang biasanya memiliki energi lebih kecil.
Gempa susulan hari ini jauh lebih banyak dari hari biasanya
“Adanya gempa-gempa kecil dinilai lebih baik ketimbang energinya tersimpan terus dan keluar sekali namun dengan kekuatan besar,” katanya. Gempa M 5.6 itu sendiri terjadi akibat aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia yang menyusup ke bawah Lempeng Eurasia. Gempa dibangkitkan oleh deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan jenis sesar naik.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Malang Bambang Istiawan mengatakan pihaknya sudah melakukan penyisiran ke sejumlah wilayah, termasuk pesisir. Namun, hasilnya tidak ada laporan mengenai kerusakan bangunan.
“Kalau kepanikan, ya ada, biasa seperti gempa-gempa lain. Namun banyak pula warga yang tidak tahu ada gempa karena mereka sedang terlelap tidur. Bagi warga yang merasakan guncangan tentu berusaha keluar rumah,” ucap Bambang.
Sekretaris BPBD Kabupaten Malang Bagyo Setiono menambahkan gempa bumi yang menyebabkan korban meninggal di Malang terjadi tahun 1994. Saat itu gempa berpusat di Samudera Hindia dan menyebabkan tsunami di pesisir selatan Banyuwangi dan beberapa daerah lainnya di Jawa Timur dan menyebabkan ratusan jiwa melayang.
“Korban tewas di Malang hanya satu orang, yakni di Dusun Tamban, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Warga lainnya saat itu selamat karena sedang menonton wayang kulit di desa lain yang posisinya jauh dari pantai,” kata Bagyo.
Dengan garis pantai yang panjang, sekitar 104 kilometer, menurut Bagyo Malang sudah semestinya memiliki sistem peringatan dini tsunami (EWS) yang dibangun oleh pemerintah. Selama ini, warga pesisir umumnya hanya menggunakan peralatan seadanya untuk mengetahui sedang terjadi gempa bumi.
Bagyo mencontohkan, warga biasanya menempatkan kaleng berisi kerikil di atas lemari. Cara itu digunakan sebagai penanda. Ketika ada guncangan gempa maka kaleng itu akan jatuh dan warga yang tengah terlelap bisa langsung bangun.
Baca juga Gempa M 5,6 di Malang dari Zona Subduksi